Agar
Ikan Membawa Berkah
Dinna Wisnu ; Political Economist Chair; Atma Jaya
Graduate School of Business & Senior Advisor, Atma Jaya Institute of
Public Policy
|
KORAN
SINDO, 29
Maret 2017
Bisnis di industri perikanan dan seafood, termasuk di
tingkat global, dikabarkan bersinar dengan segala pilihan potensi kariernya. Di
sejumlah negara telah berkembang pula head-hunters alias perekrut tenaga
kerja yang berupaya menarik para eksekutif muda untuk berkarier di sektor
bisnis ini. Selain karena permintaan pasar (demand) untuk konsumsi ikan
meningkat, karut-marut pengelolaan sektor ini di negara-negara berkembang
justru menjadi peluang bisnis bagi perusahaan dan negara yang lebih siap.
Sinyal pembenahan di segala lini, mulai dari tata kelola
yang dimoder isasi, standar kelestarian alam, standar ketenagakerjaan dan
pengelolaan sumber daya manusia, standar sistem keamanan kapal sampai
perbaikan perlindungan antiperbudakan di kapal dan sebagainya dianggap
sebagai jaminan bahwa bisnis di industri perikanan dan seafood memang sangat
menjanjikan.
Alasan utama mengapa saya mengangkat topik bahasan ini
adalah karena secara umum posisi daya tawar Indonesia dalam persaingan global
masih lemah, khususnya bila Indonesia sungguh ingin tumbuh terus secara ekonomi
dengan jumlah lapangan kerja yang cukup dan layak. Diplomasi Indonesia dalam
hal perlindungan tenaga kerja, yang selama ini menjadi prioritas pemerintahan
Presiden Joko Widodo, akan terus terkendala bila akar masalahnya, salah
satunya adalah daya saing Indonesia di bidang bisnis industri perikanan,
tidak dibenahi.
Hari ini potret bisnis perikanan di Indonesia belum bisa
dikatakan cerah. Sektor perikanan di Indonesia ma sih lekat citranya dengan
kemiskinan, nelayan tradisional, dan caracara melaut yang sifatnya manual.
Skala bisnis perusahaan perikanan di Indonesia belum sebanding dengan
perusahaan perikanan global Di dunia ini ada sekitar 13 perusahaan saja yang
sifatnya global dan tak satu pun adalah milik per usa ha an Indonesia.
Justru yang besar adalah dari China, Inggris, Jepang,
Kanada, Norwegia, Amerika Serikat, Thailand, bahkan juga Australia, Korea
Selatan, dan India. Hal ini di perburuk dengan ditemukan nya kasuskasus
perbudakan, penyiksaan, dan perdagangan manusia yang dialami awak kapal, termasuk
asal Indonesia, di kapal-kapal asing. Menurut data 2016 dari International
Organization for Migration (IOM), ribuan awak kapal menjadi korban dengan
modus rekrutmen berbasis penipuan, pelanggaran aturan, dan pemalsuan dokumen
yang berujung pada penyiksaan, eksploitasi, dan pembunuhan.
Bisnis perikanan yang merekrut awak kapal dari
negaranegara berkembang, termasuk Indonesia, ternyata erat kaitannya dengan
pelanggaran hak asasi manusia (HAM). Kementerian Kelautan dan Perikanan
menyoroti problem kejahatan perikanan sebagai kendala besar bisnis perikanan
di Tanah Air. Mulai dari pemalsuan dokumen kapal, registrasi ganda, berlayar
tanpa izin dan dokumen resmi hingga modifikasi kapal secara ilegal yang se
benarnya memengaruhi bentuk dan konsekuensi izin.
Selain itu perekrutan kapten dan kru kapal dari negara
lain tanpa izin sampai menggunakan alat penangkapan yang dilarang, tidak
patuh atas kerja sama pemrosesan ikan, pelanggaran zona tangkapan ikan dan
deaktivasi transmitter kapal. Segala jenis pelanggaran aturan inilah yang
akhirnya berimbas pula pada pelanggaran HAM di atas kapal-kapal penangkapan
ikan. Berawal dari penang kapan ikan secara ilegal, muncullah rentetan
pelanggaran aturan yang membawa petaka bagi awak-awak kapal.
Bagi kita yang peduli pada perilaku bisnis yang
bertanggung jawab, kejadian-kejadian di atas mengingatkan kita bahwa arah
pengembangan bisnis perikanan dan seafood perlu pengawalan ketat dari
berbagai pemangku kepentingan. Permintaan yang tinggi akan produk-produk
perikanan dan seafood adalah insentif bagi peng usaha yang jeli dan bermodal
besar untuk mengarahkan perhatiannya pada sektor ini. Karut-marut pengelolaan
izin dan ketenagakerjaan bukanlah hal yang menggentarkan mereka.
