Saldi
Isra Dulu, Sekarang, dan Nanti
Andi Saputra ; Pemerhati Hukum
|
DETIKNEWS,
15 November
2017
Usai seminar ditutup, lima
pembicara turun panggung. Satu di antaranya hakim konstitusi Saldi Isra.
Peserta seminar pun menghambur meminta foto bersama dengan bintang mantan
Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud MD. Bagaimana dengan Saldi? Ia memilih
menyisih menghindari kerumunan.
Pemandangan tersebut terekam
dalam rangkaian Konferensi Nasional Hukum Tata Negara (KNHTN) ke-4 yang
diselenggarakan oleh Asosiasi Pengajar Hukum Tata Negara dan Hukum
Administrasi Negara (APHTN-HAN), Pusat Pengkajian Pancasila dan Konstitusi
(Puskapsi) Universitas Jember, dan Pusako Universitas Andalas di Jember pada
10-13 November 2017 lalu.
Tiba-tiba saja, seorang peserta
seminar dari Purwokerto, Jawa Tengah sedikit berlari mendekati Saldi Isra,
meminta waktu foto bersama berdua. Saldi kaget, dan memilih menggelengkan
kepala.
"Beliau sudah jadi hakim
konstitusi, secara etik nggak etis mau foto berdua," bisik seorang
peserta lainnya memberitahu.
Akhirnya Saldi baru mengiyakan
foto bersama beramai-ramai dengan peserta lain. Namun, perlahan Saldi
beringsut dari kerumunan dan memilih bergegas meninggalkan aula seminar.
Bagaimana saat ia ditanya di
forum seminar? Saldi kini irit bicara, bukan lagi Saldi yang dulu, seorang
pengamat hukum tata negara yang kritis dan vokal.
Jawabannya sangat normatif.
Hakim bicara lewat putusannya, mungkin adagium tersebut yang paling mendekati
alasan pembenar mengapa Saldi kini tidak se-"vokal" dahulu kala.
Sehari sebelumnya, saat Saldi
mendarat di Bandara Notohadinegoro, Jember ia juga memilih berjalan
menyendiri. Di saat rombongan lain disambut oleh pejabat setempat dengan
diberi kalung bunga selamat datang, Saldi memilih melipir. Ia bergegas
meninggalkan kerumunan dan buru-buru masuk ke ruang tunggu.
Sejurus kemudian, Saldi menuju
mobil yang menjemputnya dan bergegas meluncur ke hotel tempat ia menginap.
Saldi memilih berdiam di hotel, dan tidak ikut welcome lunch yang diadakan oleh panitia setempat di rumah dinas
Bupati Jember. Saldi baru berbaur saat pembukaan konferensi pada malam
harinya di kantor Pemkot Jember.
Tindak-tanduk Saldi sebagai
hakim di atas seakan menjaga konsistensi pikirnya sebelum menjadi penjaga
konstitusi. Dalam berbagai kesempatan, Saldi begitu keras menyerukan
pentingnya etika hakim, dan etika hakim di atas segalanya.
Setahun sebelumnya, di Jember
pula, Saldi menyatakan soal adanya krisis etika hakim di Indonesia. Saldi
menceritakan, seorang hakim Amerika Serikat menyatakan bahwa hal yang paling
berat menjadi hakim adalah mempertahankan citra di hadapan publik bahwa
dirinya masih independen dan mandiri.
Maka, cara yang dilakukan
adalah membatasi diri dalam pergaulan sosial. Masyarakat sebisa mungkin tidak
boleh memiliki kecurigaan kepada hakim.
Hubungan hakim agung dengan
Presiden Amerika Serikat hanya terjadi sekali yaitu saat pengambilan sumpah
presiden di Gedung Putih. Gaji hakim agung di Amerika Serikat hanya setengah
dari gaji Presiden Amerika Serikat.
"Hakim juga harus bisa
menjaga waktu ruang publiknya," tutur Saldi dalam Konferensi Hukum
Nasional (KHN) pada Desember 2016.
Dalam kesempatan menjadi panelis
seleksi hakim agung pada 2012, Saldi mencecar para calon soal pentingnya
etika hakim. Saldi mengutip adagium yang berbunyi "seorang hakim
dilarang menerima bantuan payung dari orang lain meski ia kehujanan".
Pendiri Pusako Universitas
Andalas, Padang itu juga menyatakan bahwa hendaknya hakim makan tidak di area
kantornya, dan berjalan beberapa blok dari tempat kerjanya. Semuanya untuk
menghindari konflik kepentingan yang berpotensi muncul di belakangan hari
dengan orang yang telah memberi "bantuan payung" atau pemilik
kantin.
Dalam tulisan lainnya, Saldi
menyatakan bahwa hakim konstitusi lebih berat daripada hakim agung. Sebab,
hakim konstitusi memiliki syarat negarawan, sedangkan hakim agung tidak.
Untuk menafsirkan syarat
negarawan, Saldi menyitir pendapat Presiden Filipina, Manuel L Quezon, "My loyalty to my party ends when my
loyalty to my country begins." Sementara itu, sebagiannya memberikan
pandangan lebih sederhana, negarawan
adalah orang yang selesai dengan urusan dunianya.
Secara sederhana, hakim
konstitusi harus sosok yang mampu menjaga dan meletakkan arti penting
kehadiran dan keberadaan Mahkamah Konstitusi (MK) dalam desain besar
kekuasaan kehakiman.
Sebagai penjaga konstitusi (the guardian of the constitution),
hakim MK haruslah sosok yang memiliki keinginan tak terbatas untuk menjaga
marwah MK. Hakim MK harus bisa menjaga diri dari segala godaan, baik materi
maupun dengan kepentingan poros politik tertentu. Begitu mulai tergoda, hakim
MK tidak saja sedang melangkah mempertaruhkan posisi dan kredibilitas
institusi MK, tetapi sekaligus mempertaruhkan keberlangsungan kewibawaan
konstitusi.
Saldi memang belum cukup satu
tahun menjadi hakim konstitusi, dari lima tahun masa jabatannya. Saldi masa
lalu dan masa kini haruslah menjadi garansi seperti apa Saldi masa depan.
Takdir zamanlah yang akan membuktikannya. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar