RI Harus Bicara

RI Harus Bicara Abdullah Syam ;  Ketua Umum Lembaga Dakwah Islam Indonesia

                                                   JAWA POS, 18 Desember 2017

                                                           

MENGAPA dunia bereaksi keras terdahap Israel dan AS? Israel dalam kehidupan dunia modern yang berdinamika masih menginterpretasikan Jerusalem sebagai ibu kotanya. Bahkan, PM Israel Benjamin Netanyahu menyebut dalam kitab Taurat –sebagaimana diberitakan media massa– bahwa Jerusalem adalah tanah yang dijanjikan Allah kepada Bani Israil. Alquran juga mengakui bahwa Jerusalem merupakan tanah yang dijanjikan Allah kepada Bani Israil, selepas mereka terbebas dari penjajahan Mesir di bawah kekuasaan Firaun (Al Maidah ayat 21–26).  Namun, dalam epik itu, Bani Israil menolak perintah Musa untuk memasuki Jerusalem, karena telah dikuasai bangsa Amaliq yang menolak eksodus Bani Israil. Saat Allah memerintah Bani Israil memerangi bangsa Amaliq, sebagian besar Bani Israil menolak dan balik menyuruh Musa memerangi bangsa Amaliq. Akhirnya, Allah menyesatkan Bani Israil selama 40 tahun. Saat Bani Israil berkuasa sekian lama di Jerusalem, Raja Babilonia Nebukadnezar berhasil merebut Jerusalem dan menawan lebih dari 500.000 orang (587–571 SM). Lalu, Jerusalem silih berganti dikuasai bangsa Persia, Roma, dan Islam (pada era Khalifah Umar bin Khattab, Jerusalem merupakan bagian dari kekuasaan Islam), hingga akhirnya Tentara Salib menguasai Jerusalem pada 1099. Setelah 88 tahun di bawah pemerintahan raja-raja Kristen, pada 2 Oktober 1187, Saladin atau Salahudin Al Ayub menguasai kembali Jerusalem dan menjadi wilayah kekuasaan Kesultanan Mesir. Sejatinya, pada 1947, PBB telah menetapkan wilayah Palestina sebagai jajahan Inggris, dibagi dua dengan komposisi 55 persen untuk kaum Yahudi, sementara 35 persen untuk Palestina. Dalam keputusan itu, Jerusalem dijadikan kota internasional dan terbuka untuk tiga agama. Namun, pada 1967, Israel merebut Tepi Barat dan Jerusalem Timur dari Jordania saat perang enam hari dengan negaranegara tetangganya. Setelah itu, Israel juga mencaplok Jerusalem Timur. Baik Israel maupun Palestina menginginkan Jerusalem sebagai ibu kota. Hal inilah yang menghambat proses perdamaian. Selain itu, lebih dari 400 ribu warga Israel tinggal di permukiman ilegal di Tepi Barat. Komunitas internasional memandang permukiman tersebut sebagai halangan besar terwujudnya kedamaian di Timur Tengah. Proses perdamaian ini juga kian tersendatsendat karena pemerintahan Netanyahu lebih memihak kepada kelompok sayap kanan –yang tak pernah ditemui pada era perdana menteri sebelumnya. Tentu saja, kesewenang-wenangan Israel kontradiktif dengan janji-janji berdirinya sebuah negara Yahudi bernama Israel, sebagai negeri yang menghormati keberagaman. Terbukti kekerasan demi kekerasan menimpa umat Islam dan Kristen. Inilah yang mengharuskan Indonesia berbicara banyak dalam proses perdamaian Palestina dan Israel sekaligus menolak klaim Israel atas Palestina. Aksi damai 17 Desember merupakan bentuk gerakan suara Indonesia yang menolak pendudukan Israel. Berbagai kepentingan di Jerusalam mengharuskan kota tersebut sebagai kota internasional di bawah kendali PBB. Klaim Israel yang menyandarkan diri pada Taurat harus dilihat dari berbagai aspek. Merujuk surah Al Maidah (ayat 21–26), bangsa Israel diperkenankan masuk ke Jerusalem dengan catatan mereka beriman. Penolakan Bani Israil pada era Nabi Musa untuk memasuki Jerusalem dan menolak memerangi bangsa Amaliq merupakan manifestasi dari pembangkangan dan ketidakberimanan kepada Allah. Dari sisi religi, Israel tidak layak untuk mengklaim Jerusalem. Sedangkan dari sisi kesejarahan, Jerusalem merupakan wilayah yang diklaim silih berganti oleh berbagai penguasa. Artinya, monopoli Israel atas Jerusalem hanyalah tujuan politik atau hasrat menjajah bangsa atas nama agama. ●