Justru bagi mereka hal itu dianggap sebagai peluang
tambahan untuk memenangi persaingan, apalagi teknologi penangkapan ikan dan
pemrosesan ikan sudah makin canggih. Berkaca ke dalam negeri, tantangan
terbesar pemerintah an Presiden Joko Widodo ada lah menjahit kebijakan lintas
bidang dan lintas kementerian yang pada akhirnya bisa menumbuhkan
kewirausahaan di sektor yang sebetulnya sangat menjanjikan di tingkat global
ini. Ya, memang harus sampai menyentuh perbaikan kewirausahaan di sektor
perikanan.
Yang terwujud saat ini sebenarnya barulah satu bagian dari
perbaikan kebijakan di sektor perikanan. Saat ini telah terbentuk Satuan
Tugas 115 untuk Penanggulangan Penangkapan Ikan Ilegal di Kementerian
Kelautan dan Perikanan. Artinya ada perhatian pada nilai strategis penanganan
problem kejahatan perikanan.
Ibu Susi Pudjiastuti, Menteri Kelautan dan Perikanan, juga
telah menerbitkan sejumlah peraturan menteri untuk memperbaiki sistem
perlindungan tenaga kerja dalam usaha perikanan seperti Peraturan Menteri
Nomor 35/2015 tentang Sistem dan Sertifikasi HAM pada Usaha Perikanan dan
Peraturan Menteri Nomor 42/2016 tentang Perjanjian Kerja Laut Bagi Awak Kapal
Perikanan. Aturan-aturan dari kementerian tersebut melengkapi upaya perapian
per izinan usaha perikanan yang beroperasi di Indonesia.
Tantangan lanjutannya adalah menuntaskan identifikasi
pelaku kejahatan perikanan sampai pada tuntutan hu kum dan memangkas modus
operandi mereka. Di tingkat global memang ada Prinsip-Prinsip Panduan Bisnis
dan HAM, juga Standar Konvensi Perlindungan Tenaga Kerja di Sektor Maritim
yang bisa menjadi rujukan Satuan Tugas 115 dalam memberikan jaminan perbaikan
nasib para pekerja perikanan. Tapi sejauh ini yang bisa dituntut hukum
barulah individu dan bukannya perusahaan.
Prancis pernah menyuarakan dorongannya di PBB untuk
menjadikan perusahaan se bagai subjek hukum penanggung jawab dalam hal
pelanggaran HAM, tetapi gagal. Indonesia yang sebenarnya berpotensi
diuntungkan jika perusahaanperusahaan bersikap lebih bertanggung jawab dalam
hal hukum patut mengeksplorasi kerja sama internasional yang mendorong
tanggung jawab perusahaan ketika sudah diberi izin investasi atau operasi di
suatu negara.
Dari sisi ketenagakerjaan, Kementerian Tenaga Kerja RI
sedang merapikan sistem perlindungan tenaga kerja di sektor perikanan. Tapi
faktor pemantauannya masih menjadi pekerjaan rumah yang besar karena para
tenaga kerja ini beroperasi jauh dari para pengawas ketenagakerjaan.
Dibutuhkan kerja sama dengan serikat buruh dan solidaritas dari para awak
kapal untuk menegakkan peraturan ketenagakerjaan di laut.
Mengingat bahwa bisnis perikanan dan seafood bisa sangat
besar dengan jaringan anak-anak perusahaan di segala lini seperti restoran,
pemrosesan ikan, dan produksi barangbarang konsumen turunan lainnya,
sebenarnya negara perlu lebih gigih mendorong perilaku perusahaan yang
bertanggung jawab. Tanpa itu, negara akan sekadar menjadi “tukang sapu” dari
masalah-masalah yang sangat mahal harganya dan harus ditanggung harganya oleh
negara semata.
Selain itu pemerintah perlu mendorong
kementerian-kementerian terkait untuk memelopori lahirnya industri perikanan
yang sehat, bertanggung jawab, dengan standar-standar perlindungan tenaga
kerja yang mumpuni. Akuisisi teknologi untuk memantau gerak-gerik kapal dan
awaknya menjadi suatu keniscayaan yang wajib dimiliki negara maritim seperti
Indonesia.
Tanpa itu, Indonesia akan menjadi penonton saja atau
“pemadam kebakaran” dari masalah-masalah yang ditinggalkan
perusahaan-perusahaan asing bidang perikanan yang ber operasi di perairan
Indonesia dan mempekerjakan orang-orang Indonesia. Bagi para pengusaha di
Indonesia, ulasan di atas sebenarnya mengonfirmasi potensi bisnis di bidang
perikanan dan seafood yang menjanjikan.
Sinyal-sinyal perhatian dari pemerintah untuk memperbaiki
tata kelola bisnis perikanan dan ketenagakerjaan di sektor ini sebenarnya
adalah ja min an bahwa profesionalisme akan dituntut juga dari pebisnis di
sektor-sektor ini. Artinya mereka yang punya keahlian di bidang manajemen dan
bisnis wajib menjadikan perkembangan ini sebagai peluang untuk menjadi tuan
rumah di negeri sendiri yang dua pertiga wilayahnya adalah laut. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar