Kotak
Pandora Proyek E-KTP
Agus Sunaryanto ; Wakil Koordinator Indonesia Corruption Watch
(ICW)
|
KORAN
SINDO, 30
Maret 2017
Sidang dugaan tindak pidana korupsi KTP elektronik (e-KTP)
kini memasuki tahap pembuktian dan pemeriksaan saksi. Berbagai informasi
menarik mulai terungkap, seperti mantan sekjen Kemendagri yang mengaku
menerima sejumlah uang hingga kesaksian mengejutkan Miryam Haryani yang
mencabut berita acara pemeriksaan (BAP). Di sisi lain, KPK menetapkan salah
satu tokoh kunci dari pihak swasta yaitu Andi Narogong se - bagai tersangka
baru. Masyarakat sepertinya ha - rus bersabar menanti episode lanjutan KPK
dalam mem - bongkar kotak pandora e-KTP yang menimbulkan kerugian negara
sekitar Rp2,3 triliun ini.
Pertaruhan juga bagi KPK untuk membuktikan keterlibatan
nama-nama besar seperti mantan menteri termasuk elit parpol yang tercantum
dalam dakwaan Irman dan Sugiharto. Seperti yang sudah-sudah, setiap kali KPK
menangani kasus yang menarik perhatian publik khususnya keterlibatan
politisi, reaksi negatif muncul dari Senayan. Bah kan sempat muncul wacana
hak angket yang digulirkan salah satu pimpinan DPR. Sinyalemen keterlibatan
politisi dalam kasus e-KTP memang begitu terasa aromanya, paling tidak
terdeteksi dari beberapa indikasi.
Pertama, lebih dari 20 politisi DPR yang telah dipanggil
untuk dimintai keterangan oleh KPK selama proses penyidikan. Kedua, adanya
pengembalian uang proyek sekitar Rp250 miliar di mana Rp30 miliar merupakan
pe - ngembalian dari sejumlah politisi. Dan ketiga, pernyataan Ketua KPK Agus
Rahardjo se - belum persidangan tentang adanya nama-nama besar da - lam
perkara e-KTP, dan ini ter - konfirmasi dalam pembacaan dakwaan di pengadilan
tipikor. Jika ”rombongan” anggota dewan yang terhormat bisa di - jeratsecara
hukummakapres tasi KPK akan semakin cemer lang.
Memangakhirnyasulitme nafikan persepsi masya rakat
Indonesia seperti terangkum dalam laporan Global Corruption Barometer 2017,
yang dirilis Transparansi Internasional Indonesia, bahwa lembaga legislatif
baik pusat maupun daerah dinilai sebagai lembaga terkorup.
Politik-Bisnis Pengadaan
Indonesia Corruption Watch (ICW) mencatat jika sepanjang
2016 kasus yang ditangani aparat penegak hukum didominasi kasus yang terkait
pengadaan barang dan jasa yaitu sebanyak 195 kasus atau 41% dari total 482
kasus. Tak jauh berbeda, selama periode 2012-2016 kasus yang ditangani KPK
juga didominasi oleh kasus pengadaan yang mencapai 148 dari 500 kasus
korupsi. Khusus tahun 2016, menurut laporan tahun - annya, KPK juga masih
menangani kasus korupsi pengadaan sebanyak sembilan perkara. Pemerintah
sendiri tidak ber diam diri untuk mengantisipasi fenomena korupsi di sektor
pengadaan barang dan jasa.
Berbagai upaya telah dilakukan misalnya dengan membentuk
Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah (LKPP) yang bertugas
melak - sana kan pengembangan dan perumusan kebijakan peng adaan, termasuk
mengembangkan sistem pengadaan secara elektronik (SPSE) yang mulai diterapkan
sejak tahun 2008 Upaya lain adalah merevisi regulasi Keppres menjadi Perpres
54 tahun 2010 jo Perpres 4 tahun 2015 (perubahan keempat) dalam rangka
memperkuat alih prosedur pengadaan dari konvensional menjadi pengadaan secara
elektronik (eprocurement).
Penerapan peng - ada an secara elektronik ter sebut
diharapkan meminimalisasi risiko korupsi, mening katkan efisiensi dan
efektivitas serta kompetisi antarpeserta tender. Oleh karena itulah lahir
Inpres Nomor 17/2011 dan Inpres Nomor 1/2003 tentang per cepat - an
pemberantasan ko rup si, di mana salah satunya me wajibkan kepada seluruh
instansi pe merintah untuk melaksanakan ten - der secara elektronik. Namun
demikian, upaya men dorong pengadaan barang dan jasa yang transparan dan
akuntabel memang tidak semudah dibayangkan.
Pengadaan secara elektronik yang terus dikampanyekan agar
dapat menekan laju korupsi ternyata tak kebal juga dengan kecurangan. Hal
tersebut karena sistem eprocurement masih membuka ruang tatap muka antara pa
- nitia dengan penyedia sehingga potensi terjadinya kong kali - kong terbuka
lebar. Kasus korupsi Videotron di Kementerian Koperasi (Kemen kop UKM) tahun
2012, jelas tergambar bagaimana pe - tugas unit layanan pengadaan (ULP) di
intervensi untuk memenangkan salah satu per usahaan rekayasa yang dibentuk
pengusaha yang ternyata merupakan anak menteri saat itu.
Begitu juga dengan kasus e- KTP, bahkan KPK dan LKPP yang
sejak awal diminta men - dampingi proses pengadaan kemudian justru menarik
diri karena rekomendasi yang di sa - ran kan tidak dijalankan. Belajar dari
kasus yang ter jadi, korupsi di sektor peng ada an harus dipandang sebagai ba
gian dari korupsi politik. Tentu butuh komitmen dan keberanian untuk
mengatasi persoalan tersebut, partai harus melakukan kontrol dan sanksi tegas
bagi kader maupun elite yang terjerat hukum ter masuk memperbaiki pola rek
rut men.
Sistem daftar hitam (blacklist) yang terintegrasi se cara
nasional wajib diberikan bagi sektor bisnis yang tak ber integritas. Termasuk
Peraturan Mahkamah Agung(PerMA) Nomor13/2016 bisa dimanfaat kan oleh penegak
hukum untuk menjerat kor - porasi nakal.
Tantangan KPK
Keberhasilan KPK menangani dugaan korupsi peng ada an
e-KTP patut diapresiasi. Namun masih ada tantangan terbesar dalam membongkar
kotak pandora proyek ini, yaitu membuktikan seluruh peran nama-nama yang
tercantum dalam dakwaan baik yang men desain, melaksanakan maupun yang
sekadar menikmati aliran dana. Beberapa nama dalam dak wa an e-KTP tak asing
terdengar karena pernah disebut dalam dakwaan KPK lainnya seperti kasus
korupsi Hambalang.
Oleh karena itu, KPK harus ekstra kerja keras termasuk
konsisten menegakkan Pasal 4 UU Tindak Pidana Korupsi tentang pe - ngem
balian keuangan dan per - ekonomian negara tak meng - hapus tindak pidana
korupsi nya. Pimpinan KPK juga harus meminimalisasi pernyataan yang
bernuansapolitiskarenatanpaitu pun KPK pasti akan mendapatkan serangan
politik. Pernyataan saksi di Sidang ter akhir tentang ada tekanan pe nyidik
yang diikuti pen cabut an berita acara perkara (BAP) me rupa kan indikasi
mulai ada perlawanan balik terhadap upaya hukum KPK.
Oleh karena itu, akan lebih elok jika KPK benar-benar
fokus pada penegakan hukum, melindungi saksi mau pun pelaku yang kooperatif
(justice collaborator) agar tak diintimidasi. Kasus e-KTP termasuk da lam
kategori grand corruption kar ena tidak hanya menimbulkan kerugian negara
yang sa ngat besar serta diindikasikan melibatkan elit partai, tetapi juga
ada hak publik yang terampas karena hingga saat ini belum men dapatkan kartu
identitas.
Maka penting bagi publik mengawal dan memberi dukungan
kepada KPK agar sengkarut kasus ini terbongkar tuntas. ●
|
( Mohon maaf, masih
versi asli, belum di-edit )
Tidak ada komentar:
Posting Komentar