Puasa
dan Ibadah Sosial
Salahuddin Wahid ; Pengasuh Pesantren Tebuireng
|
KOMPAS, 09 Juni 2017
Alkisah, suatu ketika Nabi Musa berjalan menuju Bukit
Sinai tempat di mana ia menerima perintah-perintah Tuhan. Dalam perjalanan,
ia bertemu dengan seorang abid (ahli ibadah) yang sedang uzlah (menjauh dari
keramaian). Sang abid yang tahu bahwa Nabi Musa akan menghadap Allah SWT
memohon supaya ditanyakan di surga tingkat berapa ia nanti akan ditempatkan
di akhirat. Nabi Musa bertanya bagaimana sang abid itu begituyakin akan masuk
surga. Sang abid menjawab, ia sudah 40 tahun mengasingkan diri dari hiruk
pikuk dunia. Ia tidak pernah berbuat dosa, hanya berzikir dan beribadah
kepada Allah.
Nabi Musa melapor kepada Allah bahwa di tengah perjalanan
ia bertemu abid yang mohon jawaban di surga tingkat berapakah ia akan
ditempatkan. Jawab Allah: sampaikan kepadanya bahwa tempatnya di neraka.
Nabi Musa pulang dan menemui sang abid yang dengan
semangat dan penuh optimisme lalu bertanya, di lantai berapa tempatnya di
surga. Nabi Musa lama berdiam diri karena sulit menjawab. Lalu Nabi Musa
menjawab bahwa abid itu harus sabar karena akan ditempatkan di neraka.
Sang abid tak percaya dirinya yang sudah beribadah selama
40 tahun harus masuk neraka. Ia lalu berkata, mungkin Nabi Musa salah dengar
dan mengusulkanNabi Musa menghadap Allah lagi dan memastikan di surga tingkat
berapa abid itu akan ditempatkan. Nabi Musa, yang berpikir mungkin dirinya
salah dengar, menghadap Allah lagi.
Nabi Musa matur bahwa ia ingin kejelasan apa benar sang
abid akan dimasukkan ke neraka? Jawab Allah, katakan bahwa tempatnya nanti di
surga. Tadinya Aku mau menempatkannya di neraka karena Aku menciptakan
manusia bukan untuk bersikap egoistis, termasuk karena alasan spiritual. Aku
menciptakan manusia untuk membantu manusia lain. Abid itu bukan mendekatkan
dirinya pada-Ku, tetapi melarikan diri dari kehidupan yang nyata.
Ya Allah, secepat itukah keputusan-Mu berubah? Jawab
Allah, pada saat engkau menuju ke sini lagi, Abid itu tersungkur dan menangis
tersedu-sedu. Ia memohon kepada-Ku kalau ia ditempatkan di neraka, supaya
tubuhnya dijadikan sebesar neraka, supaya tidak ada orang lain yang masuk ke
dalam neraka kecuali dirinya. Ketika memohon seperti itu, ia tidak egoistis
lagi, tetapi telah mementingkan orang lain.
Ibadah sosial
Pesan dari kisah di atas ialah bahwaibadah mahda (ritual)
dan ibadah sosial tak dapat dipisahkan, keduanya harus dijalankan. Kita tak
boleh hanya menjalankan salah satunya. Banyak kita lihat orang yang rajin dan
tekun menjalankan ibadah mahda, tetapi melalaikan ibadah sosial. Sebaliknya
ada orang yang melalaikan ibadah mahda, seperti shalat, puasa, zakat, haji,
tetapi aktif dalam ibadah sosial, seperti membantukaum lemah atau ibadah
sosial lain.
Ibadah mahda yang bersifat hubungan pribadi antara manusia
dan Allahadalah ibadah yang pahalanya untuk diri sendiri. Sementara ibadah
sosial itu sifatnya memang hubungan antarmanusia, tetapi juga mengandung
hubungan dengan Allah.
Menarik untuk diperhatikan, Islam mengatur bahwa ibadah
mahda bisa diganti dengan amal sosial, sebagai contoh bahwa orang yang tidak
kuat untuk berpuasa karena alasan yang benar bisa mengganti puasa itu dengan
membayar fidyah, tetapi orang yang tidak membayar zakat tidak bisa
menggantinya dengan shalat atau puasa.
Puasa Ramadhan sebagai ibadah mahda diharapkan memberi
dampak berupa ibadah sosial bagi yang berpuasa. Dalam berpuasa, kita
merasakan lapar yang bersifat sementara karena setelah tiba waktu maghrib
kita bisa makan dan minum. Dengan merasakan lapar bersifat sementara itu,
diharapkan kita bisa merasakan beratnya rasa lapar permanen yang dirasakan
oleh orang yang tidak punya cukup uang untuk membeli makanan. Dampak yang
diharapkan ialah kita mau membantu orang yang kekurangan. Namun, tidak semua
orang berpuasa Ramadhan bisa memperoleh dampak positif itu.
Dalam surah Al-Ma’un ditentukan orang yang mendustakan
agama ialah orang mengusir anak yatim dan tak menganjurkan (tentu juga
melakukan) memberi makan orang miskin. Dan juga ditentukan bahwa celakalah
orang yang shalat, tetapi melalaikan shalatnya, yaitu orang yang ria (yang
ingin dipuji) dan enggan bersedekah. Surah ini seyogianya menggarisbawahi
dampak positif puasa yang berbentuk kepedulian terhadap orang yang sulit
memperoleh makanan.
Kondisi terkini
Berdasarkan data yang ada, di Indonesia masih banyak
rakyat bergizi buruk atau kekurangan gizi, belasan persen dari jumlah
penduduk. Dan, tampaknya banyak umat Islam yang mampu secara ekonomi belum
membantu kaum fakir sebagaimana mestinya. Mungkin juga tidak banyak yang
bertanya kepada dirinya sendiri apakah dia termasuk orang yang bisa disebut
sebagai pendusta agama karena tidak memberi makan orang kekurangan gizi yang
tinggal tidak jauh dari rumahnya.
Saya ingin mengemukakan dua fakta sebagai gambaran kondisi
kita. Menurut penelitian Bank Pembangunan Islam (IDB), potensi ZIS (zakat,
infak, sedekah) di Indonesia di atas Rp 200 triliun). Pada 2016, dana ZIS
yang terkumpul melalui LAZ/BAZ berjumlah sekitar Rp 5 triliun. Mungkin yang
menyalurkan ZIS tak melalui LAZ/BAZ juga sebesar Rp 5 triliun. Keseluruhannya
sekitar Rp 10 triliun. Dibandingkan dengan Rp 200 triliun, jumlah itu hanya
mencapai 5 persen.
Jumlah yang pergi umrah setiap tahun mencapai satu juta
orang. Kalau satu orang membayar 2.000 dollar AS, dana untuk pergi umrah per
tahun mencapai 2 miliar dollar AS atau sekitar Rp 27 triliun. Ibadah umrah
yang, menurut saya, prioritasnya ada di bawah ZIS ternyata mampu menarik dana
dari rekening Muslimin Indonesia hampir tiga kali lipat jumlah dana ZISper
tahun. Sekali lagi,ibadah mahda lebih menarik, lebih nikmat dan dianggap
lebih utama dibandingkan dengan ibadah sosial.
Saya menduga banyak umat Islam yang belum atau tidak
sepenuhnya menyadari arti penting dari apa yang dikemukakan di atas. Kalau
mereka sering diingatkan, insya Allah mereka akan tergerak untuk mau membantu
saudara seagama atau saudara sebangsa yang mengalami kekurangan gizi dan
kekurangan lain. Mungkin diperlukan suatu sistem yang membantu memudahkan
Muslimin untuk bisa membantu orang yang kekurangan gizi di sekitar lingkungan
di mana dia tinggal. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar