Pesan
Profetik
Jannus TH Siahaan ;
Pengamat Sosial Kemasyarakatan;
Tinggal di Pinggiran Bogor, Jawa
Barat
|
KOMPAS, 13 Februari 2017
Ada pesan
menarik dari Soeharto sebelum ia benar-benar melepas baju kebesarannya
sebagai presiden negeri ini. Tentu, baginya bukan perkara mudah berpisah dari
baju kekuasaan yang telah ia kenakan hampir 32 tahun.
Menjelang
lengser keprabon, dengan sisa-sisa suaranya yang sudah tak bertenaga, ia
menyatakan akan segera turun dan siap ”mandito”, menjadi pendeta. Ya, menjadi
pendeta dalam maknanya yang luas. Menjadi pendeta bermakna menjalani
kehidupan penuh kesucian diri.
Dua kosakata
dalam dua ungkapan; lengser keprabon dan madeg pandito adalah kata-kata yang
populer dari Soeharto saat diucapkannya di hadapan kaderkader Golkar. Arti
lengser keprabon adalah mengundurkan diri secara sukarela dari kedudukan
presiden. Adapun madeg pandito dimaksudkan sebagai orang tua yang bijaksana,
yang akan tinggal di sebuah ”pertapaan” dan selalu bersedia memberi nasihat
kepada siapa pun yang membutuhkan. Pak Harto ingin jadi pandito; tempat
memohon nasihat.
Menjadi manusia suci
Seandainya
setiap pemimpin mengawali tugas-tugas kepemimpinan dan pelayanan kepada
rakyat dengan konsep mandito, tentu roda kehidupan akan terus berputar tak
jauh dari centrumnya: Tuhan. Sungguh! Seandainya Soeharto me-mandito-kan diri
sejak hari pertama menjadi presiden, akhir kepemimpinannya akan jadi catatan
suci bagi bangsanya. Sejatinya, setiap orang yang memanggul amanah
kepemimpinan dan pelayanan adalah pemangku pesan profetik dari Tuhan.
Setiap
pemimpin yang telah diambil sumpah jabatannya, ia sudah mengenakan busana
ketuhanan, mewarisi tugas-tugas kenabian dan menjadi manusia suci yang siap
menjadi tangan-tangan Tuhan yang maha pemurah. Pantang baginya melakukan
sesuatu mengatasnamakan golongan, apalagi ambisi pribadi dan keluarganya.
Seperti para nabi yang saleh, maka seorang pemimpin, dan terutama pemimpin
bangsa, adalah manusia paling saleh dan paling suci dari kalangannya.
Tentu tidak layak
orang yang penuh kotoran berambisi mengenakan jubah kenabian. Busana
kenabian, jika jatuh dan digunakan oleh orang-orang tak bertanggung jawab,
akan melahirkan kenestapaan bagi orang lain. Untuk mengurai benang kusut
kehidupan, setiap bangsa membutuhkan turun tangannya orang-orang suci.
Orang-orang suci bukan semata mereka yang disematkan ”jabatan” pendeta pada
dirinya. Sifat kependetaan bisa melekat kepada siapa saja.
Thomas Merton
dalam Mysticism in the Nuclear Age memberikan peringatan yang pas untuk kita
renungkan saat ini: saat di mana orang-orang yang seharusnya sudah mandito,
tetapi masih ikut terlibat, dan bahkan menambah kusut persoalan bangsa. ”Anda
tidak bisa menyelamatkan dunia hanya dengan sebuah sistem. Anda tak dapat
meraih kedamaian tanpa kedermawanan. Anda tidak bisa mendapatkan keteraturan
sosial tanpa hadirnya orang-orang suci, kaum moralis dan para nabi.”
Kedermawanan
adalah sifat para nabi, manusia suci dan mereka yang istikamah yang
berputar-putar hanya di sekitar rumah Tuhan. Memberi kesempatan kepada setiap
orang agar dapat memimpin dengan benar dan baik adalah sifat kedermawanan.
Sifat ini dapat juga dilihat dari kebesaran hati seseorang untuk tidak
mengganggu ketika semua orang tengah berjuang menyelamatkan biduk di tengah gelombang
kehidupan yang ganas. Tidak dermawan seseorang jika lebih senang mendahulukan
diri, keluarga, dan kelompoknya daripada kepentingan khalayak.
Kedermawanan
hanya dapat tumbuh dengan baik dalam diri manusia yang baik pula. Manusia
yang berkembang secara jasmaniah dan rohaniah. Bukan hanya subur tubuhnya,
melainkan kering rohnya. Bukan yang menjulang secara teori, tetapi menukik
moralnya. Ia adalah tipikal manusia yang menjalani kehidupan material dan
spritual sekaligus. Kalau tidak, maka kecemasan Jean Jacques Rousseau akan
jadi kenyataan: ”Semakin banyak orang pandai, semakin sulit dicari orang
jujur.”
Bagi filosof
kenamaan Perancis ini, manusia masa kini lebih senang mengembangkan akal
kognitifnya ketimbang mempertajam sentuhan akal rohaninya. Akibatnya, setiap
kesengsaraan rakyat hanya diukur dengan angka dalam statistik. Jumlah rakyat
yang miskin cuma berarti angka dan uang. Semakin besar jumlah angka
kemiskinan semakin berlipat keuntungan yang siap mereka peroleh. Semakin
lebar jurang disparitas si kaya yang si miskin, semakin panjang harapan
menumpuk harta dan mempertahankan kekuasaan.
Sifat dan
sikap semacam ini menghinggapi nyaris semua pemimpin dari semua kalangan dan
profesi. Sebuah kejahatan yang sistemik dan dilakukan secara berjemaah.
Seperti dogma. Dari legislatif, eksekutif, hingga yudikatif. Dari pimpinan
organisasi politik hingga organisasi keagamaan. Dari pimpinan organisasi
kemasyarakatan pemuda hingga mereka yang memimpin komunitas veteran. Veteran
perang, veteran agamawan, hatta para mantan lulusan sekolah tertentu yang
sudah jadi veteran. Mereka bergerak sesuai dogma. Masif! Seragam.
Masing-masingmemaksakan kehendaknya kepada yang lain yang juga bangsanya
sendiri.
Mereka pelayan rakyat
Sejatinya
setiap orang lahir membawa pesan kenabian. Pesan kemaslahatan untuk diri,
keluarga dan lingkungannya. Pesan untuk saling menyelamatkan dan saling
membahagiakan. Sebab, tak ada kebahagiaan seseorang tanpa campur tangan orang
lain. Pesan agar bisa saling menghormati bukan saling menistakan. Pesan untuk
siap menerima perbedaan di antara kesamaan. Bukan pesan yang hanya
membenarkan diri sendiri dan menyalahkan orang lain.
Manusia adalah
makhluk dua dimensi. Radio dua band yang dianugerahi kemampuan menangkap
pesan gelombang pendek dan gelombang panjang. Karena terdiri dari fisik dan
nonfisik, manusia bisa menyimpan firman Tuhan dalam dirinya. Ia bisa
merasakan deras air mata si miskin di tengah gemerlap kehidupan yang menipu.
Ia harusnya mampu menangkap pesan kenabian dan isyarat dari Tuhan yang
mahaperkasa di tengah keteraturan alam semesta.
Hari Rabu,
tanggal 15 Februari 2017, pemilihan kepada daerah diselenggarakan serentak.
Ini akan jadi momentum menunggu calon-calon manusia suci dari seluruh Tanah
Air. Kepada mereka, akan dititipkan masa depan kehidupan kita, paling kurang
untuk lima tahun ke depan. Mereka adalah para pelayan yang tengah
dipersiapkan mengenakan busana kenabian.
Camkan dan ingatlah! Kalian akan mengemban pesan profetik.
Jangan berandai-andai akan mandito ketika sesal sudah tak berguna. Mari tetap
berharap kita tidak jauh dari Tuhan. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar