Bagaimana
Hipnotis Politik Melumpuhkan Nalar
AS Laksana ;
Sastrawan; Pengarang; Kritikus Sastra
yang dikenal aktif menulis
di berbagai media cetak nasional
di Indonesia
|
JAWA
POS, 13
Februari 2017
PADA waktu
pertama membeli buku hipnotis pada penjual buku di trotoar dekat Pasar Induk
Semarang, bertahun-tahun lalu ketika saya masih SD, saya membelinya dengan
keyakinan yang dimiliki banyak orang, yaitu bahwa hipnotis adalah sebuah
kesaktian yang memerlukan bantuan jin. Saya pikir setelah rampung membaca
buku itu, saya akan bisa berwisata ke Jakarta dengan karpet terbang,
mengelilingi Monas tiga kali, menikmati Taman Mini, dan setelah itu langsung
terbang ke Pulau Komodo.
Manfaat
lainnya, saya bisa membuat orang tertawa sepanjang hari; tinggal meminta
tolong jin untuk menggelitikinya dari subuh hingga petang. Atau jika ada
orang yang menjengkelkan, saya akan meminta jin pembantu saya untuk
membuatnya tersesat di pasar dan baru menemukan jalan pulang satu bulan
kemudian.
Saya lupa isi
buku itu, tetapi masih ingat bahwa saya menyelesaikan buku itu dalam waktu
satu malam saja. Mimpi untuk berwisata dan sebagainya gagal terwujud; saya
bahkan tidak mampu memindahkan secuil kertas di atas meja dengan pandangan
mata.
Sampai
beberapa waktu lalu saya masih bertemu dengan orang yang meyakini bahwa
setiap hipnotis pasti bekerja sama dengan jin. ”Ya, memang begitu,” kata
saya. ”Saya bisa menghipnotis karena mendapatkan ilmu Nabi Sulaiman yang
diwariskan kepada saya oleh seorang pengemis.”
Mungkin hingga
sekarang tetap masih banyak orang yang meyakini adanya kerja sama antara
hipnotis dan jin. Itu gejala khas pada spesies manusia. Jika akal sulit
menjangkau dan pengetahuan tidak memadai untuk memahami sebuah fenomena,
mereka akan mencari cara termudah untuk menjelaskannya. Pasti pakai jin.
Jika Anda
mempelajari hipnotis dan berhadapan dengan orang dengan keyakinan seperti
itu, sebaiknya disetujui saja keyakinannya, tidak usah dibantah. Dengan
demikian, di mata orang itu, Anda orang sakti, kurang lebih setara dengan
Nabi Sulaiman.
Padahal, jika
mau membaca, mereka akan tahu bahwa hipnotis bekerja membuat orang trance
dengan cara melumpuhkan pikiran kritis terlebih dulu. Caranya bermacam-macam,
tetapi tujuannya satu, ialah membuat pikiran Anda kehilangan daya kritis
sehingga Anda akan mudah dipengaruhi.
Seseorang tak
dikenal menepuk pundak Anda dan kemudian bicara nyerocos, menjejalkan segala
hal yang membuat pikiran Anda bekerja keras untuk memproses informasi yang
memang sulit dicerna. Ia bisa juga mengajukan pertanyaan yang membingungkan,
dengan tujuan sama: membuat pikiran Anda bekerja keras untuk menemukan
jawaban atas pertanyaannya.
Pada saat
pikiran Anda masih bekerja keras, ia menyusulkan informasi baru atau
pertanyaan-pertanyaan berikutnya secara deras. Terus seperti itu, sampai
pikiran Anda kelelahan karena banyak hal yang harus ditangani dalam satu
waktu. Itu akan membuat Anda ’’banyak pikiran”, yang artinya bukan cerdas
atau memiliki pemikiran yang banyak, tetapi mumet.
Di saat
pikiran kelelahan, kesadaran Anda melumpuh dan daya kritisnya tidak bekerja.
Anda akan mudah mengikuti apa yang orang itu inginkan ketika pikiran Anda di
puncak kelelahan dan sudah kehilangan daya kritis. Cara itu lazim dilakukan
tukang gendam.
Peristiwa
sehari-hari yang mirip dengan itu mungkin pernah Anda alami. Seseorang keliru
menyangka Anda adalah temannya dan ia menyapa, ”Hai, apa kabar?” Anda terdiam
beberapa saat, pikiran Anda bekerja mencari tahu siapa orang ini, dan
pencarian itu pasti gagal karena Anda memang tidak mengenalnya. Bedanya dari
peristiwa gendam, biasanya orang itu akan menyadari bahwa ia keliru dan
meminta maaf. Anda tidak menjadi korban karena ia memang tidak punya niat
jahat.
Hal lain yang
membuat Anda amat mudah dipengaruhi adalah perasaan takut yang ditanamkan di
dalam benak terus-menerus, sampai kemudian Anda menyepakati bahwa apa yang
Anda takutkan itu memang benar-benar ada. Para propagandis bekerja antara
lain dengan cara seperti ini. Mereka menanamkan ketakutan di benak kita
terus-menerus. Mereka rajin menyebarkan kebohongan demi kebohongan, dengan
cara sungguh-sungguh, sampai pada akhirnya kita tidak bisa mengenalinya lagi
sebagai kebohongan.
Saya melihat
itu yang terjadi pada masyarakat kita sekarang. Kita dibuat kelelahan oleh
berbagai isu dan hasutan, dibuat bingung dan ”banyak pikiran” oleh
orang-orang yang tega menyebarkan kebohongan tiap hari.
Beberapa orang
bisa selamat dan mampu mempertahankan kewarasan karena memiliki cukup
pengetahuan untuk menolak dan mengambil jarak dari gencarnya kebohongan dan
propaganda. Ada banyak yang hanyut.
Dalam
kehidupan sehari-hari, orang-orang yang kurang berilmu dan terbatas
pengetahuannya memang golongan paling tidak kritis. Mereka itulah mangsa
paling empuk bagi para penghasut dan propagandis. Mereka paling mudah trance,
dan kemudian memasrahkan diri pada hasrat-hasrat politik para juragan, yang
mereka yakini sebagai penegak kebenaran.
Para juragan politik itu, Anda tahu, sama sekali tidak bekerja
sama dengan jin. Kawan karib mereka adalah para penyedia nasi bungkus. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar