Paradoks
Ekonomi Zaman Now
Iman Sugema ; Ekonom IPB
|
REPUBLIKA,
19 Februari
2018
Kalau melihat perkembangan
bisnis yang digagas kids jaman now, kita akan merasa optimistis dengan masa
depan Indonesia. Pasar dunia begitu terbuka dan anak-anak milenial penuh
dengan daya kreativitas. Akan tetapi, di sisi lain ada juga yang sangat
mengkhawatirkan, yakni berkembangnya penetrasi bisnis asing dengan kekuatan
modal yang sangat besar sehingga mengancam keberlangsungan bisnis generasi
milenial itu sendiri. Itulah sekelumit paradoks yang akan kita bahas kali
ini.
Siapa sih yang tak kenal
Gojek, Tokopedia, dan Bukalapak? Dulu kita bangga sekali dengan inovasi
bisnis ala anak muda seperti ini. Tak terasa, dalam sekejap mereka telah
membuka kesempatan bisnis dan kesempatan kerja bagi jutaan keluarga.
Melalui Bukalapak, para
produsen dan pedagang di berbagai pelosok negeri bisa menjangkau seluruh
konsumen di pelosok yang lain. Interkoneksi menjadi kunci keterbukaan pasar.
Pemasaran online telah membuka era baru cara berbisnis bagi rakyat biasa.
Konsumen pun dimanjakan dengan ribuan pilihan tanpa harus capai mendatangi
pusat perbelanjaan. Pedagang diberikan akses yang luas, sementara konsumen mendapatkan
pilihan yang sangat beragam. Itulah inti dari pasar persaingan sempurna.
Hampir tidak ada lagi
perbedaan antara Indonesia timur dengan barat. Semua orang bisa membeli
barang dengan kualitas dan harga yang sama. Yang membedakan hanyalah ongkos
kirim, tetapi itu juga berlaku dua arah.
Kalau Anda berada di
Makassar dan hendak membeli barang dari Medan maka ongkos kirim yang sama
akan dihadapi oleh orang Medan yang membeli barang dari Makassar. Itulah
sejatinya hukum satu harga. Perbedaan hanya menyangkut biaya transportasi.
Mekanisme seperti ini
sungguh sangat ideal bagi persaingan usaha yang sehat. Pemasok terpecah-pecah
dalam skala kecil sehingga tidak ada satu pun yang menjadi sangat dominan.
Selain itu, hampir tidak ada barrier to entry yang disebabkan hambatan modal.
Siapa pun anda, kesempatan berusaha terbuka lebar selama 24 jam dalam sehari
dan tujuh hari dalam seminggu. Selama punya kemauan, kesempatan selalu ada.
Semuanya bersifat partisipatif.
Begitu juga dengan Gojek
dan taksi online. Dulu penyedia transportasi publik haruslah bermodal besar.
Kini penyediaan kendaraan bisa didistribusikan kepada pelaku usaha
individual. Asal Anda bersedia “mengomprengkan” motor atau mobil Anda, maka
hari itu juga Anda menjadi juragan taksi online. Ini benar-benar merupakan
inovasi bisnis yang merupakan pengejawantahan ekonomi gotong royong.
Tidak hanya kendaraan yang
bisa Anda sewakan. Keterampilan mencukur, memijat, atau membersihkan rumah
dapat Anda sewakan. Anda juga tak harus membuka tempat khusus untuk usaha
Anda. Platform online dapat menggantikan fungsi tempat usaha. Asal Anda
bersedia dipanggil ke rumah calon pelanggan, Anda akan terus mendapatkan
penghasilan.
Kreasi kids jaman now
tidak hanya terbatas untuk hal-hal itu. Banyak yang sedang bergelut dengan
menciptakan alat transaksi elektronis. Ada juga yang sedang berupaya
melestarikan lingkungan hidup secara online. Ada yang menyediakan layanan
kesehatan secara online.
Banyak yang sedang
berupaya membuat machine learning untuk dunia kesehatan, pertanian, dan
biologi. Ini zaman kreativitas tanpa batasan suku, agama, ras, atau apa pun.
Hebat, bukan?
Tapi, tunggu dulu. Anda
bertanya siapa pemilik Gojek dan Tokopedia sekarang? Tak jauh-jauh dari Jack
Ma dan raksasa dunia maya lainnya seperti Google. Nah, ini kemudian menjadi
persoalan tersendiri. Kalau pada ujungnya kemudian dunia maya dikuasai oleh
pelaku raksasa, bukankah ini akan merupakan paradoks tersendiri.
Kita tadinya berharap
bahwa para perintis usaha ini akan menjadi raksasa di tingkat nasional,
bahkan global. Tadinya itu sebuah mimpi besar, tapi sekarang ini menjadi
kenyataan yang cukup memprihatinkan. Tadinya kita beharap akan terjadi
persaingan antara kecil dan raksasa.
Toh, dalam dunia digital,
sangat sering raksasa tumbang oleh pemain baru. Facebook tiba-tiba menjadi
sangat digdaya. WA dalam sekejap menumbangkan Blackberry. Tak adakah anak
muda kita yang akan menciptakan disrupsi di tingkat global? Ya, itu mungkin
cuman mimpi kita saja. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar