Aktualisasi
Nilai-nilai Pancasila pada Masa Kini
Bambang Sumardjoko ; Guru Besar Ilmu Pendidikan
dan Direktur Sekolah
Pascasarjana UMS
|
KORAN
SINDO, 03
Juni 2017
BAGI kita, bangsa dan negara Republik Indonesia, Pancasila
merupakan dasar negara dan pandangan hidup bangsa. Kedudukan dan fungsi
Pancasila ini bersifat hakiki sehingga berbagai kedudukan dan fungsi
Pancasila yang lain, seperti jiwa dan kepribadian bangsa, ideologi nasional,
perjanjian luhur, tujuan bangsa, kepribadian manusia Indonesia, dapat
dikembalikan pada sifat hakiki.
Pancasila merupakan nilai-nilai luhur yang harus dihayati
dan dipedomani seluruh warga negara Indonesia dalam kehidupan bermasyarakat,
berbangsa, dan bernegara. Penghayatan yang mendalam atas nilai-nilai dasar
Pancasila akan memperkuat identitas, jati diri, dan karakter masyarakat
Indonesia yang berkepribadian Pancasila.
Kedudukan formal Pancasila yang sangat kuat sering tampak
tidak selalu sejajar dengan pengamalan Pancasila dalam kehidupan sosial
sehari-hari. Pancasila belum menjadi etos bangsa. Bahkan hasil penelitian
Badan Pengkajian MPR menyimpulkan bahwa lebih dari 50% produk undang-undang
yang dikeluarkan pasca-Reformasi tidak merujuk pada nilai-nilai Pancasila.
Ini berarti nilai-nilai Pancasila diabaikan dan belum ditaati sebagaimana
mestinya. Mereka telah lupa memiliki dasar negara dan pedoman hidup
Pancasila.
Fenomena lain juga menunjukkan bahwa cara pandang pada
sebagian masyarakat yang berwawasan Nusantara dan menjunjung tinggi
kebinekaan mulai luntur dan hampir berada pada titik rendah. Kita bisa dengan
mudah menyaksikan berbagai komponen bangsa terlibat dalam konflik dan
terpecah-belah (lihat Pilkada 2017). Melemahnya kekuatan Pancasila sebagai
ideologi dan pandangan hidup bangsa juga terjadi kepada sekelompok masyarakat
atau generasi muda. Meskipun tidak seluruhnya benar, sebagian besar
menunjukkan bahwa banyak generasi muda yang melupakan isi harfiah Pancasila,
apalagi mengerti Pancasila secara maknawi.
Secara historis, perkataan Pancasila sudah lama masuk
dalam khazanah Nusantara. Kemudian istilah Pancasila muncul kembali, yaitu
pada tanggal 1 Juni 1945 ketika Ir Soekarno berpidato pada sidang hari ketiga
Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI). Dalam
pidatonya Ir Soekarno mengusulkan lima hal untuk menjadi dasar negara
Indonesia merdeka dan memberi nama Pancasila. Bangsa Indonesia mewarisi
nilai-nilai budaya dari nenek moyangnya. Sampai saat ini nilai-nilai budaya
tersebut melandasi tata kehidupan masyarakat Indonesia.
Oleh para pendiri negara, Panitia Persiapan Kemerdekaan
Indonesia (PPKI), UUD negara ditetapkan dan disahkan pada tanggal 18 Agustus
1945. Di dalam Pembukaan UUD negara termaktub dasar negara Pancasila. Ini
berarti kedudukan Pancasila sebagai dasar negara dalam Pembukaan UUD 1945
bersifat yuridis-konstitusional. Nilai Pancasila sebagai norma dasar negara
bersifat imperatif, mengikat, dan memaksa semua yang ada di dalam wilayah
kekuasaan hukum negara RI untuk setia melaksanakan, mewariskan,
mengembangkan, dan melestarikan.
Sebagai ajaran filsafat, Pancasila mencerminkan nilai dan
pandangan mendasar dan hakiki rakyat Indonesia dalam hubungannya dengan
sumber kesemestaan, yakni Tuhan Maha Pencipta. Asas ketuhanan ini sebagai
asas fundamental dalam kesemestaan dan dijadikan asas fundamental kenegaraan
(negara atas Ketuhanan Yang Maha Esa). Asas-asas ini mencerminkan kepribadian
bangsa Indonesia yang religius dan atau teisme religius. Demikian pula untuk
sila-sila yang lain, yang secara bulat dan utuh mencerminkan asas
kekeluargaan, cinta sesama, dan cinta keadilan.
Suatu sistem filsafat pada tingkat perkembangan tertentu
melahirkan ideologi, yakni seperangkat nilai ide dan cita-cita beserta
pedoman dan metode mewujudkannya. Umumnya ideologi selalu mengutamakan
asas-asas kehidupan politik dan kenegaraan sebagai satu kehidupan nasional
yang bertujuan mewujudkan kesejahteraan. Secara teoretis filosofis, ideologi
bersumber pada sistem filsafat dan merupakan pelaksanaan sistem filsafat.
Dengan kata lain, suatu sistem filsafat dikembangkan dan
dilaksanakan oleh suatu ideologi. Atas dasar konsep teoretis ini, tidak
mungkin suatu bangsa menganut dan melaksanakan suatu sistem ideologi yang
tidak bersumber pada filsafat hidup atau filsafat negara mereka sendiri.
Pancasila sebagai filsafat hidup bangsa menjadikan Pancasila juga merupakan
ideologi bangsa Indonesia.
Nilai filsafat Pancasila pada dasarnya mengandung asas
integralistik atau kekeluargaan. Hal ini tampak pada asasnya bahwa bangsa
Indonesia adalah satu keluarga bangsa Indonesia dalam satu susunan (rumah
tangga) negara kesatuan yang dilandasi
asas/paham persatuan. Asas ini tampak dalam sila ketiga, keempat, dan kelima
yang berintikan makna persatuan Indonesia dengan asas musyawarah mufakat dan
mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Secara universal
asas kekeluargaan itu dilandasi sila kedua dan dijiwai nilai sila pertama.
Dalam konteks pendidikan, problem dalam aktualisasi
nilai-nilai Pancasila ditemukan baik secara struktural maupun kultural. Pada
tingkat struktural, negara belum sepenuhnya memiliki instrumen yang memadai
untuk mengenalkan Pancasila pada level implementatif sejak dini. Memang
Pancasila telah didesain sebagai kurikulum yang diajarkan di sekolah-sekolah,
tetapi tidak punya kekuatan implementatif.
Kurikulum Pancasila seharusnya tidak hanya didesain dengan
sekadar tatap muka di dalam kelas dan sedikit dialog, melainkan harus lebih
implementatif dalam kehidupan sehari-hari sehingga penanaman nilai-nilai
Pancasila akan lebih mengena dan tepat sasaran, misalnya tentang bagaimana
mengajarkan secara praktis dan memberi contoh untuk menghargai perbedaan, toleransi,
dan tidak korupsi.
Aktualisasi Pancasila bisa dilakukan secara objektif dan
subjektif. Aktualisasi Pancasila secara objektif dimaksudkan sebagai bentuk
penjabaran nilai-nilai Pancasila secara nyata dalam bentuk norma-norma pada
setiap aspek penyelenggaraan negara, baik dalam bidang legislatif, eksekutif,
dan yudikatif maupun pada semua bidang kenegaraan lain. Aktualisasi
nilai-nilai Pancasila secara objektif terutama berkaitan dengan peraturan
perundang-undangan Indonesia.
Aktualisasi nilai-nilai Pancasila secara subjektif
dimaksudkan sebagai upaya merealisasi penjabaran nilai-nilai Pancasila dalam
bentuk norma-norma ke dalam diri setiap pribadi, perseorangan, setiap warga
negara, setiap individu, setiap penduduk, setiap penguasa, dan setiap orang
Indonesia. Aktualisasi nilai-nilai Pancasila secara subjektif dapat tercapai
bila nilai-nilai Pancasila tetap melekat dalam hati sanubari bangsa
Indonesia.
Di dalam mengaktualisasi nilai-nilai Pancasila sangat
mungkin ditemukan adanya masalah yang berkaitan dengan hidup kemasyarakatan,
kebangsaan, dan kenegaraan. Untuk itu solusi terbaik untuk mengatasi
persoalan kebangsaan adalah dengan kembali pada nilai-nilai Pancasila.
Beberapa cara yang dapat dijadikan alternatif untuk kembali dan melakukan aktualisasi
nilai-nilai Pancasila saat ini adalah sebagai berikut. Pertama, membumikan
Pancasila dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara secara
terus-menerus dan aktual.
Kedua, aktualisasi melalui internalisasi nilai-nilai
Pancasila, baik melalui pendidikan formal maupun nonformal. Pada tataran
pendidikan formal perlu revitalisasi mata pelajaran Pendidikan
Kewarganegaraan (PKn) di sekolah.
Sebagai sebuah nilai, Pancasila tidak cukup hanya
dipelajari, tetapi harus diresapi, dihayati, dan dipahami secara mendalam.
Ketiga, aktualisasi melalui keteladanan para pemimpin baik
pemimpin formal (pejabat negara) maupun informal (tokoh masyarakat). Dengan
keteladanan yang dijiwai nilai-nilai Pancasila, diharapkan masyarakat luas
akan mengikuti.
Pendidik adalah pemimpin pendidikan, yang dalam konteks
pembelajaran di sekolah adalah para guru, sedangkan dalam konteks pendidikan
informal adalah orang tua dan dalam konteks pendidikan nonformal adalah
tokoh masyarakat. Melalui proses sosialisasi, para peserta didik akan belajar
tentang sikap dan perilaku yang relevan dengan lingkungan sosial budaya dari
orang tua, guru, teman sebaya, dan tokoh masyarakat.
Pendidik yang mampu menunjukkan sikap dan keteladanan
terpuji akan menjadikan makin menguatnya nilai-nilai Pancasila di kalangan
peserta didik. Tugas pemimpin pendidikan dalam konteks ini adalah membantu
mengondisikan peserta didik pada sikap, perilaku, atau kepribadian yang benar
agar peserta didik mampu menjadi agents of change dalam mengaktualisasi nilai-nilai
Pancasila bagi diri sendiri, lingkungan, masyarakat, dan siapa saja yang
dijumpai tanpa harus membedakan suku, agama, ras, dan golongan. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar