Panopticon
Tak Lagi Efektif di Penjara
Bagong Suyanto ; Dosen
Sekolah Pascasarjana Program Magister
Kajian Ilmu Kepolisian
Universitas Airlangga Surabaya
|
JAWA
POS, 08
Mei 2017
Divonis
bersalah dan kemudian dimasukkan ke penjara tentu jangan harap akan
mendapatkan layanan dan kondisi lingkungan yang nyaman. Seseorang yang
menjadi narapidana (napi) memang harus menanggung hukuman atau kesalahan yang
dilakukan dan menjalani kehidupan sebagai tahanan yang ruang geraknya
dibatasi. Meski demikian, ketika kondisi penjara-penjara yang ada semua
mengalami overkapasitas, bisa dipahami jika muncul sejumlah kerusuhan dan
aksi melarikan diri yang dilakukan para napi.
Kisruh dan
kasus napi kabur yang terbaru terjadi di Rutan Pekanbaru awal Mei ini. Kasus
larinya napi di Pekanbaru itu menjadi perhatian media internasional karena
merupakan kasus pelarian napi terbesar sepanjang sejarah. Di awal Mei, 260
napi dilaporkan kabur dari Rutan Pekanbaru setelah dipicu timbulnya kerusuhan
dan perkelahian di antara sesama napi.
Kasus pelarian
napi yang terjadi di Pekanbaru itu mengalahkan rekor kasus yang sama
sebelumnya, yang terjadi di Haiti. Pada 22 Oktober 2017 sebanyak 172 napi
dilaporkan melarikan diri dari Penjara Arcahaie, ibu kota Haiti. Di Filipina,
kasus kabur masal napi juga pernah terjadi. Di Cotabato Utara, Kidapawan,
Filipina, 158 napi dilaporkan kabur karena dipicu persoalan overkapasitas
yang membuat para napi stres. Intinya, ketika kondisi penjara yang tersedia
sudah tidak memadai atau overkapasitas, napi yang sehari-hari hidup
berjejalan –hingga sebagian harus tidur dalam posisi duduk karena tidak
memungkinkan tidur telentang– mungkin stres dan mudah terpicu provokasi
menjadi jauh lebih terbuka.
Panopticon
Di tanah air
kasus napi yang nekat melarikan diri dari penjara bukanlah hal yang baru.
Sebelum kasus di Pekanbaru, pada 19 April 2017 sebanyak 17 tahanan di
Mapolres Malang dilaporkan juga kabur karena dipicu persoalan overkapasitas.
Sebelumnya, 1 November 2015, di Rutan Pancor Batu, Deli Serdang, Sumatera
Utara, 15 tahanan memilih lari dari rutan karena kondisinya yang tidak
memadai. Sedangkan pada 4 November 2015 di Mapolres Kutai Timur, Kalimantan
Timur, dilaporkan 16 tahanan kabur, dipicu kondisi penjara yang penuh sesak
dan rawan kerusuhan.
Di Rutan
Pekanbaru, kapasitas rutan menurut catatan sebetulnya adalah 561 orang. Namun
kenyataannya, rutan tersebut diisi 1.870 napi dan tahanan yang harus
berjejalan setiap harinya. Di Indonesia, dari total riil sebanyak 217.319
napi dan tahanan yang ada, kapasitas rutan yang tersedia hanya 120.088.
Artinya, terjadi kelebihan hampir dua kali lipat atau sekitar 181 persen.
Sehingga wajar jika sedikit masalah saja timbul, kerusuhan sangat rawan pecah
(Jawa Pos, 7 Mei 2017).
Di lingkungan
penjara yang seharusnya para napi taat pada aturan yang berlaku, senantiasa
harus tunduk dan konform pada perintah sipir, ternyata hal itu tidak terjadi
ketika kondisi penjara jauh dari layak. Sebagai salah satu bentuk total
institution, Michel Foucault (1975) dalam bukunya, Discipline and Punish,
menyatakan, yang namanya penjara sebetulnya adalah tempat para napi akan
diajari disiplin dan belajar memahami siapa yang berkuasa. Tetapi, bukannya
belajar tentang disiplin, ketika setiap hari para napi hidup dalam lingkungan
sosial yang sangat berjejal, ditambah para sipir dipersepsi sering bersikap
pilih kasih dan meminta uang sogokan, cepat atau lambat resistansi akan
muncul.
Di lingkungan
penjara, hanya gara-gara dipicu hal yang kecil, bukan tidak mungkin kemudian
akan pecah aksi perkelahian masal dan kerusuhan yang di luar kendali para
sipir. Mekanisme observasi berjenjang (hierarchical
observation) atau kemampuan sipir untuk mengawasi seluruh yang mereka
kontrol dengan tatapan tunggal seperti yang dikaji Foucault sering kali tidak
berjalan efektif karena tidak adanya respek terhadap para sipir.
Di lingkungan
penjara, untuk membangun ketaatan dan sikap disiplin para napi, menurut
Foucault, bisa dikembangkan melalui panopticon. Panoptica adalah sebuah
penjara yang dirancang Jeremy Bentham pada 1843. Para penjaga penjara
ditempatkan di menara melingkar yang dikelilingi sel-sel napi yang juga
melingkar.
Gagasan Jeremy
membangun sebuah menara pengawasan yang diletakkan di tengah-tengah penjara
itu dimaksudkan untuk menjamin agar para napi tidak terlepas dari pengawasan.
Atau untuk meyakinkan napi bahwa mereka tidak pernah lepas dari pengawasan
para penjaga penjara. Panopticon adalah struktur yang memungkinkan pejabat
penjara berpeluang penuh mengamati para napi. Bahkan, dalam kenyataan,
pejabat yang bersangkutan tidak perlu selalu hadir. Sebab, adanya struktur
panopticon itu (tanpa harus hadir) sudah akan membatasi napi.
Mengapa
panopticon yang seharusnya menjadi kekuatan magis para sipir untuk meregulasi
dan menumbuhkan ketaatan para napi ini tidak bekerja, tentu ada banyak faktor
yang menjadi penyebabnya. Namun, dari apa yang dikatakan para napi, salah
satu yang signifikan tampaknya adalah terkait dengan persoalan ketidakadilan
dan sikap sebagian oknum sipir yang sering mengail di air keruh. Perlakuan
diskriminatif, melindungi sebagian napi, tetapi di sisi lain bersikap keras
kepada napi yang lain, ujung-ujungnya diduga ditentukan uang sogokan yang
mampu diberikan para napi.
Dekonstruksi Makna Pemidanaan
Meski
meresahkan, kasus pelarian masal napi di Rutan Pekanbaru sekaligus menjadi
momentum untuk melakukan perbaikan. Langkah perbaikan yang dibutuhkan, selain
menambah kapasitas huni lapas secara bertahap melalui pembangunan lapas baru
dan penambahan pegawai lapas sesuai kemampuan keuangan negara, yang tak kalah
penting ialah melakukan dekonstruksi terhadap makna dan tujuan pemidanaan.
Pembaruan UU
Pemasyarakatan perlu dilakukan untuk merekonstruksi pemikiran baru bahwa
pemidanaan sesungguhnya adalah pilihan sanksi paling akhir (ultimum
remedium). Sebagai alternatif, perlu diadopsi berbagai jenis hukuman di luar
hukuman penjara, misalnya kerja sosial dan rehabilitasi, untuk mengurangi
dampak overkapasitas serta memastikan para pelaku tindak kejahatan memperoleh
kesempatan kedua memperbaiki kelangsungan hidupnya di masa depan. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar