Waspada
Kejahatan Cyber ala WannaCry
Augustinus Simanjuntak ; Dosen
Universitas Kristen Petra Surabaya
|
JAWA
POS, 16
Mei 2017
DUNIA tiba-tiba dibuat heboh oleh serangan cyber bernama
ransomware WannaCry. Serangan itu telah membuat National Health Service (NHS)
di Inggris kelabakan melayani pasiennya karena WannaCry tiba-tiba mengunci
komputer. Bahkan, akibat serangan itu, beberapa rumah sakit terpaksa
mengalihkan pasien ke rumah sakit lain. Serangan WannaCry juga menyebar ke
berbagai negara di dunia, termasuk Indonesia.
Biasanya, sasaran utama uang tebusan ransomware WannaCry
adalah lembaga kesehatan, pendidikan, jasa keuangan, dan badan-badan
pemerintah. Rupanya, para penjahat cyber lebih memilih ragam perusahaan itu
sebagai tempat maraup tebusan yang menggiurkan. Menurut perusahaan keamanan
komputer, Kaspersky, lebih dari 45.000 serangan via e-mail terjadi di 99
negara. Termasuk Inggris, Amerika Serikat, Rusia, Ukraina, India, Tiongkok,
Italia, dan Mesir. Di Spanyol, perusahaan telekomunikasi besar Telefonica
juga terinfeksi.
Uang tebusan yang diminta pelaku kejahatan USD 300 untuk
mengembalikan file data para pengguna. Bahkan, ada dugaan uang tebusan bisa
dinaikkan si pelaku setelah jangka waktu tertentu. Ransomware WannaCry
merupakan bentuk malware (program yang diciptakan untuk mencari kelemahan
software) yang bertujuan memblokir akses ke sistem komputer. Mengunci semua
atau beberapa konten pada sistem komputer sampai jumlah uang tertentu
dibayarkan ke operator perangkat lunak perusak.
Begitu uang tebusan dalam bentuk bitcoin (mata uang
virtual) telah dibayar lewat serangkaian transaksi online, file dan akses ke
sistem komputer si pengguna (korban) akan dibuka kembali. Modusnya, biasanya
ada kiriman e-mail yang dikirim ke sasaran (pengguna komputer), baik individu
maupun perusahaan. E-mail yang dikirim si penjahat tampak sah dan tepercaya
dengan mengingatkan pengguna untuk memperbarui perangkat lunaknya ke versi
terbaru.
Si pelaku akan memberikan instruksi kepada si korban untuk
mengeklik tautan tertentu atau si korban diminta membuka tautan website
tertentu untuk informasi lebih lanjut tentang produk terbaru yang ditawarkan
si penjahat. Artinya, pelaku kejahatan hanya butuh satu orang untuk mengeklik
link di e-mail untuk menginfeksi seluruh komputer si pengguna. Termasuk
jaringan yang diikutkan pada workstation (perangkat keras komputer).
Korban akan tahu bahwa komputernya (atau file tertentu
pada sistem komputernya) telah terjangkit virus setelah perangkat lunaknya
tidak bisa lagi dioperasikan akibat ulah software dari si penjahat. Dalam
kondisi komputer terblokir itulah, si penjahat meminta uang tebusan lewat
perangkat lunak yang dibangunnya. Si pelaku telah memberikan petunjuk bagi
korban mengenai jumlah uang yang harus dibayar dan cara-cara penyelesaian
transaksi.
Apabila uang tebusan tidak dibayar si korban dengan tepat
waktu, konten yang diblokir bisa saja dihancurkan. Bahkan, meski si korban
telah membayar uang tebusan, ada pula operator malware (penjahat) yang
ternyata tidak pernah mengirimkan kode yang diperlukan untuk membuka sistem
komputer si korban yang telah terblokir. Sungguh sangat jahat.
Keamanan sejak Dini
Sebenarnya, kejahatan dunia maya (cyber crime) ala
ransomware sudah terjadi jauh sebelum internet diadopsi secara luas
(1980-an). Caranya, si penjahat menyebar virus ransomware ke dalam komputer
lewat floppy disk. PC Cyborg Trojan merupakan jenis ransomware pertama dengan
meminta uang tebusan dari korban.
Kali ini penjahat cyber mengembangkan metode mengunci data
korban strain lanjutan (ransomware WannaCry) yang melakukan enkripsi (metode
mengirim pesan rahasia) data di jaringan perusahaan atau mengunci pengguna.
Lalu, si pelaku menuntut tebusan untuk mengembalikan data kembali normal.
Symantec (perusahaan jasa antivirus) pernah menyatakan bahwa ransomware
seperti Trojan Ransomlock biasanya ada di situs berbagi filepeer-to-peer
(P2P) dan sering dikemas dalam perangkat lunak bajakan.
P2P, artinya, sistem terkomputerisasi client-server bahwa
suatu komputer berfungsi sebagai client sekaligus sebagai server. Akibatnya,
bisa terjadi komunikasi dan pertukaran resource antara dua komputer secara
langsung (real time). Karena itu, ransomware adalah ancaman yang serius bagi
banyak negara. Di Amerika Serikat saja sejak 2005–2006 diperkirakan ada lebih
dari 4.000 serangan setiap hari dan para peneliti telah membuat analisis
tentang tren meningkatnya uang tebusan pada sekitar 20.000 perusahaan di
Negeri Paman Sam itu.
Virusnya bernama Gpcoder Trojan dan Archievus Trojan.
Perusahaan terpaksa membayar tebusan demi kepentingan pemegang saham,
karyawan, konsumen, dan para mitra bisnis. Di negara kita belum ada riset
mengenai korban ransomware. Aksi pelaku cyber crime itu memang rumit sehingga
butuh upaya serius dari pengguna komputer untuk mencegahnya. Staf keamanan IT
(information technology) di setiap perusahaan perlu rutin memperbarui sistem
keamanan perangkat lunak komputernya. Lalu, waspada terhadap setiap transaksi
atau kiriman pesan elektronik yang tak dikenal, termasuk pihak yang mengaku
vendor.
Selain rutin memantau jaringan internet, setiap individu
dan lembaga perlu cermat dalam mengidentifikasi potensi ransomware lewat
e-mail. Karena itu, badan-badan publik maupun swasta perlu melakukan
pelatihan bagi seluruh staf dan karyawannya mengenai material e-mail yang
mencurigakan dan berbahaya bagi sistem komputernya. Sementara itu, pihak yang
telanjur kena virus bisa masuk kategori force majeure yang mengakibatkan
terhalang/terlambatnya pelayanan transaksi. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar