Memahami
Konflik di Suriah
Zuhairi Misrawi ; Intelektual Muda Nahdlatul Ulama; Analis Pemikiran dan Politik Timur-Tengah di
The Middle East, Jakarta
|
DETIKNEWS,
15 Maret
2018
Ada
seorang ustaz yang ditanya perihal tips agar negeri ini tidak terpecah-belah
dan terlibat dalam konflik akut seperti konflik di Suriah. Ustaz tersebut
menjawab agar kita tidak mudah terperosok dalam kubangan hoaks, dan selalu
melakukan klarifikasi dan verifikasi alias tabayyun.
Namun
ironis, ustaz tersebut justru memberikan testimoni yang sangat ganjil nan
ganjal terkait konflik politik yang terjadi di Suriah. Penjelasannya tidak
berdasarkan tabayyun, melainkan asumsi personal yang bersifat dangkal dan subjektif.
Bahkan pandangannya dapat membahayakan, karena berusaha membenturkan antara
Sunni dan Syiah. Beruntung para mahasiswa yang belajar di Damaskus berhasil
memberikan tanggapan yang mencerminkan situasi objektif yang terjadi di
Suriah.
Sampai
sekarang ustaz yang menyerukan tabayyun itu tidak mau melakukan tabayyun.
Setidak-tidaknya merevisi pandangannya dalam memotret konflik politik yang
terjadi di Suriah saat ini.
Di
sini diperlukan sebuah cara pandang yang mencerminkan dua sisi (cover both
side) untuk memahami konflik yang berlangsung hampir delapan tahun itu. Harus
diakui, bahwa konflik yang terjadi di Suriah adalah murni konflik politik
antara rezim yang berkuasa Bashar al-Assad dengan kelompok oposisi.
Angin
revolusi yang berembus di Tunisia dengan cepat menjalar ke beberapa negara di
Timur-Tengah. Di Mesir angin revolusi berhasil menumbangkan rezim otoriter
Hosni Mubarak. Di Libya berhasil menjungkalkan kursi kekuasaan Moamar
Qaddafi. Di Yaman berhasil menggulingkan Ali Abdullah Saleh.
Namun,
ketika angin revolusi berembus kencang di Suriah, Bashar al-Assad masih kokoh
sebagai orang nomor wahid, bahkan posisinya saat ini semakin kokoh. Kenapa
Bashar al-Assad tidak mudah digulingkan?
Pertama,
Bashar al-Assad masih mendapatkan dukungan yang luas dari warga Suriah. Ia
sosok pemimpin yang dicintai rakyatnya, karena ia mampu mempersatukan warga
Suriah di tengah gempuran pihak Barat dan Israel. Mustahil ia bisa bertahan
selama ini jika tidak mendapatkan dukungan yang besar dari warganya. Itulah
yang membedakan antara Bashar al-Assad dengan Hosni Mubarak, Ali Abdullah
Saleh, Ben Ali, dan Moammar Qaddafi.
Kegagalan
revolusi di sejumlah negara Arab telah membukakan kesadaran warga Suriah,
bahwa tidak mudah untuk memilih jalan revolusi. Karena jika tidak hati-hati,
maka akan mudah terjerembab pada masalah yang lebih besar, yaitu instabilitas
politik dan krisis ekonomi yang akut. Fakta tersebut terjadi di Mesir, Yaman,
dan Libya. Hanya ada satu negara yang relatif membaik dari segi demokrasi,
yaitu Tunisia. Meskipun, Tunisia juga menghadapi masalah ekonomi yang tidak
mudah.
Bashar
al-Assad diuntungkan oleh momentum kegagalan negara-negara Arab lainnya yang
tidak mampu bangkit dari krisis politik dan ekonomi, sehingga ia berhasil
merebut kembali hati warga Suriah untuk mendukung dirinya.
Kedua,
kelompok oposisi yang tidak solid. Sebagai kekuatan penyeimbang dan
pro-perubahan, kelompok oposisi semakin lama telah kehilangan legitimasi
karena mereka tidak mampu membentuk sebuah kekuatan bersama yang mencerminkan
aspirasi politik warga Suriah. Alih-alih ingin membentuk oposisi yang solid,
mereka justru terlibat dalam konflik internal yang akut.
Ketiga,
kelompok teroris yang ingin mendulang keuntungan dari instabilitas politik di
Suriah. Selama ini Bashar al-Assad selalu menegaskan bahwa kelompok teroris
berada di balik konflik politik di Suriah. Pernyataan tersebut tidak
sepenuhnya salah, karena semua maklum ISIS telah memporak-porandakan Suriah.
Belum lagi kelompok teroris yang berafiliasi dengan al-Qaeda, seperti Jaisy
al-Islam, Jabhat al-Nusra, Haiat Tahrir al-Sham, dan Faylaq al-Rahman.
Adanya
kelompok teroris di Suriah semakin membenarkan, bahwa ada pihak-pihak yang
sebenarnya mempunyai tujuan politik yang lebih besar. Intervensi Amerika
Serikat dan Arab Saudi terhadap kelompok-kelompok tersebut semakin memberikan
dukungan politik terhadap Bashar al-Assad untuk melawan kelompok teroris
hingga titik darah penghabisan.
Keempat,
dukungan dari Rusia, Iran, dan Hizbullah Lebanon. Faktor ini sepertinya menjadi
faktor determinan kenapa Bashar al-Assad tidak mudah ditaklukkan. Bahkan,
kabarnya pasukan khusus Rusia memberikan pengawalan dan pengamanan yang
super-canggih terhadap Bashar al-Assad, sehingga tidak akan mudah diterobos
oleh lawan-lawan politik, termasuk Amerika Serikat.
Maka
dari itu, memahami konflik di Suriah tidak bisa dengan menggunakan pendekatan
konflik sektarian. Apa yang terjadi di Suriah merupakan murni konflik politik
di dalam negeri yang sampai ini belum mencapai titik-temu. Selebihnya, konflik
politik yang terjadi di Suriah juga merambah pada ranah geopolitik, yaitu
pertarungan besar antara Amerika Serikat dan Rusia. Kedua negara ini sedang
sama-sama mempertaruhkan pengaruhnya di Timur-Tengah.
Pada
ranah yang paling sederhana juga ada pertarungan antara Arab Saudi dan Iran
yang sama-sama ingin menjadikan Suriah sebagai mitra strategis. Apalagi Iran
yang selama ini sudah merasa nyaman dengan Bashar al-Assad untuk membentengi
dirinya dari infiltrasi Amerika Serikat dan Israel. Maka dari itu, Iran akan
berusaha sekuat tenaga untuk mendukung rezim Bashar al-Assad.
Apa
yang terjadi di Ghouta Timur juga merupakan episode yang belum selesai dari
peristiwa yang terjadi sebelumnya. Apa yang terjadi di Ghouta merupakan
pertarungan antara pasukan Bashar al-Assad yang didukung sepenuhnya oleh
Rusia dan Iran melawan kelompok teroris Jabhat al-Nusra. Mereka berada di
tengah-tengah ratusan ribu warga Ghouta untuk mendapatkan dukungan,
seolah-olah mereka sebagai warga Ghouta. Ironisnya, kelompok Jabhat al-Nusra
ini mempunyai persenjataan yang canggih, yang berhasil memberikan perlawanan
terhadap pasukan Rusia.
Maka
dari itu, solusi yang paling mujarab untuk menyelesaikan konflik politik di
Suriah adalah rekonsiliasi antara kelompok oposisi dan pihak Bashar al-Assad.
Semua pihak harus duduk bersama membincangkan sejumlah poin bersama, di
antaranya memilih jalur politik untuk menentukan masa depan Suriah, termasuk
jika diperlukan ada solusi konstitusional untuk memenuhi kebutuhan seluruh
faksi politik.
Semua
itu akan bisa dicapai jika kelompok-kelompok teroris yang mempunyai
persenjataan harus hengkang dari Suriah, sebagaimana ISIS sudah hengkang dari
Suriah dan Irak. Mereka harus memberikan kesempatan kepada warga Suriah untuk
menentukan masa depan mereka. Selebihnya, Amerika Serikat dan Rusia harus
mematuhi keputusan politik seluruh warga Suriah. ●
|
Apakah kamu sudah tau prediksi togel mbah jambrong yang jitu? bila belum baca Prediksi jitu mbah jambrong Sgp
BalasHapus