Pelajaran
dari LPDP
Muhammad Firdaus ; Guru Besar FEM IPB
|
REPUBLIKA,
12 November
2017
Potensi SDM Indonesia
Sangat disadari kita masih
memiliki ketertinggalan dalam pengembangan sumberdaya manusia. Hal ini
berdampak pada pertumbuhan sekaligus pemerataan kesejahteraan masyarakat.
Sampai saat ini ekonomi nasional masih bertumpu pada produksi komoditas
dengan teknologi bukan advanced.
Pada tahun terakhir, CPO
menjadi penyumbang devisa terbesar bagi Indonesia, yang belum dapat disebut
sebagai produk hasil teknologi tinggi.
Masih lebih dari seratus turunan produk yang dapat dibuat dari CPO, namun kita
belum sepenuhnya mampu. Tentu banyak faktor lain, namun penguasaan teknologi
menjadi determinan terpenting.
Dalam suatu riset kami mencoba
memetakan negara-negara yang mengekspor porduk “high-tech” seperti komputer
dan komponennya; produk kesehatan dan peralatan laboratorium dll. Untuk nilai
ekspor berbagai produk tersebut, China menempati posisi teratas melampai
Jepang, USA dan Jerman.
Dalam grafik yang sama, pada
posisi yang jauh di bawah terlihat beberapa negara sedang berkembang seperti
Brazil, Malaysia dll. Indonesia hampir tidak terlihat sama sekali karena
berhampiran dengan sumbu absis.
Kemampuan mendapatkan nilai
tambah dari pengembangan industri hilir merupakan keluaran atas keberhasilan
penyelenggaraan pendidikan tinggi di suatu negara. Tidak aneh bila dikatakan
kita masih seperti pada zaman kolonialisme, dimana sebagian besar yang kita
ekspor adalah barang mentah atau setengah jadi.
Di sisi lain banyak industri
kimia dan farmasi dengan import content lebih dari 80 persen. Berapa banyak
publikasi ilmiah atau jumlah paten adalah juga indkator kemajuan pendidikan
tinggi, yang kita masih lebih rendah dari banyak negara lain di ASEAN. Namun
seberapa ekonomi kita bertumbuh dengan proses hilirisasi yang tidak bertumpuk
di Pulau Jawa saja harusnya menjadi indikator kunci keberhasilan. Ini perlu
terus diupayakan.
Eksistensi dan Profesionlisme LPDP
Untuk meningkatkan daya saing
SDM Indonesia, khususnya untuk penguasaan IPTEK yang lebih advanced,
Pemerintah berkomitmen untuk menganggarkan dana yang besar untuk bidang
pendidikan. Salah satu strategi yang ditempuh adalah dengan mengelola secara
profesional sebagian dana alokasi APBN sebagai dana abadi (endowment fund).
Sejak tahun 2012 disepakati
keberadaan lembaga pengelola yang berada di bawah Kemenkeu dalam bentuk Badan
Layanan Umum, yang kemudian dikenal dengan nama Lembaga Pengelola Dana
Pendidikan (LPDP). Lembaga ini bekerja dengan landasan dalam mengelola dana
tidak boleh terjadi penurunan jumlah dana pokok.
Bahkan harus bertambah karena
nilai uang yang terus menyusut, namun tetap harus dapat memenuhi kebutuhan
anggaran untuk manajemen dan pelaksanaan program. Sehingga dalam menentukan
portofolio investasi, instrumen yang dipilih hanya surat berharga negara atau
deposito.
Mencari institusi publik yang
berkerja secara profesional di negara ini tidaklah mudah. Banyak contoh
berita miring terkait berbagai kasus korupsi, layanan yang tidak prima dll.
LPDP menurut saya menunjukkan hal yang sangat berbeda. Setidaknya atas dasar
dari keterlibatan saya dalam beberapa tahun terakhir.
Integritas dan profesionalisme
terlihat dengan kasat mata.Tentu dengan relatif mudanya usia organisasi ini,
berbagai perbaikan terus dilakukan,. untuk selalu menuju kesempurnaan dalam
pelayanan kepada anak bangsa.
Saat ini LPDP menggunakan
berbagai sumberdaya untuk mengimplementasikan berbagai program seperti
beasiswa pendidikan lanjutan ke program master dan doktor; bantuan penyusunan
thesis dan disertasi; bantuan dana riset dll.
Tim penyeleksi terdiri dari
para akademisi dari berbagai perguruan tinggi di tanah air, yang berasal dari
berbagai bidang ilmu dan para psikolog. Tentunya para penyeleksi tersebut
disaring berdasarkan riwayat pendidikan dan pekerjaan. Berdasarkan pengamatan
saya, rekan-rekan yang terpilih adalah mereka yang terbaik di institusinya masing-masing.
Secara periodik LPDP selalu
mengadakan serangkaian workshop bagi para penyeleksi. Mulai dari teknik
wawancara, probing sampai kepada aspek-aspek yang ditonjolkan dalam
memutuskan apakah kandidat layak lolos atau tidak. Kali pertama saya menjadi peserta
workshop saya merasa bangga karena berkumpul bersama orang-orang hebat.
Sempat meminta wefie dengan Ibu
Pratiwi Sudarmono yang menjadi favorit saya sejak lama. Kewajiban mengikuti
workshop bukan hanya sekali. Setiap tahun penyeleksi lama juga diwajibkan
mengkuti karena berbagai kriteria terus berkembang, juga metode seleksinya.
Namun kriteria utama tetap,
yaitu nasionalisme dan integritas. Karena LPDP memang dimaksudkan untuk
membiayai mereka yang berprestasidanhausilmunamuntidak mampu secara
finansial; dengan syarat mereka harus mengabdi bagi negeri pasca menimba
ilmu.
Bagi anak-anak muda yang duduk
di bangku sarjana, lolos seleksi LPDP adalah mimpi besar mereka. Dua pekan
lalu saya mengucapkan selamat kepada tiga alumni yang menjadi finalis seleksi
mahasiswa berprestasi di IPB dan juga juara nasional tahun 2016; karena
ketiganya lolos seleksi LPDP ke universitas rangking atas dunia.
Meraih impian yang saya
pesankan saat mereka akan berkompetisi tahun lalu. Semisal Wageningen adalah
impian mereka karena menempati posisi nomor 1 dunia untuk bidang pertanian.
Mengikuti jejak kakak kelas mereka yang juga mawapres IPB dan nasional yang
sudah lebih dahulu ke sana.
Sampai saat ini saya sangat
percaya LPDP profesional dalam melaksanakan tugasnya. Tidak hanya sekali,
dalam proses seleksi sering ditemukan sertifikat kemampuan Bahasa Inggris
kandidat ternyata palsu; dan teman-teman staf muda LPDP mampu mendeteksinya.
Seluruh proses wawancara direkam karena peserta yang tidak lolos berhak tahu
bila ingin bertanya di kemudian hari.
Saya pernah menangis saat
melakukan seleksi di Aceh, saat mewawancara kandidat yang mempunyai prestasi
luar biasa. Bukan hanya karena sering mendengar cerita Tsunami di masa kecil
mereka. Seorang kandidat sepanjang kuliah sarjana di Universitas Al-Azhar Kairo,
meraih berbagai juara dalam kompetisi selain akademik, mulai cerdas cermat
Bahasa Arab, pidato dalam Bahasa Inggris dll. Dengan segudang prestasi luar
biasa, kandidat mempunyai satu mimpi besar ke depan.
Awalnya saya menduga mimpinya
adalah menjadi Rektor UIN di Ciputat atau Menteri Agama. Namun justru
jawabannya membuat hati saya tertohok. Karena kandidat nantinya ingin hidup
di desa, Membangun boarding school yang akan menghantarkan anak-anak di Aceh
Besar menjadi ilmuwan yang berakhlak mulia. Sungguh menyentuh hati saya,
pasca kami minta kandidat mengutarakan mimpinya dalam Bahasa Arab dan
Inggris. Luar biasa, mutiara terpendam di ujung barat negeri.
LPDP memang mempunyai banyak
jalur beasiswa. Saya sangat suka melakukan seleksi beasiswa afirmasi:
kandidat yang berasal dari rumah tangga miskin, alumni bidik misi atau dari
daerah 3T. Saat di Papua saya menemukan kandidat yang menyelesiakan sarjana
di OSU atas dukungan dana dari AS. Kemampuan kandidat luar biasa (meski waktu
tamat SMA kandidat mengaku tidak bisa ber-Bahasa Inggris sama sekali).
Ada relawan yang sudah mengabdi
8 tahun di pedalaman; juga sama: berkemampuan akademik dan bahasa asing yang
luar biasa. Tentu saja peraih beasiswa LPDP seperti Gita Gutawa atau Tasya
Kamila bukan hanya artis biasa karena untuk masuk ke universitas 10 besar
dunia bukan hal yang mudah.
Penutup
Saya mengikuti kegiatan LPDP
tidak hanya pada saat seleksi. Beberapa kali saya diundang ke Lapangan
Banteng untuk memberikan masukan terhadap mekansime seleksi yang terus
disempurnakan; bersama beberapa senior akademisi seperti dari ITB, IPB atau
UI yang saya sangat kenal kredibilitasnya.
Diskusi sangat terbuka dan saya
menyaksikan bagaimana profesionalisme BoD untuk menerima berbagai kritik dan
masukan. Tidak semua institusi publik melakukan hal yang sama dalam proses
bisnisnya.
Saat ini Pemerintah sedang
menggodok legislasi yang lebih kuat untuk eksistensi LPDP ke dapan. Saya
sangat berharap profesionalisme yang ada terus dipertahankan dan
ditingkatkan. Dalam beberapa tahun terakhir kampus-kampus besar di Indnonesia
didatangi oleh kantor-kantor internasional universitas rangking atas di
Australia, Eropa dan AS.
Demikian pula apabila kami dari
kampus berkunjung ke sana,secara langusng mereka mengatakan mohon rekomendasikan
lulusan atau staf muda kami untuk melanjutkan studi ke sana, karena LPDP
sudah memfasilittasi hal ini.
Tentu tak ada gading yang tak
retak. LPDP perlu mengevaluasi lebih intensif lulusan yang sudah dibiayai:
bagaimana prestasinya? dimana mereka sekarang? Tentu juga dana riset yang
sudah dikucurkan; dipersyaratkan sudah pada tahap ujung, apakah sudah
didiseminasikan kepada masyarakat?
Saya percaya teman-teman LPDP
bekerja dengan hati, setidaknya saat pertama kali saya menyeleksi ke Medan,
tidak saengaja duduk di sebelah Dirut LPDP, di kursi kelas ekonomi promo.
Tidak banyak pengabdi di institusi publik yang benar kerja. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar