Kapasitas
Pembangkit China
Tumiran ; Anggota Dewan Energi Nasional; Akademisi UGM
|
KORAN
SINDO, 22 Desember 2017
Kapasitas terpasang di
China, menurut informasi berkembang sangat cepat, sejak 2012 pertumbuhan
kapasitas pembangkit China bertambah 14% per tahun dari kapasitas terpasang
dan mencapai kapasitas total sebesar 1.245 GWe pada 2014.
Data dari China Electricity
Council, instalasi terpasang pembangkit pada akhir 2015 telah mencapai 1.521
GWe dan meningkat menjadi 1.645 GWe pada 2016.
Dalam 2012 sampai 2016
telah terjadi peningkatan kapasitas pembangkit yang sangat drastis, angka yang sangat fantastis bila dilihat
oleh kita di Indonesia.
Pada 2016, komposisi pembangkit fosil mencapai 1054
GWe dengan produksi energi mencapai 4.289 TWH, pembangkit hidro mencapai 332
GWe dengan produksi energi mencapai 1.181 TWH, nuklir dengan gross kapasitas
33.6 GWe memproduksi energi mencapai 213 TWH, pembangkit wind power mencapai 149 GWe dengan produksi energi
mencapai 241 TWH dan pembangkit panel surya mencapai 77 GWe dengan total
produksi energi mencapai 77 GWe.
Saat ini China diketahui
sebagai negara yang unggul mengembangkan dan memanfaatkan pembangkit dengan
teknologi super critical dan ultra
critical. Pada 2013, China menghabiskan batu bara tidak kurang dari 4,3
miliar ton, lebih dari setengah kebutuhan dunia, dan pada 2020 diharapkan
kebutuhan batu bara akan menurun dan batas yang dapat ditekan menjadi 3,5
miliar ton per tahun.
Memperhatikan statistik
data energi yang diproduksi dari masing-masing jenis pembangkit sumber PV
(panel Surya) memiliki EAF yang paling rendah, disusul oleh wind power. PLTN
memiliki EAF yang paling tinggi bersama hidro dan fosil.
Perhatikan juga PLTS
dengan kapasitas total 77 GW hanya menghasilkan energi output total sebesar 66 TWH, sementara PLTN dengan
kapasitas total 33,6 GW menghasilkan energi output kumulatif mencapai 213 TWh.
Kalau dilihat angka
kumulatif energi output berdasarkan
data China, untuk menyetarakan energi listrik yang dihasilkan oleh 33,6 GWe
PLTN-nya diperlukan sekurang kurangnya 248 GWe PV.
Untuk menyamai fungsi
diperlukan baterai. Berapa TWh baterai diperlukan dan berapa volume baterai
diperlukan. Berapa Biaya yang diperlukan untuk investasi 248 GWe tersebut.
Perhitungan masih kasar yang perlu di kalkulasi lebih detil.
Selain ini karakteristik
energi matahari yang intermittent, tentu sulit menandingi atau menggantikan
fungsi energi yang bersifat continuous
seperti energi fosil (batu bara, gas) dan energi baru nuklir.
Bidang nuklir saat ini
China memiliki 37 nuklir reaktor dan 20 unit sedang dalam konstruksi, dan
direncanakan pada 2020-2021 kapasitas pembangkit nuklir akan mencapai 58 GWe
dan direncanakan akan bertambah menjadi 150 GWe pada 2030 dan akan lebih
banyak lagi tambahannya pada 2050.
Yang mendorong China
mempercepat pembangunan pembangkit nuklir besar besaran adalah faktor polusi
akibat pembangkit batu bara yang sangat besar jumlahnya yang menyerap batu
bara saat ini telah lebih dari 4 miliar ton per tahunnya.
Teknologi nuklir yang
diadopsi China adalah teknologi Barat yang dimodifikasi sendiri. Kebijakan
yang dilakukan China terhadap nuklir adalah berambisi menjadi pengekspor
teknologi nuklir beserta peralatan komponen pendukungnya dan ambisi
berkontribusi untuk mengurangi emisi.
Berdasarkan rencana NEA
yang diumumkan pada November 2016, pada tahun 2020 pembangkit batu bara akan
dibatasi menjadi 1.100 GWe, dengan menunda proyek PLTU sebesar 150 GWe dan
pembangkit gas diprediksi menjadi 110 GWe, solar 110 GW, hidro 340 GWe, angin
(wind power) mencapai 210 GWe, dan nuklir mencapai 58 GWe.
Konsumsi listrik di China
saat ini telah mencapai hampir 3.900KWh/kapita. Mereka merencanakan pada
2030, konsumsi listrik per kapita akan mencapai 5.50 KWh/kapita, dan pada
2050 diproyeksikan akan mencapai konsumsi 8.500 KWh/kapita.
Hal yang sangat menarik
dan perlu diadopsi oleh kita di Indonesia, awalnya China untuk pembangunan
pembangkit, transmisi, dan distribusi listrik, termasuk turbin, generator,
power transformer adalah menggunakan
teknologi dari luar China.
Secara berahap, dengan
strategi politik yang jitu dalam skenario besar serta penyiapan manajemen
SDM, saat ini China telah mampu mandiri di bidang sektor ketenagalistrikan.
Pembuatan pembangkit
listrik dengan berbagai variasi, yang awalnya teknologinya masih menggunakan
teknologi konvensional yang proses pembakaran batu bara menghasilkan emisi
besar, saat ini China telah mampu membuat PLTU batu bara dengan kriteria
Super dan Ultra Critical yang lebih efisien dan nyata.
Semua dikerjakan mulai
desain dan manufaktur serta EPC oleh bangsa ini sendiri. Demikian juga dengan
industri pendukung untuk transmisi, trafo baik tegangan rendah, tinggi dan
ultratinggi 1000 KV, telah mampu dibuat oleh mereka.
Refleksi ini mestinya
dapat menjadi pembelajaran buat kita di Indonesia. Sudah waktunya kebutuhan
energi listrik yang terus meningkat, harus ditopang dengan pengembangan
teknologi yang di transformasikan di dalam negeri untuk bias menjadi bangsa
yang mandiri sehingga memiliki ketahanan pembangunan infrastruktur energi.
Ruang politik, kebijakan,
dan implementasi diharapkan melekat pada para pengambil keputusan. Dewan
Energi Nasional yang telah menyusun KEN dan menetapkan RUEN telah mengarahkan
untuk kemandirian di sektor energi, mulai hulu, dan pembangunan infrastruktur
pendukungnya diarahkan untuk memperkuat industri domestik, menciptakan
lapangan kerja, dan menjadikan bangsa Indonesia untuk mampu berkarya.
Kebijakan dan arahan
tersebut mestinya diikuti oleh sektor implementor. Tanpa adanya keinginan
implementasi oleh sektor implementor, kebijakan dan arahan yang telah disusun
DEN dan telah menjadi dokumen negara dalam bentuk PP No &9/2014 dan RUEN
dalam bentuk Perpres No 22/2017, hanya akan menjadi dokumen dalam bentuk
tulisan. Marilah kita gerakkan untuk mandiri.
Pertanyaan yang
menggelitik selama kunjungan singkat tersebut adalah mengapa China membangun
infrastruktur listrik secara besar besaran dan percepatannya sangat luar
biasa untuk ukuran kita di Indonesia.
Pada 2015 akhir total
kapasitas terpasang sudah mencapai 1.520 GW dan sangat fantastis pada akhir
2016, jumlah kapasitas pembangkit yang telah terpasang mencapai 1.645 GW, ada
penambahan 125 GW pada 2015 akhir sampai 2016 akhir, angka yang sangat
fantastis.
Menurut informasi yang
diterima, pembangunan besar infrastruktur listrik tersebut, adalah selain
untuk melistriki semua warganya, juga adalah menjamin pasokan listrik yang
andal, berlanjut, dan ekonomis untuk menggerakkan sektor industri dan bisnis.
Sektor industri dan bisnis
memerlukan jaminan pasokan yang berkelanjutan. Sehingga di dalam perencanaan
listrik, mereka tidak total mengikuti pertumbuhan ekonomi pada awalnya,
tetapi infrastruktur listrik dibangun untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi
dengan menggerakkan sektor hilir untuk menghasilkan produk-produk industri
memenuhi kebutuhan dalam negeri dan ekspor, mempercepat penciptaan lapangan
kerja untuk rakyatnya berbasis pengetahuan dan keterampilan.
Hal yang menarik kebutuhan
listrik yang meningkat yang membutuhkan infrastruktur ditopang oleh penguatan
dan kemandirian industri domestik. Mereka berusaha melakukan reverse
engineering dan hasil jiplakan produk
luar, dilakukan modifikasi dan rekayasa sampai mereka kuasai dan dilanjutkan
dengan pabrikasi sendiri.
Usaha ini sepertinya ada
di dalam skenario negara yang bersinergi dengan BUMN dan warganya. Semua
produk tersebut, pemakai, dan implementornya adalah perusahaan domestik
(BUMN) negara dan dilakukan perbaikan dan penyempurnaan sampai produknya
dapat menjadi produk ekspor. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar