Selasa, 21 November 2017

Pelajaran dari LPDP

Pelajaran dari LPDP
Muhammad Firdaus ;  Guru Besar FEM IPB
                                                 REPUBLIKA, 12 November 2017



                                                           
Potensi SDM Indonesia

Sangat disadari kita masih memiliki ketertinggalan dalam pengembangan sumberdaya manusia. Hal ini berdampak pada pertumbuhan sekaligus pemerataan kesejahteraan masyarakat. Sampai saat ini ekonomi nasional masih bertumpu pada produksi komoditas dengan teknologi bukan advanced.

Pada tahun terakhir, CPO menjadi penyumbang devisa terbesar bagi Indonesia, yang belum dapat disebut sebagai  produk hasil teknologi tinggi. Masih lebih dari seratus turunan produk yang dapat dibuat dari CPO, namun kita belum sepenuhnya mampu. Tentu banyak faktor lain, namun penguasaan teknologi menjadi determinan terpenting.

Dalam suatu riset kami mencoba memetakan negara-negara yang mengekspor porduk “high-tech” seperti komputer dan komponennya; produk kesehatan dan peralatan laboratorium dll. Untuk nilai ekspor berbagai produk tersebut, China menempati posisi teratas melampai Jepang, USA dan Jerman.

Dalam grafik yang sama, pada posisi yang jauh di bawah terlihat beberapa negara sedang berkembang seperti Brazil, Malaysia dll. Indonesia hampir tidak terlihat sama sekali karena berhampiran dengan sumbu absis.

Kemampuan mendapatkan nilai tambah dari pengembangan industri hilir merupakan keluaran atas keberhasilan penyelenggaraan pendidikan tinggi di suatu negara. Tidak aneh bila dikatakan kita masih seperti pada zaman kolonialisme, dimana sebagian besar yang kita ekspor adalah barang mentah atau setengah jadi.

Di sisi lain banyak industri kimia dan farmasi dengan import content lebih dari 80 persen. Berapa banyak publikasi ilmiah atau jumlah paten adalah juga indkator kemajuan pendidikan tinggi, yang kita masih lebih rendah dari banyak negara lain di ASEAN. Namun seberapa ekonomi kita bertumbuh dengan proses hilirisasi yang tidak bertumpuk di Pulau Jawa saja harusnya menjadi indikator kunci keberhasilan. Ini perlu terus diupayakan.

Eksistensi dan Profesionlisme LPDP

Untuk meningkatkan daya saing SDM Indonesia, khususnya untuk penguasaan IPTEK yang lebih advanced, Pemerintah berkomitmen untuk menganggarkan dana yang besar untuk bidang pendidikan. Salah satu strategi yang ditempuh adalah dengan mengelola secara profesional sebagian dana alokasi APBN sebagai dana abadi (endowment fund).

Sejak tahun 2012 disepakati keberadaan lembaga pengelola yang berada di bawah Kemenkeu dalam bentuk Badan Layanan Umum, yang kemudian dikenal dengan nama Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP). Lembaga ini bekerja dengan landasan dalam mengelola dana tidak boleh terjadi penurunan jumlah dana pokok.

Bahkan harus bertambah karena nilai uang yang terus menyusut, namun tetap harus dapat memenuhi kebutuhan anggaran untuk manajemen dan pelaksanaan program. Sehingga dalam menentukan portofolio investasi, instrumen yang dipilih hanya surat berharga negara atau deposito.

Mencari institusi publik yang berkerja secara profesional di negara ini tidaklah mudah. Banyak contoh berita miring terkait berbagai kasus korupsi, layanan yang tidak prima dll. LPDP menurut saya menunjukkan hal yang sangat berbeda. Setidaknya atas dasar dari keterlibatan saya dalam beberapa tahun terakhir.

Integritas dan profesionalisme terlihat dengan kasat mata.Tentu dengan relatif mudanya usia organisasi ini, berbagai perbaikan terus dilakukan,. untuk selalu menuju kesempurnaan dalam pelayanan kepada anak bangsa.

Saat ini LPDP menggunakan berbagai sumberdaya untuk mengimplementasikan berbagai program seperti beasiswa pendidikan lanjutan ke program master dan doktor; bantuan penyusunan thesis dan disertasi; bantuan dana riset dll.
Tim penyeleksi terdiri dari para akademisi dari berbagai perguruan tinggi di tanah air, yang berasal dari berbagai bidang ilmu dan para psikolog. Tentunya para penyeleksi tersebut disaring berdasarkan riwayat pendidikan dan pekerjaan. Berdasarkan pengamatan saya, rekan-rekan yang terpilih adalah mereka yang terbaik di institusinya masing-masing.

Secara periodik LPDP selalu mengadakan serangkaian workshop bagi para penyeleksi. Mulai dari teknik wawancara, probing sampai kepada aspek-aspek yang ditonjolkan dalam memutuskan apakah kandidat layak lolos atau tidak. Kali pertama saya menjadi peserta workshop saya merasa bangga karena berkumpul bersama orang-orang hebat.

Sempat meminta wefie dengan Ibu Pratiwi Sudarmono yang menjadi favorit saya sejak lama. Kewajiban mengikuti workshop bukan hanya sekali. Setiap tahun penyeleksi lama juga diwajibkan mengkuti karena berbagai kriteria terus berkembang, juga metode seleksinya.

Namun kriteria utama tetap, yaitu nasionalisme dan integritas. Karena LPDP memang dimaksudkan untuk membiayai mereka yang berprestasidanhausilmunamuntidak mampu secara finansial; dengan syarat mereka harus mengabdi bagi negeri pasca menimba ilmu.

Bagi anak-anak muda yang duduk di bangku sarjana, lolos seleksi LPDP adalah mimpi besar mereka. Dua pekan lalu saya mengucapkan selamat kepada tiga alumni yang menjadi finalis seleksi mahasiswa berprestasi di IPB dan juga juara nasional tahun 2016; karena ketiganya lolos seleksi LPDP ke universitas rangking atas dunia.

Meraih impian yang saya pesankan saat mereka akan berkompetisi tahun lalu. Semisal Wageningen adalah impian mereka karena menempati posisi nomor 1 dunia untuk bidang pertanian. Mengikuti jejak kakak kelas mereka yang juga mawapres IPB dan nasional yang sudah lebih dahulu ke sana.

Sampai saat ini saya sangat percaya LPDP profesional dalam melaksanakan tugasnya. Tidak hanya sekali, dalam proses seleksi sering ditemukan sertifikat kemampuan Bahasa Inggris kandidat ternyata palsu; dan teman-teman staf muda LPDP mampu mendeteksinya. Seluruh proses wawancara direkam karena peserta yang tidak lolos berhak tahu bila ingin bertanya di kemudian hari.

Saya pernah menangis saat melakukan seleksi di Aceh, saat mewawancara kandidat yang mempunyai prestasi luar biasa. Bukan hanya karena sering mendengar cerita Tsunami di masa kecil mereka. Seorang kandidat sepanjang kuliah sarjana di Universitas Al-Azhar Kairo, meraih berbagai juara dalam kompetisi selain akademik, mulai cerdas cermat Bahasa Arab, pidato dalam Bahasa Inggris dll. Dengan segudang prestasi luar biasa, kandidat mempunyai satu mimpi besar ke depan.

Awalnya saya menduga mimpinya adalah menjadi Rektor UIN di Ciputat atau Menteri Agama. Namun justru jawabannya membuat hati saya tertohok. Karena kandidat nantinya ingin hidup di desa, Membangun boarding school yang akan menghantarkan anak-anak di Aceh Besar menjadi ilmuwan yang berakhlak mulia. Sungguh menyentuh hati saya, pasca kami minta kandidat mengutarakan mimpinya dalam Bahasa Arab dan Inggris. Luar biasa, mutiara terpendam di ujung barat negeri.

LPDP memang mempunyai banyak jalur beasiswa. Saya sangat suka melakukan seleksi beasiswa afirmasi: kandidat yang berasal dari rumah tangga miskin, alumni bidik misi atau dari daerah 3T. Saat di Papua saya menemukan kandidat yang menyelesiakan sarjana di OSU atas dukungan dana dari AS. Kemampuan kandidat luar biasa (meski waktu tamat SMA kandidat mengaku tidak bisa ber-Bahasa Inggris sama sekali).

Ada relawan yang sudah mengabdi 8 tahun di pedalaman; juga sama: berkemampuan akademik dan bahasa asing yang luar biasa. Tentu saja peraih beasiswa LPDP seperti Gita Gutawa atau Tasya Kamila bukan hanya artis biasa karena untuk masuk ke universitas 10 besar dunia bukan hal yang mudah.

Penutup

Saya mengikuti kegiatan LPDP tidak hanya pada saat seleksi. Beberapa kali saya diundang ke Lapangan Banteng untuk memberikan masukan terhadap mekansime seleksi yang terus disempurnakan; bersama beberapa senior akademisi seperti dari ITB, IPB atau UI yang saya sangat kenal kredibilitasnya.

Diskusi sangat terbuka dan saya menyaksikan bagaimana profesionalisme BoD untuk menerima berbagai kritik dan masukan. Tidak semua institusi publik melakukan hal yang sama dalam proses bisnisnya.

Saat ini Pemerintah sedang menggodok legislasi yang lebih kuat untuk eksistensi LPDP ke dapan. Saya sangat berharap profesionalisme yang ada terus dipertahankan dan ditingkatkan. Dalam beberapa tahun terakhir kampus-kampus besar di Indnonesia didatangi oleh kantor-kantor internasional universitas rangking atas di Australia, Eropa dan AS.

Demikian pula apabila kami dari kampus berkunjung ke sana,secara langusng mereka mengatakan mohon rekomendasikan lulusan atau staf muda kami untuk melanjutkan studi ke sana, karena LPDP sudah memfasilittasi hal ini.

Tentu tak ada gading yang tak retak. LPDP perlu mengevaluasi lebih intensif lulusan yang sudah dibiayai: bagaimana prestasinya? dimana mereka sekarang? Tentu juga dana riset yang sudah dikucurkan; dipersyaratkan sudah pada tahap ujung, apakah sudah didiseminasikan kepada masyarakat?

Saya percaya teman-teman LPDP bekerja dengan hati, setidaknya saat pertama kali saya menyeleksi ke Medan, tidak saengaja duduk di sebelah Dirut LPDP, di kursi kelas ekonomi promo. Tidak banyak pengabdi di institusi publik yang benar kerja.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar