Akun
Saya Diblokir Facebook
Hasanudin Abdurakhman ; Cendekiawan; Penulis;
Kini menjadi seorang
profesional di perusahaan Jepang di Indonesia
|
DETIKNEWS,
15 Januari
2018
Bagi saya Facebook itu
media sosial yang sangat menjengkelkan. Facebook tidak adil, tidak
demokratis. Seenaknya saja mereka, orang-orang yang bekerja di Facebook
memblokir akun saya. Selama masa pemblokiran, saya tidak bisa memuat sesuatu
di linimasa. Tidak bisa menulis, kirim foto, atau video. Bahkan, sekadar
berkomentar pun tak bisa. Sungguh menjengkelkan.
Lebih menjengkelkan lagi,
itu tidak terjadi hanya sekali. Pernah dalam setahun saya kena hukuman 3
kali, masing-masing selama sebulan. Artinya 1/4 dari waktu setahun itu saya
lewatkan sebagai terhukum. Menjengkelkan, bukan?
Apa salah saya? Saya
merasa tidak salah. Yang salah adalah pembaca tulisan saya, dan reviewer
Facebook. Tulisan-tulisan yang membuat saya kena sanksi adalah tulisan
sarkasme. Saya misalnya, menyebut kafir dengan nada kasar, untuk menyindir
orang-orang yang suka memaki dengan kata itu.
Masalahnya, tidak semua
orang sanggup menangkap pesan yang disampaikan dengan gaya bahasa sarkasme.
Yang bisa ditangkap oleh mereka adalah hanya yang tersurat, bukan yang
tersirat. Maka mereka melaporkannya sebagai pelanggaran Standar Komunitas
Facebook. Lalu pihak Facebook mengambil tindakan.
Pernah saya protes kepada
orang yang bekerja di Facebook, melalui kawan saya yang mengenalnya.
"Ini kan cuma sarkasme," protes saya. Maaf, kata dia, kami tidak
bisa membedakan mana yang sarkasme atau bukan. Ya, bukan salah mereka juga.
Sarkasme umumnya hanya bisa dideteksi kalau kita kenal betul dengan penyampai
pesan.
Sarkasme adalah bentuk
komunikasi high context, di mana makna pesan sangat tergantung pada konteks
hubungan antara penyampai dan penerima pesan. Dalam hal komunikasi di
Facebook, kecil kemungkinan itu bisa terjadi.
Yang saya lakukan adalah
mengalah. Meski jengkel karena merasa kebebasan berekspresi saya dibatasi,
saya patuh. Saya tidak lagi menulis kata-kata kasar dengan maksud sarkastis.
Hasilnya, akun saya tidak lagi diblokir.
Di luar sana ada
orang-orang yang juga jengkel setengah mati pada Facebook. Mereka juga suka
memaki dengan kata kafir. Tidak cuma makian terkait agama, tapi juga suku,
ras, kelompok, dan sebagainya. Bedanya dengan saya, mereka tidak sedang
berkomunikasi dengan gaya sarkasme. Mereka memaki karena mereka memang ingin
memaki.
Bagi orang-orang ini,
memaki adalah menyampaikan kebenaran. Itu dakwah, itu ibadah bagi mereka.
Mereka sedang berbuat baik, menyampaikan kebaikan. Mereka sedang membangun
dan mempertahankan NKRI, agar tidak dikuasai oleh kafir, asing, dan aseng,
beserta antek-anteknya. Sama seperti saya, Facebook memperlakukan mereka
dengan tidak adil. Facebook memblokir akun-akun mereka.
Perjuangan kelompok ini
terlalu rumit untuk dipahami oleh orang-orang Facebook yang kafir, asing, dan
aseng. Bukan cuma tidak paham, Facebook memang hendak memusuhi mereka. Karena
itu tidak mungkin Facebook membela mereka. Facebook memusuhi mereka.
Tak heran bila orang-orang
ini protes. Mereka protes pada kezaliman musuh mereka. Mereka protes pada
Facebook yang mereka benci. Facebook yang ingin mereka boikot. Sungguh, Facebook
itu musuh yang zalim!
Sungguh menjengkelkan!
Facebook itu berlaku sewenang-wenang, melebihi aparat hukum. Aparat penegak
hukum saja tidak menindak mereka. Aparat lebih sering diam melihat tindakan
mereka. Mungkin karena aparat maklum, bahwa mereka sedang menyampaikan
kebenaran. Menindak orang yang sedang menyampaikan kebenaran adalah sebuah
kesalahan. Maka, mereka memilih untuk membiarkan. Ini kok Facebook berani
menindak dan menghukum mereka.
Bahkan Tuhan pun tidak
begitu caranya. Kalau kita berbuat dosa, Tuhan biasanya tidak langsung
menghukum. Tuhan masih menunggu sampai hari pembalasan kelak. Sementara itu,
kita masih bisa meneruskan perbuatan kita tadi. Ini kok Facebook langsung
ambil tindakan menghukum dan membungkam. Tanpa ampun.
Padahal kami ini benar.
Padahal kami ini tidak salah. Padahal kami ini berjuang untuk kebaikan dan
kebenaran. Kami berjuang agar kalian tidak sesat. Termasuk orang-orang di
Facebook itu. Agar mereka bisa benar seperti kami. Agar hidup mereka tenang
dan damai seperti kami. Agar mereka kelak masuk surga bersama kami. Kenapa
kami tidak boleh melakukannya? Kenapa? Begitulah protes dan keluhan mereka.
Saya memilih untuk
memahami cara kerja Facebook. Saya patuh, dan saya berhenti protes.
Orang-orang ini tentu tidak mungkin patuh pada Facebook yang kafir, asing,
dan aseng itu. Saya yakin mereka akan membuat perhitungan. Saya akan senang
kalau mereka nanti melakukannya. Dendam saya akan ikut terbalaskan. Saya
yakin mereka akan mengerahkan cyber army, untuk beramai-ramai melaporkan akun
Mark Zuckerberg, sampai akun itu tumbang. Itu akan jadi pembalasan dendam
yang setara. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar