Mengkritisi
Kebijakan Zonasi
Doni Koesoema A ; Pemerhati Pendidikan;
Pengajar di Universitas
Multimedia Nusantara, Serpong
|
KOMPAS, 06 Juni 2017
Pemerintah baru-baru ini mengeluarkan Peraturan Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 17 Tahun 2017 tentang Penerimaan Peserta
Didik Baru tahun ajaran 2017-2018. Kebijakan zonasi diharapkan dapat
meningkatkan akses dan meratakan kualitas pendidikan. Efektivitas, dampak,
dan persoalan dalam kebijakan zonasi
perlu dikaji.
Fenomena sekolah elite dan favorit yang bertabur prestasi,
berisi kumpulan anak-anak cendekia dan guru bermutu, menimbulkan persoalan
tentang disparitas kualitas pendidikan. Di satu sisi, ada sekolah negeri yang
sangat maju dengan sarana dan prasarana yang mendukung, guru bermutu dan
kompeten serta siswa yang dari awalnya sudah siap belajar. Di sisi lain, ada
sekolah negeri yang tertinggal, baik dari sisi mutu masukan siswa (input),
kualitas dan kompetensi guru, prestasi akademis, maupun hasil pendidikan.
Disparitas kualitas pendidikan jika dibiarkan
terus-menerus hanya akan menguntungkan sekolah-sekolah favorit dan peserta
didik dari kalangan berpunya karena ketatnya persaingan berdasarkan prestasi
akademik. Yang miskin dan pas-pasan kemampuan akademiknya akan berkumpul di
sekolah yang kurang berkualitas. Ini pun kalau mereka mampu membiayai
pendidikan. Sistem zonasi diharapkan dapat memperkecil disparitas kualitas
ini.
Meratakan akses
Berbeda dengan sistem seleksi masuk ke jenjang lebih
tinggi tahun sebelumnya yang mempergunakan sistem rayonisasi, Permendikbud No
17/2017 mengatur proses penerimaan peserta didik baru (PPDB) lewat sistem
zonasi. Jarak tempat tinggal peserta didik dengan sekolah menjadi kriteria
pertama penentuan dalam PPDB. Sekolah yang diselenggarakan pemerintah wajib
menerima calon peserta didik yang berdomisili para radius zona terdekat dari
sekolah. Kuota untuk sistem zonasi adalah 90 persen dari total keseluruhan
jumlah peserta didik yang diterima (Pasal 15 Ayat 1).
Sistem zonasi menjamin peserta didik yang kurang mampu
secara akademis dan ekonomis untuk diterima di sekolah-sekolah yang
berkualitas karena cara seleksinya tidak mendasarkan diri pada nilai ujian
sekolah atau ujian nasional, tetapi berdasarkan jarak rumah peserta didik
dengan sekolah. Melalui mekanisme ini diharapkan peserta didik dari golongan
tak mampu dapat memperoleh pendidikan berkualitas. Prioritas kuota untuk
peserta didik yang berasal dari kalangan keluarga tidak mampu diatur minimal
20 persen dari total peserta didik yang diterima.
Kebijakan zonasi dalam PPDB mampu membuka akses pada
pendidikan berkualitas. Anak-anak dari keluarga miskin akan dapat keluar dari
lingkaran kemiskinan karena kualitas pendidikan yang buruk serta dampak dari
kemiskinan. Dengan mengenyam pendidikan bermutu, diharapkan terjadi
pemerataan kualitas pendidikan.
Dampak dan persoalan zonasi
Kebijakan zonasi dalam PPDB memiliki dampak-dampak
langsung ataupun tidak langsung yang terjadi dalam waktu pendek dan jangka
panjang. Pertama, terbukanya akses orang miskin pada pendidikan berkualitas.
Ini merupakan dampak positif yang langsung bisa dirasakan. Kebijakan zonasi
membuka akses pendidikan bermutu pada keluarga-keluarga dengan kemampuan
sosial ekonomi pas-pasan yang umumnya berkorelasi dengan tingkat prestasi
akademis yang pas-pasan pula.
Kedua, sekolah menjadi lebih heterogen jika dilihat dari
profil siswa, baik dari sisi latar belakang keluarga, tingkatan ekonomi,
maupun kemampuan akademis. Heterogenitas dapat membuka wawasan komunitas
sekolah (guru, karyawan, peserta didik) tentang keragaman yang menjadi
fondasi kebinekaan bangsa Indonesia.
Ketiga, dari sisi hak memperoleh pendidikan berkualitas,
sistem zonasi membatasi minat, bakat, dan preferensi individu peserta didik
untuk memilih sekolah yang mereka inginkan. Persoalan ini memang sudah
diatasi dengan kebijakan kuota 5 persen untuk anak-anak berprestasi agar bisa
bersekolah di sekolah yang mereka inginkan tanpa melalui ketentuan zonasi.
Namun, kuota ini tetap saja membatasi aspirasi setiap siswa dan orangtua
untuk memberikan hak pendidikan yang berkualitas bagi putra-putri mereka.
Kebijakan zonasi dalam PPDB tidak hanya memiliki dampak,
baik yang positif maupun negatif, melainkan juga menyisakan persoalan yang
harus diselesaikan dengan cepat pada masa depan. Persoalan yang muncul bisa
terjadi karena faktor demografis, psikologis, dan budaya.
Pertama, dari sisi demografis, kebijakan zonasi alih-alih
menghilangkan paradigma sekolah elite dan bukan, justru dalam jangka panjang
akan memperlebar jurang ketimpangan kualitas. Sekolah-sekolah favorit dan
elite umumnya berada di pusat kota. Harga tanah yang tinggi di kota hanya
akan terjangkau oleh keluarga-keluarga kaya yang umumnya sudah sangat sadar
akan arti penting pendidikan. Keluarga kaya tetap akan memperoleh layanan
pendidikan bermutu, sedangkan keluarga miskin, yang umumnya berada di
pinggiran, juga akan memperoleh akses pendidikan dengan kualitas pinggiran
berdasarkan sistem zonasi.
Kedua, dari sisi psikologis, akan terjadi ketidaknyamanan.
Guru merasa tidak nyaman karena kemapanan dan stabilitas yang mereka rasakan
selama ini terusik. Sekolah dengan kualitas baik memiliki ekspektasi yang
tinggi terhadap peserta didik sehingga guru yang terbiasa hanya mengelola
anak-anak pandai dan bermotivasi tinggi akan mengalami frustrasi ketika
berjumpa dengan peserta didik dengan kualitas akademis yang jauh dari
ekspektasi mereka. Jika ini berlangsung terus, pada masa depan sekolah yang
sudah baik malah menjadi turun kualitasnya.
Ketiga, peserta didik dari kalangan miskin akan mengalami
benturan kebudayaan di sekolah baru. Siswa akan kaget dengan ekspektasi
tinggi para guru dan kebiasaan-kebiasaan belajar di sekolah baru. Jika tidak
diatasi, persoalan ini akan menjadi kendala integrasi bagi siswa dari latar
belakang ekonomi dan kemampuan akademis yang rendah.
Agenda mendesak
Persoalan yang muncul akibat kebijakan zonasi memerlukan
tanggapan dan sikap yang segera harus dilakukan agar persoalan PPDB ini tidak
membingungkan masyarakat luas. Agenda
pertama adalah pemerintah harus segera memastikan bahwa kualitas sekolah,
baik di kota-kota besar maupun di pedesaan, atau di pinggiran juga memiliki
kualitas yang setara, dari sisi sarana dan prasarana, pendidik dan tenaga
pendidikan, serta kualitas pengajaran dan pemelajaran.
Kedua, pemerintah perlu merombak mentalitas para guru yang
selama ini hanya ingin mengajar di sekolah elite dan perkotaan yang memiliki
peserta didik dengan kemampuan akademis baik. Guru perlu didorong agar
memiliki komitmen pengajaran kepada semua peserta didik tanpa diskriminasi.
Paradigma pendidikan yang berpusat pada siswa perlu menjadi acuan untuk
menentukan pendampingan dan fasilitasi peserta didik dalam belajar sesuai
dengan minat, bakat, dan perbedaan cara belajar yang mereka miliki.
Ketiga, beberapa pemerintah daerah sudah memiliki
mekanisme PPDB tersendiri. Mekanisme ini perlu segera disinkronisasi agar
selaras dengan peraturan baru PPDB. Di DKI Jakarta, misalnya, sistem PPDB
masih memberikan kuota zonasi 55 persen dan beberapa sekolah masih menetapkan
nilai UN minimal.
Keempat, Kemdikbud perlu segera berkoordinasi dengan
pemerintah daerah untuk segera menentukan batasan zonasi di setiap daerah dan
menyosialisasikan kepada masyarakat agar orangtua tak dibingungkan oleh
sistem PPDB terbaru.
Terakhir, mengingat
tujuan utama kebijakan zonasi adalah membuka akses pendidikan berkualitas
bagi peserta didik tanpa melalui seleksi nilai ujian nasional, pemerintah
harus membuat mekanisme PPDB yang transparan dan akuntabel, disertai layanan
pelaporan dan pengaduan yang efektif bekerja agar hak-hak pendidikan
berkualitas peserta didik dari keluarga miskin terlindungi.
Kebijakan zonasi dalam PPDB memberikan dampak positif
terbukanya akses pendidikan bermutu bagi peserta didik dari kalangan mana
pun, terutama dari kalangan keluarga miskin. Namun, akses pendidikan yang
baik tidak berkorelasi secara langsung dengan peningkatan kualitas
pendidikan. Selain akses pendidikan, pemerintah tetap memiliki tugas untuk
meningkatkan kualitas layanan pendidikan di setiap sekolah agar kehadiran
sekolah-sekolah itu menjadi berkah bagi seluruh rakyat Indonesia. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar