Testimoni
Imam Masjid Rawdhah
Zuhairi Misrawi ; Intelektual Muda Nahdlatul
Ulama;
Analis Pemikiran dan
Politik Timur-Tengah di The Middle East Institute, Jakarta
|
DETIKNEWS,
30 November
2017
Harian terkemuka Mesir Al-Ahram menurunkan
wawancara dengan Syaikh Muhammad Abdul Fattah Rizieq, imam dan khatib masjid
yang selamat dalam aksi berdarah di Masjid Rawdhah, Bir el-Abd, Sinai Utara.
Penuturannya menjadi testimoni yang bisa menggambarkan sejauh mana kebiadaban
serangan yang dilakukan oleh kelompok ekstremis wilayah Sinai, salah satu
kelompok yang berafiliasi dengan Islamic State of Iraq and Syria (ISIS)
Menurut Fattah, serangan berlangsung saat ia
menyampaikan khotbah. Lalu terdengar ledakan dari luar masjid. Tidak lama
setelah itu, beberapa orang masuk ke masjid menembak secara membabi-buta
terhadap para jemaah yang sedang mendengarkan khotbah. Akibatnya, para jemaah
berhamburan keluar dari jendela, dan sebagian lagi mencari perlindungan di balik
mimbar.
Ia melihat dengan kasat mata, para penyerang
menembak siapapun yang masih hidup, dan bahkan terus memberondong dengan
tembakan berkali-kali hingga jemaah tidak bernyawa. "Saya melihat wajah
dan jasad para jemaah berlumuran darah. Yang teringat dari pandangan saya
adalah Muhammad Salim, Hamdan, dan orang tua renta yang duduk di kursi,"
ujarnya.
Fattah bisa selamat dari kekejian para
teroris setelah aparat kepolisian dan tentara berhasil mengendalikan masjid,
para teroris tunggang-langgang meninggalkan masjid. Ia berada di tumpukan
paling bawah para jasad yang sudah dibombardir dengan peluru yang amat
mematikan. Tidak lama setelah itu para warga berdatangan memberikan
pertolongan terhadap korban, baik yang sudah tewas maupun luka-luka.
Peristiwa keji ini secara cepat menjadi
viral di dunia. Semua terperangah tidak percaya. Ada orang-orang yang mengaku
beragama, tetapi justru membunuh orang-orang yang beragama. Bagaimana mungkin
itu bisa terjadi?
Selain itu, Fattah juga menegaskan bahwa
Masjid Rawdhah adalah masjid yang sama dengan masjid yang lainnya, hanya
digunakan sebagai tempat salat dan pengajian keagamaan. Tidak benar jika
Masjid Rawdhah merupakan masjid untuk tarekat sufi. Untuk kegiatan para sufi,
ada tempat khusus yang digunakan untuk kegiatan dzikir dan hadrah. Masjid
hanya digunakan untuk tempat salat dan kajian keagamaan untuk warga di
sekitar.
Yang menarik dari penuturan Fattah
selanjutnya, ia meminta kepada Menteri Urusan Wakaf yang bertanggung jawab
penuh atas masjid-masjid di seantero Mesir agar dirinya diizinkan kembali
aktif untuk menjadi imam dan khatib di Masjid Rawdhah. Ia menyatakan, sebagai
orang yang beriman, ia tidak pernah takut pada ancaman para teroris. Toh,
ajal sudah dicatat Tuhan. Bahkan, ia ingin sekali menjadi mati syahid,
mengikuti jejak 305 warga yang wafat dalam aksi kejam para teroris itu.
Sekali lagi, testimoni imam dan khatib
Masjid Rawdhah di atas semakin menegaskan betapa biadabnya para teroris yang
dengan sengaja melakukan pembunuhan terhadap orang-orang yang sedang
beribadah, melaksanakan Salat Jumat. Yaitu salat di hari yang mulia, hari
hajinya orang-orang fakir-miskin.
Maka dari itu, tragedi berdarah tersebut
telah melukai Islam sebagai agama yang menjunjung tinggi manusia dan
kemanusiaan. Apalagi tragedi Masjid Rawdhah ini merupakan tragedi berdarah
dengan korban yang paling besar dalam sekian aksi terorisme di Mesir.
Kapasitas masjid sekitar 400 jemaah. Ada 305
jemaah yang tewas, artinya para teroris memang mempunyai intensi untuk
membunuh para jemaah. Pertanyaannya, kenapa mereka begitu tega untuk membunuh
orang-orang yang ingin melaksanakan Salat Jumat?
Peristiwa berdarah di Masjid Rawdhah ini
semakin membuktikan bahwa para teroris sebenarnya jauh dari nilai-nilai luhur
agama. Mereka salah dalam memahami agama. Bahkan mereka telah memperburuk
citra Islam yang mengajarkan kasih sayang, kedamaian, keseteraan, dan keadilan.
Menurut Najih Ibrahim (2017), kita semakin
tahu bahwa ISIS dan para pendukungnya tidak ada kaitannya dengan agama,
akhlak, dan kasih sayang. Mereka hanyalah komplotan kaum penjahat yang
berhati keras. Mereka hanya mengkafirkan orang-orang yang dianggap berbeda
pandangan dengan mereka. Dan, tentu mereka jauh dari esensi ajaran Islam.
Oleh karena itu, dalam lanskap yang lebih
luas, sebenarnya kita tidak boleh lengah, bahwa ISIS masih eksis. Mereka
terpuruk di Irak dan Suriah akibat gempuran dari negara-negara adidaya,
tetapi jaringan mereka terus bergeliat. Peristiwa mematikan di Sinai Utara
ini semakin mengukuhkan bahwa ISIS masih menjadi ancaman serius bagi keamanan
global.
Terkait tidak adanya pengakuan secara resmi
dari ISIS, banyak pihak yang memandang bahwa di lingkaran internal ISIS
Wilayah Sinai telah terjadi perpecahan dan perbedaan pendapat. Di antara
mereka ada yang tidak setuju dengan serangan ke Masjid Rawdhah. Sebagai orang
yang pernah belajar di Mesir, saya mengetahui betul bahwa solidaritas sesama
warga Mesir sangat besar, apalagi sesama Muslim. Tidak ada alasan apapun,
dari al-Quran dan Hadis, bahkan hati nurani yang membolehkan pembunuhan.
Namun, ideologi ekstrem telah menjadikan
ISIS Wilayah Sinai kehilangan hati nurani untuk sekadar mengendalikan diri
dari segala niat dan tindakan kejahatan, seperti membunuh orang-orang yang
sedang beribadah. Semua warga Mesir marah besar karena para pelaku
penyerangan sama sekali tidak membuktikan diri sebagai warga Mesir yang
beragama, beradab, dan berakal budi.
Meskipun demikian, yang mengagumkan adalah
testimoni Imam Masjid yang ingin segera kembali ke Masjid Rawdhah di atas
begitu inspiratif. Ia menolak untuk takut pada ancaman kaum ekstremis. Ia
ingin segera kembali ke masjid untuk menunaikan tugas sebagai imam dan
khatib.
Setiap teroris bertujuan untuk menciptakan
ketakutan, teror. Tapi imam dan khatib yang menjadi saksi dalam aksi barbar
tersebut sama sekali tidak takut pada ulah teroris.
Secara implisit ia mengajak para warga yang
berada di sekitar Masjid Rawdhah untuk terus memakmurkan masjid sebagai
wahana pencerahan umat. Dan, tentu semua harus mengambil pelajaran yang
sangat berharga bahwa ketika agama tidak dipahami dengan benar, maka akan
berubah menjadi justifikasi untuk tindakan kejahatan dan kekerasan yang bisa
merenggut nyawa orang-orang yang tidak berdosa. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar