Sabtu, 01 April 2017

Merajut Kepastian Berusaha

Merajut Kepastian Berusaha
Adhi S Lukman  ;   Ketua Umum Gapmmi(Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Seluruh Indonesia); Anggota Pokja Ahli Dewan Ketahanan Pangan (DKP) Indonesia; Ketua Komite Tetap Pengembangan Industri Pangan, Kadin Indonesia
 KOMPAS, 29 Maret 2017



                                                                                                                                                           
Gonjang-ganjing pangan dan pertanian terus bergulir seolah tiada henti, seperti keributan pasokan dan harga beras, cabai, telur ayam, dan daging sapi. Akhir-akhir ini harga cabai melambung sangat tinggi, sebaliknya harga telur ayam turun drastis. Apakah ini faktor pasokan-permintaan semata yang bisa disebabkan oleh faktor teknis seperti kegagalan panen, waktu, musim, logistik, dan sebagainya; atau karena kesengajaan pihak-pihak tertentu dalam mengendalikan pasokan dan harga, yang lebih dikenal sebagai mafia dan kartel.

Semua belum pernah dikupas secara tuntas sehingga akhirnya berulang terus.

Penanganan secara politik, sosial, budaya, dan bernuansa populer bercampur menjadi satu dengan sekat yang amat sangat tipis dalam menanggapi masalah ini. Kekurangan atau kelebihan pasokan dipermasalahkan, demikian juga harga yang terlalu tinggiatau terlalu rendah. Semua bermuara pada penyebab utamanya yang kadang tidak diketahui dengan jelas di tengah ketidaktersediaan data yang akurat, atau informasi yang simpang siur.

Bahkan, sering kali terlalu cepat sejumlah pihak menarik kesimpulan sehingga justru menimbulkan masalah baru, bisa karena niat tertentu, ketidaktahuan, atau karena dipicu oleh sekadar kebebasan berpendapat saat ini. Akibatnya, kata-kata seperti kartel, mafia, dan lain-lain sering kali menjadi ”kambing hitam” dalam menyelesaikan masalah, yang belum tentu menjadi penyelesaian mendasar.

Pemerintah berusaha melakukan yang terbaik untuk memperbaiki iklim usaha dan menarik investasi agar dunia usaha bisa menjadi penyumbang pertumbuhan ekonomi. Untuk itu, berbagai paket deregulasi kebijakan ekonomi dan perbaikan kemudahan berusaha juga diluncurkan.

Seperti beberapa kali disampaikan oleh Presiden Jokowi bahwa dunia usaha adalah pelaku utama pembangunan dan pemerintah menjadi faktor pemicu dan fasilitator pembangunan saja. Peran dunia usaha sangat vital. Namun, berbagai masalah di atas bisa menjadi faktor yang melemahkan karena timbul ketidakpastian berusaha, yang berakibat pada menurunnya minat berinvestasi. Energi kita juga habis untuk membahas hal-hal di luar masalah ekonomi.

Investasi di Indonesia sebenarnya sangat menarik, terbukti dari nilai realisasi investasiindustri pangan yang meningkat sekitar 40 persen. Menurut data Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), investasi penanaman modal asing naik dari 1,5 miliar dollar AS tahun 2015 menjadi 1,6 miliar dollar AS tahun 2016. Sementara penanaman modal dalam negeri meningkat dari Rp 24,5 triliun menjadi Rp 32 triliun.

Minat investasi yang besar seharusnya disertai dengan kondisi yang kondusif dan kepastian berusaha agar menjadi langgeng dan menyumbang pada pertumbuhan ekonomi secara nyata. Apalagi industri pangan berkontribusi cukup signifikan, yaitu sekitar 33 persen, pada produk domestik bruto (PDB) industri sektor non-migas.

Perlu lembaga klarifikasi

Beberapa kasus seperti terjadi pada komoditas unggas dan cabai menjadi isu besar di media akhir-akhir ini dan melibatkan banyak pihak mulai dari pemerintah, Komisi Pengawasan Persaingan Usaha (KPPU), dan bahkan kepolisian.

Saling silang para pihak bahkan menyebar melalui media sehingga menambah kerumitan dan memengaruhi independensi para pihak dalam menangani perkara. Akhirnya hal ini menjadi disinsentif bagi dunia usaha maupun konsumen sendiri.

Pemerintah perlu memikirkan prosedur penanganan masalah dan etika penyampaiannya kepada publik. Juga perlu dibentuk lembaga yang independen, kompeten, dan kredibel dalam membantu Presiden terkait hal ini. Dengan demikian bisa diminimalkan dampak negatifnya.

Lembaga ini harus menyiapkan tata cara serta tata kelola menangani isu di bidang pangan dan sekaligus menjadi lembaga klarifikasi (clearing house) para pemangku kepentingan agar segala persoalan bisa dibahas bersama, mencari solusi yang konstruktif, serta tindak lanjut untuk mencegah agar masalah yang sama tidak terjadi lagi.

Tentu saja, lembaga ini harus dilengkapi dengan ketersediaan data dan informasi yang faktual serta akurat tepercaya. Etika penyampaian masalah dan penyelesaian ke publik disiapkan dengan baik agar tidak berkembang menjadi isu liar dan ditanggapi banyak pihak yang ujung-ujungnya merugikan semua.

Menurut Undang-Undang Pangan Nomor 18 Tahun 2012 telah diatur terbentuknya lembaga pemerintah yang menangani bidang pangan yang berada di bawah Presiden dan bertanggung jawab kepada Presiden.

Sebenarnya, lembaga ini (yang belum terbentuk), apa pun namanya nanti, apakah Badan Pangan Nasional (Bapanas) atau Badan Otoritas Pangan (BOP), bisa menjadi lembaga klarifikasi yang baik. Kebijakan, tata cara, tata kelola, serta penyelesaian bisa dilaksanakan di sini, apalagi lembaga ini langsung berada di bawah Presiden.

Lembaga ini sebenarnya sudah dirancang mempunyai kewenangan, antara lain, bidang ketersediaan dan kerawanan pangan;distribusi dan pelembagaan pangan; serta konsumsi dan keamanan pangan. Kewenangan di bidang distribusi dan pelembagaan pangan, termasuk mengatasi pasokan dan stabilisasi harga, sangat relevan dalam mengatasi isu-isu pangan seperti terjadi akhir-akhir ini.

Akhirnya, didasari pikiran positif semua pihak, dengan mencari solusi yang didasarkan pada fakta dan data tepat, menyimpulkan untuk kepentingan nasional, serta menindaklanjuti untuk pertumbuhan ekonomi, diharapkan kepastian berusaha akan tumbuh dan lebih meyakinkan investor.

Dengan begitu, upaya pemerintah untuk menarik investasi dan menjadikan dunia usaha menjadi motor pembangunan tidak menjadi sia-sia. Semoga.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar