Jangan
Biarkan Hukum Rimba Diterapkan di LP
Bambang Soesatyo ; Ketua
Komisi III DPR RI Fraksi Partai
Golkar;
Presidium Nasional KAHMI
2012-2017
|
KORAN
SINDO, 09
Mei 2017
HAMPIR semua lembaga pemasyarakatan (LP) atau penjara di Tanah
Air gagal membina narapidana. Dinamika kehidupan di penjara demikian keras
karena negara membiarkan diterapkannya hukum rimba di lingkungan penjara.
Fakta ini patut digarisbawahi Kementerian Hukum dan HAM.
Sudah waktunya kebobrokan manajemen LP mendapatkan perhatian
lebih dari pemerintah, menyusul rentetan kerusuhan di dalam LP sejak Januari
2017. Kerusuhan beruntun pada sejumlah LP pada akhirnya mencerminkan potret
perlakuan negara terhadap hak asasi para narapidana.
Klaim tentang Indonesia negara hukum dan negara demokrasi ketiga
terbesar akan kehilangan makna jika komunitas internasional tahu tentang
bagaimana negara ini memperlakukan komunitas narapidana pada hampir semua LP
di Tanah Air.
Ketika masyarakat harus menyimak berita tentang kerusuhan dan
pelarian ratusan narapidana dari LP Sialang Bungkuk, Pekanbaru, Riau,
baru-baru ini, menjadi wajar jika masyarakat mempersoalkan apa saja kerja
Direktorat Jenderal Pemasyarakatan (PAS) Kementerian Hukum dan HAM sehingga
kerusuhan di LP terus dan terus terjadi.
Jumat, 5 Mei 2017 siang, kerusuhan terjadi di LP Sialang
Bungkuk. Sejumlah tahanan kabur. Sebelum melarikan diri, para penghuni LP
rusuh dan menuntut perbaikan fasilitas LP.
Namun, Polda Riau menduga persoalan pungutan liar juga memicu
kemarahan penghuni LP. Pungli diduga dilakukan oknum sipir.
Sehari sebelumnya atau Kamis (4/5), kerusuhan juga terjadi di LP
Bentiring, Bengkulu. Ratusan narapidana terlibat bentrok fisik di blok tindak
pidana narkoba. Dan awal Maret 2017, di LP Kelas II A Jambi juga rusuh.
Ratusan narapidana membakar sejumlah bangunan di dalam LP. Puluhan napi
wanita pun terpaksa dievakuasi ke Rumah Tahanan (rutan) Imigrasi.
Masih Maret, kerusuhan kembali terjadi di LP Idi Rayeuk, Aceh
Timur. Para penghuni lapas mengamuk karena mendapat jatah makanan tidak
layak. Pada pekan kedua Februari 2017, LP Kelas 2 A Binjai juga dilanda
kerusuhan.
Sejumlah anggota Satreskrim Polres Binjai dilempari dan sempat
disandera oleh ratusan narapidana di LP itu. Pelemparan dan penyanderaan
terjadi saat anggota Satreskrim Polres Binjai ingin memeriksa seorang
narapidana kasus perampokan.
Dari rentetan kerusuhan itu, penjelasan resmi Kemenkumham
tentang sebab musabab kerusuhan nyaris sama saja, yakni LP yang kelebihan
kapasitas. Penjelasan itu memang tidak salah. Misalnya LP Sialang Bungkuk di
Riau dihuni 1.870 tahanan, sedangkan daya tampung maksimalnya hanya 300
tahanan.
Akan tetapi, penjelasan ini tidak baru, bahkan terkesan seperti
keluhan. Pasalnya, faktor kelebihan penghuni LP adalah masalah atau isu lama
yang sudah menjadi catatan publik, jauh sebelum peristiwa rusuh di LP
Banceuy, Bandung serta peristiwa rusuh LP Kerobokan di Denpasar, Bali, 2016.
Logikanya, masalah kelebihan kapasitas itu seharusnya sudah ditangani pada
tahun-tahun terakhir ini.
Maka itu, rusuh di LP Sialang Bungkuk menjadi bukti bahwa
masalah kelebihan kapasitas LP belum ditangani sebagaimana mestinya. Akibat
yang ditimbulkan oleh masalah kelebihan penghuni LP itu bisa diprediksikan.
Ketidaknyamanan karena berdesak-desakan, kekurangan air bersih, hingga faktor
makanan yang boleh jadi tidak layak.
Dalam kondisi yang demikian karut-marut, para oknum sipir LP
bisa terdorong untuk berperilaku tidak terpuji. Kecenderungan ini
terkonfirmasi oleh dugaan Polda Riau tentang faktor pungli dalam LP sebagai
penyebab lain yang ikut memicu kerusuhan.
Tentang pungli di LP, masyarakat pun sudah tahu karena banyak di
antaranya yang menjadi korban pungli itu. Hampir semua orang tahu bahwa tidak
ada ketentuan yang mengatur biaya untuk menjenguk narapidana atau tersangka.
Namun, dalam praktiknya, selalu ada pungutan untuk bisa menjenguk narapidana
atau tersangka yang ditahan.
Pungli dan Penindasan
Selama ini, masyarakat melihat dan memahami LP sebagai tempat
membina narapidana. Dibina sedemikian rupa agar siap menjadi pribadi yang
menyadari kesalahannya; terdorong memperbaiki kualitas diri dan berkomitmen
tidak mengulangi tindak pidana. Ketika tiba waktunya, narapidana boleh
kembali ke tengah masyarakat, menjadi warga yang taat hukum dan norma-norma
sosial. Kurang lebih seperti itulah tujuan tertulis tentang fungsi LP.
Dalam praktiknya, LP nyaris tidak menjalankan fungsi pembinaan
itu. Sudah menjadi pengetahuan umum bahwa penjara menjadi tempat bagi para
oknum melakukan pungutan liar. Sejumlah modus dibuat untuk membebani
narapidana dan keluarganya.
Ada banyak dan ragam kisah tentang bagaimana narapidana dan
keluarganya harus mengeluarkan biaya ekstra hanya untuk sekadar dapat bertemu
di waktu berkunjung. Demikian beratnya tekanan itu sehingga ada narapidana
yang memohon kepada keluarga dan koleganya untuk tidak membesuk.
Bagi narapidana pada umumnya, kehidupan di penjara tidak hanya
memprihatinkan tetapi juga mengerikan. Sebab, sehari-harinya berlaku hukum
rimba. Kekuasaan ada pada narapidana yang kuat dan kaya. Narapidana berduit
boleh bertindak semaunya, termasuk mengatur atau mengendalikan oknum
sipir.
Dari situ, muncul potret tentang perbedaan perlakuan itu. Ini
pun bukan rahasia. Tentang perbedaan perlakuan itu, muncul kesan bahwa
pimpinan LP melakukan pembiaran. Sebenarnya bukan pembiaran, tetapi perbedaan
perlakuan itu memang dibuat agar para oknum sipir punya
"penghasilan" tambahan.
Dengan praktik sehari-hari seperti itu, LP otomatis sudah
kehilangan fungsi pembinaannya. Sebaliknya, para oknum sipir melakukan
pelanggaran hukum dan bentuk kejahatan lainnya di dalam LP. Kejahatan yang
disaksikan dan dirasakan langsung oleh para narapidana.
Kejahatan oleh para oknum sipir itu pada gilirannya akan
membentuk persepsi di benak narapidana bahwa LP bukanlah wadah pembinaan.
Penyimpangan manajemen LP justru menindas narapidana yang lemah.
Apa yang akan terjadi ketika puluhan atau ratusan orang merasa
ditindas oleh segelintir narapidana kaya bekerja sama dengan sejumlah oknum
sipir LP? Mereka akan merencanakan dan melakukan perlawanan pada waktunya.
Itulah faktor penyebab mengapa banyak LP dilanda kerusuhan.
Tanpa bermaksud memberi pembenaran terhadap pelaku kerusuhan di LP, kerusuhan
itu harus dipahami sebagai pemberontakan para narapidana karena penindasan
oleh oknum sipir LP yang menerapkan beda perlakuan itu.
Pada 2016, jumlah narapidana tercatat sekitar 173.713 orang.
Tahun ini jumlahnya diperkirakan sudah mencapai 190.000 narapidana yang
ditempatkan pada 477 LP dan rumah tahanan lainnya.
Pemerintah tentu harus memperluas daya tampung semua LP.
Tujuannya bukan sekadar memberi kenyamanan kepada narapidana, melainkan agar
fungsi pembinaan LP bisa berjalan sebagaimana seharusnya.
Perluasan daya tampung LP saja tidak cukup. Faktor lain yang
tidak kalah pentingnya adalah meluruskan moral pengendali manajemen LP.
Kemenkumham harus merumuskan strategi yang efektif untuk memerangi pungli dan
pemerasan narapidana di dalam LP. Manajemen LP harus manusiawi agar kerja
membina narapidana mendapat respons positif dari narapidana.
Rentetan kerusuhan di LP membuat masyarakat prihatin, sebab
setiap kali terjadi kerusuhan di LP, Kementerian Hukum dan HAM hanya bisa
mengeluh dan mengeluh, nyaris tidak pernah menawarkan atau memberi solusi.
Kelebihan kapasitas di LP itu mestinya sudah ditangani.
Dalam kapasitasnya sebagai regulator, Kemenkumham sudah
berperilaku tidak etis karena terus mengeluh. Kemenkumham seharusnya
menawarkan dan berani mengeksekusi program pembenahan dan perluasan daya
tampung LP.
Namun, Kemenkumham sejauh ini belum bekerja maksimal membenahi
LP. Ini menjadi bukti untuk menilai buruknya kinerja Kemenkumham dalam
konteks pembenahan LP. ●
|
Kabar baik Allah yang Maha Kuasa telah begitu setia kepada saya dan seluruh keluarga saya untuk menggunakan perusahaan pinjaman ibu Emily untuk mengubah situasi keuangan hidup saya untuk kehidupan yang lebih baik dan lebih stabil sehingga sekarang saya memiliki bisnis sendiri di kotaNama saya Nur Khomariyah dari kota Sidoarjo, saya ingin mengucapkan terima kasih kepada ibu. Emily karena membantu saya dengan pinjaman yang baik setelah saya menderita di tangan pemberi pinjaman palsu yang menipu saya karena uang saya tanpa menawarkan saya pinjaman, saya memerlukan pinjaman selama 2 tahun terakhir untuk memulai bisnis saya sendiri di kota Sidoarjo tempat saya tinggal dan saya jatuh ke tangan perusahaan palsu di India yang telah menipu saya dan tidak menawarkan pinjaman kepada saya dan saya sangat frustrasi karena saya kehilangan semua uang saya ke perusahaan palsu di India, karena saya berutang kepada bank dan teman-teman saya dan saya tidak punya orang untuk dituju, sampai suatu hari teman setia saya menelepon Slamet Raharjo setelah membaca kesaksiannya tentang bagaimana dia mendapat pinjaman dari ibu perusahaan pinjaman Emily, jadi saya harus menghubungi Slamet Raharjo dan dia mengatakan kepada saya dan meyakinkan saya untuk menghubungi ibu emily bahwa dia adalah ibu yang baik dan saya harus memanggil keberanian dan saya menghubungi ibu emily perusahaan dan secara mengejutkan, pinjaman saya diproses dan disetujui dan dalam waktu 2 jam pinjaman saya dipindahkan ke akun saya dan saya sangat terkejut bahwa ini adalah keajaiban dan saya harus bersaksi tentang ibu pekerjaan yang baik Emilyjadi saya akan menyarankan semua orang yang membutuhkan pinjaman untuk menghubungi ibu perusahaan pinjaman Emily melalui email: emilygregloancompany@gmail.com. atau whatsapp +1 (669) 4002627 dan saya meyakinkan Anda bahwa Anda akan bersaksi seperti yang telah saya lakukan dan Anda juga dapat menghubungi saya untuk informasi lebih lanjut tentang Mother Emily melalui saya email: nurkhomariyah1989@gmail.com dan Anda masih dapat menghubungi teman saya Nur Syarah yang memperkenalkan saya kepada Ms. Margaret melalui email: slametraharjo211989@gmail.comsemoga Tuhan terus memberkati dan mendukung ibu Emily yang telah mengubah kehidupan finansial saya.
BalasHapus