Narkoba
dan Keamanan Laut
Fahmi Alfansi P Pane ; Alumnus Pascasarjana Manajemen Pertahanan, program
kolaborasi Universitas Pertahanan Indonesia dan Cranfield University, Inggris
|
DETIKNEWS,
26 Februari
2018
Laut Indonesia tidak hanya
menjadi tempat nelayan menangkap ikan. Sejak beberapa tahun lalu perairan
kita telah menjadi sarana utama penyelundupan narkoba. Menurut Badan
Narkotika Nasional (BNN) sekitar 80 persen narkoba diselundupkan melalui
laut. Hal itu terbukti saat TNI
Angkatan Laut, BNN dan Bea Cukai sukses mencegah penyelundupan satu ton lebih
sabu (serbuk metaamfetamine) dari kapal Sunrise Glory di perairan Kepulauan
Riau awal Februari 2018. Namun, keberhasilan penangkapan tersebut masih
menyisakan kekhawatiran. Penyebabnya adalah jumlah total sabu yang dibawa
dari Taiwan tiga ton, sedangkan yang ditangkap KRI Sigurot-864 dan yang telah
diturunkan di Australia masing-masing sekitar satu ton sabu.
Pada Juli 2017 sekitar
satu ton sabu yang diduga hasil selundupan dari laut berhasil ditangkap BNN
di Anyer, Banten. Yang menarik adalah pernyataan Kepala BNN Budi Waseso kala
itu, bahwa beberapa bulan sebelumnya aparat kebobolan yang lebih besar.
Pada satu sisi bahaya narkoba
sangat besar. Satu ton sabu dapat meracuni sekitar lima juta hingga enam juta
orang sekaligus. Jumlah korban potensial yang dapat didorong lebih dekat
kepada hidup tidak produktif, bahkan kematian, akan lebih besar jika ikut
dihitung kasus-kasus penyelundupan narkoba melalui darat dan udara, serta
produksi narkoba domestik. Menurut BNN kerugian ekonomi karena narkoba
sekitar Rp 63 triliun per tahun. Kerugian tersebut mungkin akan lebih besar
karena penyelundupan narkoba melalui laut makin gencar, serta zat sintetis
baru makin banyak.
Pada sisi lain potensi
perputaran uang transaksi haram narkoba sangat besar. Pemakai Indonesia
terkenal royal. Harga narkoba tertinggi justru di sini. Bila sabu di China
hanya Rp 100 ribu/gram, lalu di Taiwan Rp 200 ribu/gram, maka di Indonesia
harganya dapat mencapai Rp 1,5 juta hingga Rp 2 juta per gram. Godaan
keuntungan fantastis tersebut dapat mendorong penyelundupan narkoba melalui
laut makin besar karena ketatnya pengawasan di perbatasan darat dan
bandar-bandar udara.
Dengan peta situasi
tersebut, perlu percepatan penguatan postur pertahanan dan keamanan laut
Indonesia. Akselerasi tersebut semakin perlu karena sejujurnya armada TNI
masih jauh dari ideal. Banyak kapal TNI AL sudah sangat tua, bahkan melampaui
usia ideal pemakaian kapal perang selama 30 tahun. Kapal patroli Sigurot yang
menangkap kapal Sunrise Glory misalnya, adalah kapal tua buatan tahun 1967.
Tahun 1985 Indonesia mengoperasikannya sebagai hibah dari Australia.
Kapal tua sulit mengejar
kapal-kapal yang lebih baru dan canggih. Kapal tersebut akan efektif saat
berupaya menangkap kapal-kapal yang juga uzur. Menurut Komandan Kapal
Sigurot, salah satu penyebab kapal Sunrise Glory dapat ditangkap karena telah
masuk terlalu jauh ke perairan dalam Indonesia.
Selain banyak kapal yang
telah tua, masalah lainnya adalah kekurangan jumlah kapal. Kekurangan kapal
terasa sekali saat misalnya, KRI Oswald Siahaan-354 hanya berhasil menangkap
satu dari 12 kapal pencuri ikan China di perairan Natuna pada Mei 2016. Kondisi
jauh dari ideal juga dialami untuk pesawat patroli dan pengintaian laut,
serta cakupan radar dan satelit, baik untuk misi pertahanan maupun keamanan
laut.
Percepatan pembangunan
postur TNI juga dibutuhkan karena beragam ancaman selain narkoba dan pencurian
ikan juga harus diatasi segera. Misalnya, terorisme, yang dapat bersimbiosis
dengan pembajakan dan penyanderaan, lalu penyelundupan barang dan manusia
(trafficking), dan sebagainya. Transportasi barang juga perlu dilindungi,
terutama angkutan migas dan mineral, serta objek strategis semacam instalasi
penambangan migas lepas pantai, kabel dan instalasi telekomunikasi bawah
laut, dan lain-lain. Selain itu, ada ancaman pelanggaran wilayah oleh militer
asing dan risiko eskalasi konflik di kawasan Indo-Pasifik (Samudera Hindia
dan Samudera Pasifik).
Pemerintah memang telah
melakukan pengadaan kapal-kapal baru. Kapal patroli dan kapal selam terbaru
telah diadakan. Namun, kecepatan pengadaan alutsista (alat utama sistem
persenjataan) baru masih di bawah kebutuhan penggantian alutsista uzur.
Salah satu masalah besar
percepatan pembangunan sektor hankam adalah rendahnya anggaran yang dapat
disediakan. Ada anggapan sektor hankam bukan salah satu sumber utama
penerimaan negara. Anggapan tersebut tidak sepenuhnya salah jika mengacu pada
nilai penerimaan negara bukan pajak dari sektor ini. Namun, nilai ekonomi
dari sektor ini justru terletak pada fungsi penciptaan keselamatan dan
keamanan bagi seluruh bangsa, serta stabilitas keamanan dalam negeri dan
ketertiban umum. Tanpa keamanan personal dan umum, perekonomian negara dan
swasta tidak berjalan.
Sebagai contoh, dengan
keamanan laut yang memadai di Selat Malaka transportasi migas dapat
berlangsung. Data Badan Informasi Energi Amerika Serikat (EIA) menunjukkan bila
tahun 2011 sebesar 14,5 juta barel minyak mentah per hari diangkut melalui
Selat Malaka, maka tahun 2016 menjadi 16 juta barel per hari. Sebaliknya,
tanpa keamanan laut di perairan Somalia kapal MV Sinar Kudus yang mengangkut
feronikel bernilai triliunan rupiah sempat dibajak. Beberapa kapal dan pelaut
Indonesia juga dibajak dan disandera di perairan Filipina selatan. Sebagian
dapat dibebaskan setelah pembayaran tebusan.
Bila berbagai alutsista
baru dapat diadakan, kebutuhan pertahanan dan keamanan dapat dipenuhi,
termasuk pencegahan penyelundupan narkoba. Kapal dan pesawat dapat
menjalankan beragam misi sekaligus, seperti patroli Gugus Keamanan Laut
(Guskamla) untuk mencegah penyelundupan narkoba, barang dan manusia,
pencurian ikan, perompakan, penyanderaan dan lain-lain.
Keragaman misi tersebut
merupakan bentuk efisiensi penggunaan aset negara yang dibeli dari uang
rakyat. Sebaliknya, jika masing-masing institusi hankam harus melengkapi alat
peralatan hankam masing-masing akan tercipta risiko kerugian negara dari
inefisiensi. Bahkan, risiko kerugian negara akan bertambah jika kemampuan
personal dan institusi tidak memadai, baik dalam pengoperasian peralatan
maupun pemeliharaan, perawatan dan dukungan lain, seperti logistik, fasilitas
parkir, training, dan pendidikan. Pesawat dan kapal dapat mengalami
kecelakaan yang tidak perlu. Padahal, kemampuan personal dan institusi
tersebut tidak dapat diperoleh dalam waktu dan anggaran yang terbatas.
Dalam lingkungan
Kementerian Pertahanan dan TNI, manajemen alutsista sudah berjalan baik,
meski kualitas dan integritasnya harus ditingkatkan secara berkelanjutan. Hal
berbeda terjadi pada BNN misalnya. Karena itu, untuk pencegahan penyelundupan
narkoba dari laut BNN tidak perlu mengadakan kapal dan pesawat baru. Lebih
baik BNN bekerja sama dengan institusi hankam, seperti TNI dan Badan Keamanan
Laut (Bakamla).
Sinergi antarlembaga juga
diperlukan karena setiap lembaga memiliki kapabilitas yang berbeda satu sama
lain. Pengendusan dan pembuktian keberadaan narkoba di kapal Sunrise Glory
misalnya, tidak dilakukan oleh TNI. Justru aparat BNN dan Bea Cukai yang
melakukan penyelidikan, sedangkan TNI berperan menangkap kapal dan menjaga
keamanan operasi.
Selain sinergi semua
lembaga Indonesia, kerja sama internasional juga harus ditingkatkan. Pada
level strategis kerja sama ekstradisi seperti dengan China yang telah
diratifikasi menjadi UU Nomor 13/2017 harus dikembangkan, baik dengan negara
lain maupun dalam bentuk yang lebih operasional. Selain itu, perlu kerja sama
intelijen dan patroli terkoordinasi, seperti yang dilakukan Indonesia dengan
Malaysia dan Filipina di perairan Sulawesi dan Sulu. Program Our Eyes yang
diinisiasi Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu misalnya, dan didukung lima
negara anggota ASEAN lainnya, juga dapat dikembangkan untuk mengantisipasi
beragam ancaman keamanan. ●
|
Saya telah berpikir bahwa semua perusahaan pinjaman online curang sampai saya bertemu dengan perusahaan pinjaman Suzan yang meminjamkan uang tanpa membayar lebih dulu.
BalasHapusNama saya Amisha, saya ingin menggunakan media ini untuk memperingatkan orang-orang yang mencari pinjaman internet di Asia dan di seluruh dunia untuk berhati-hati, karena mereka menipu dan meminjamkan pinjaman palsu di internet.
Saya ingin membagikan kesaksian saya tentang bagaimana seorang teman membawa saya ke pemberi pinjaman asli, setelah itu saya scammed oleh beberapa kreditor di internet. Saya hampir kehilangan harapan sampai saya bertemu kreditur terpercaya ini bernama perusahaan Suzan investment. Perusahaan suzan meminjamkan pinjaman tanpa jaminan sebesar 600 juta rupiah (Rp600.000.000) dalam waktu kurang dari 48 jam tanpa tekanan.
Saya sangat terkejut dan senang menerima pinjaman saya. Saya berjanji bahwa saya akan berbagi kabar baik sehingga orang bisa mendapatkan pinjaman mudah tanpa stres. Jadi jika Anda memerlukan pinjaman, hubungi mereka melalui email: (Suzaninvestment@gmail.com) Anda tidak akan kecewa mendapatkan pinjaman jika memenuhi persyaratan.
Anda juga bisa menghubungi saya: (Ammisha1213@gmail.com) jika Anda memerlukan bantuan atau informasi lebih lanjut