Pilkada
2018: Quo Vadis Pengawasan Partisipatif
Bahari ; Pendiri Centre For Election and Democracy
(CENTRA) Sulawesi Tenggara serta Tim Asistensi Bawaslu Sultra
|
KORAN
SINDO, 20 Februari 2018
TIDAK lama lagi Indonesia
akan menorehkan sejarah kepemiluan dengan menyelenggarakan Pilkada Serentak
2018 yang diikuti 171 daerah terdiri dari 17 provinsi, 39 kota, dan 115
kabupaten. Se-belumnya Pilkada Serentak 2015 dan 2017 sukses diselenggarakan.
Kita berharap pilkada tahun ini menjadi momentum lahirnya para pemimpin
berkualitas dan memiliki integritas dalam membangun daerah.
Segenap elemen berharap
momentum pilkada serentak yang ketiga kalinya ini akan menjadi arus balik
kebangkitan negeri ini dari sisi politik. Disadari ruang politik menjadi
ruang sangat strategis dalam mendorong perubahan signifikan sebuah bangsa di
semua sendi kehidupan. Pertanyaan yang kemudian muncul adalah apakah momentum
ini mampu melahirkan kepala daerah dengan kepemimpinan politik berkualitas?
Apakah pilkada mendatang akan melahirkan gubernur, bupati, dan wali kota yang
benar-benar memiliki visi perubahan, antikorupsi, dan benar-benar bekerja
untuk rakyat?
Semua pertanyaan di atas
akan terjawab dengan melihat beberapa hal penting, yakni pertama, pilkada
mendatang adalah ruang di mana rakyat memiliki kebebasan sebesar-besarnya
dalam menentukan pilihannya, baik calon gubernur, bupati, maupun wali kota.
Dengan begitu, pada titik ini dibutuhkan kesadaran masyarakat untuk ikut menentukan
nasib bangsa ini selama lima tahun mendatang dengan memilih pemimpin yang
tepat.
Kedua, lahirnya eksekutif yang baik, pemimpin
daerah berkualitas yang memiliki visi perubahan, antikorupsi, dan bekerja
untuk rakyat, sangat ditentukan oleh pilkada berkualitas. Pada titik ini
penye-lenggara pemilu dan tingkat partisipasi di seluruh lapisan masyarakat
agar melakukan pengawasan terhadap proses pilkada yang akan menentukan
terciptanya kualitas pemilu yang baik.
Ujung tombak pengawasan
pemilu adalah Bawaslu RI, Bawaslu provinsi, Bawaslu kabupaten, panwas
kecamatan, pa-nitia pengawas lapangan, dan pengawas tempat pemungutan suara.
Lembaga ini dibentuk berdasarkan amanah Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 yang kini mengalami pergeseran
orientasi mendasar pada dua hal: pertama,
derajat independensi, tampak dari sumber rekrutmen keanggotaan
pengawas pemilu berasal dari kelompok masyarakat indepen-den nonpartai.
Kedua, tugas dan wewenang pengawasan kini
mengalami penguatan dari sebelumnya hanya sebagai “hakim garis”, sekarang
Bawaslu akan tampil lebih powerful . Pasalnya, UU Pemilu memberikan tugas dan
wewenang baru bagi Bawaslu dalam mewujudkan penyelenggaraan pemilu yang lebih
adil, bersih, dan demokratis melalui UU Nomor 7 Tahun 2017.
Pada Pasal 93, Bawaslu
ber-tugas mengawasi semua tahapan pemilu dan mencegah terjadinya praktik
politik uang. Bawaslu juga bertugas mengawasi netralitas aparatur sipil
negara (ASN), netralitas anggota TNI dan Polri, mengawasi pelaksanaan putusan
Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP), pengadilan, keputusan Komisi
Pemilihan Umum (KPU), dan keputusan pejabat yang berwenang atas pelanggaran
netralitas ASN, anggota TNI, dan anggota Polri, serta menyampaikan dugaan
pelanggaran kode etik penyelenggara pemilu kepada DKPP.
Pergeseran orientasi tugas
dari sebelumnya pengawasan diarahkan pada penemuan pelanggaran, maka saat ini
pengawasan yang diamanahkan untuk mengedepankan pencegahan terjadinya
pelanggaran. Berdasarkan pergeseran orientasi sebagaimana terpapar di atas,
maka indikator keberhasilan pengawasan pemilu juga tidak lagi ditentukan
seberapa banyak temuan pelanggaran dan tindak lanjutnya oleh lembaga pengawas
pemilu, melainkan lebih pada seberapa efektif upaya pencegahan pelanggaran
pemilu dapat dilakukan lembaga pengawas pemilu. Oleh karena itu, sinergi
pengawasan partisipatif menjadi faktor penentu lain.
Pengawasan
Partisipatif
Bagaimana masa depan
pengawasan partisipatif dalam setiap momentum pilkada? Pada prinsipnya,
urgensi pengawasan partisipatif yang dilakukan masyarakat berfungsi untuk
memperkuat kapasitas dan kualitas pengawasan, baik pilkada maupun pemilu
sehingga mendorong perluasan wilayah pengawasan. Dengan peningkatan jumlah
penduduk, daerah pemilihan, dan jumlah kursi, seharusnya juga berimbang pada
peningkatan partisipasi aktif masyarakat dalam melakukan pengawasan.
Pada prinsip pengawasan
partisipatif yang digaungkan pengawas pemilu adalah masyarakat tidak hanya
berperan pada peningkatan persentase kehadiran saat pencoblosan saja, tetapi
lebih mengarah pada pengawalan proses pemilihan sejak awal. Pengawas pemilu
berupaya membangun sinergi dengan para stakeholder (tokoh masyarakat, tokoh agama, tokoh
pemuda, ormas, mahasiswa, dan pemilih pemula), ter-masuk mendorong kesadaran
masyarakat untuk bersama mengawasi segenap proses yang ada, minimal menjadi
informan awal bagi pengawas pemilu.
Banyak hal harus
diperhatikan, terutama pada masa kampanye pilkada dalam mengawasi potensi
kerawanan pelanggaran, yaitu masa kampanye yang panjang, tahapan kampanye di
bulan Ramadan serta Idul Fitri. Di sini, ada potensi substansi kampanye
di-tumpangi, seperti acara buka puasa, bantuan, atau sedekah. Lalu, mahar
politik, kampanye hitam, politik uang terstruktur, sistema-tis, dan masif,
serta mutasi pejabat oleh petahana.
Asas pemilu tentang ketertiban kampanye, misalnya, sering diabaikan oleh parpol
dan calon. Sejatinya, parpol dan calon tidak diperbolehkan memasang spanduk
dan baliho yang bisa mengganggu kenyamanan publik.
Hal lain yang juga mesti
menjadi perhatian adalah menguatnya perilaku politik uang. Perilaku seperti
ini hanya menjadikan pemilu sebagai sarana melahirkan para pemimpin korup dan
tak bertanggung jawab terhadap persoalan bangsa serta merusak kualitas
demokrasi. Pada titik inilah
partisipasi masyarakat untuk ikut serta melakukan pengawasan terhadap
pelaksanaan pemilu mendatang karena ikut menentukan pemilu berkualitas.
Di tengah minimnya
kualitas politik masyarakat, parpol, dan politikus, dibutuhkan upaya-upaya
serius penyelenggara pemilu dan masyarakat sipil untuk bersama memperbaikinya
agar pilkada bisa melahirkan para pemimpin daerah berkualitas, berintegritas,
bermoral, dan bertanggung jawab untuk daerahnya serta Indonesia yang
bermartabat. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar