Membidik
Lansia Jepang
Suyoto Rais ; Ketua umum Formasi-G (Forum Masyarakat
Indonesia Berwawasan Global); Anggota
Dewan Pakar IABIE (Ikatan Alumni Program Habibie)
|
JAWA POS, 16 Januari
2017
SENIN
lalu (9/1) Menko Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan menyetujui permintaan
Jepang untuk mengelola satu wilayah atau pulau di Indonesia buat
peristirahatan para orang lanjut usia (lansia) Jepang. Harapannya, bisa
mendongkrak jumlah wisatawan asing ke Indonesia yang ditargetkan sekitar 20
juta orang per tahun pada 2019.
Jumlah
lansia Jepang, yakni mereka yang berusia 65 tahun ke atas, memang semakin
bertambah. Menurut data terbaru yang dirilis Jepang pada September 2016, saat
ini ada 34,6 juta orang lansia atau 27,3 persen dari seluruh penduduk Jepang.
Persentase itu diprediksi masih akan bertambah karena harapan hidup orang
Jepang juga terus naik, saat ini termasuk yang tertinggi di dunia: Perempuan
87 tahun dan pria 81 tahun!
Masalah
penanganan lansia menjadi salah satu topik penting di Negeri Sakura. Mulai
pengelolaan dan pembagian dana pensiun untuk mereka hingga penyediaan
rumah-rumah jompo dalam jumlah banyak. Jepang juga mengimbau
perusahaan-perusahaan di negaranya tetap mempekerjakan para lansia itu
meskipun tidak full time lagi.
Jepang
juga kekurangan tenaga perawat yang bisa mengurus keperluan para lansia.
Karena itu, sejak 2008 Jepang menjalin kerja sama dengan Indonesia, Filipina,
dan Vietnam untuk mengirimkan tenaga perawat. Selain itu, banyak lansia
Jepang yang emigrasi ke negara lain.
Bersama
kawan-kawan alumni Jepang lainnya, saya juga sudah cukup lama mendiskusikan
masalah itu. Emigrasi Lansia Jepang
Program
emigrasi lansia Jepang ke luar negeri sudah cukup lama dimulai. Negara-negara
di ASEAN yang menjadi favorit mereka adalah (1) Malaysia, (2) Thailand, dan
(3) Filipina. Di luar ASEAN, ada Australia, Selandia Baru, dan Hawaii.
Indonesia
baru sebatas tujuan wisata dan tinggal untuk jangka waktu pendek. Itu pun
kebanyakan di Ubud, Bali. Sebab, suasana kampung di sana mudah membuat mereka
beradaptasi.
Malaysia
yang menjadi lokasi terfavorit lansia Jepang saat ini memiliki beberapa rumah
jompo khusus lansia Jepang. Malaysia memudahkan izin visa kepada mereka
sehingga banyak orang Jepang dan keluarganya yang bebas keluar masuk. Jumlah
lansia yang tinggal lebih dari setahun di Malaysia 10.000 orang, sementara
jumlah wisatawan Jepang yang berkunjung setiap tahun lebih dari 6 juta orang,
lebih dari 2 kali jumlah wisatawan Jepang ke Indonesia. Lagi-lagi kita harus
akui, Malaysia lebih agresif untuk menarik minat orang Jepang. Meningkatnya
kunjungan wisatawan Jepang itu ternyata juga berbanding lurus dengan kenaikan
angka ekspor negeri jiran tersebut ke Jepang. Kalau pada 1990 hingga 2000-an
Indonesia masih jauh di atas Malaysia, sekarang Malaysia merupakan negara
pemasok kebutuhan hidup Jepang terbesar ke-7.
Sementara
Indonesia yang menjadi terbesar ke-2 pada 1990 sekarang sudah tidak masuk 10
besar.
Instansi
perwakilan pemerintah Malaysia di Jepang memiliki andil yang cukup penting.
MIDA (Malaysian Investment Development Agency) dan MATRADE (Malaysia External
Trade Development Corporation) saling mendukung untuk menjual produk, jasa,
pariwisata, juga potensi investasi di negeri jiran tersebut. Untuk mengundang
para lansia, Malaysia juga menggandeng beberapa pengelola rumah jompo dan
biro travel besar di Jepang.
Thailand
dan Filipina kurang lebih sama. Untuk bisa mendatangkan lansia, para
perwakilan Thailand dan Filipina aktif menggandeng partner Jepang. Juga ada
kerja sama G-to-G, baik level pusat maupun daerah masing-masing. Khusus di
Filipina, ada kelebihan tenaga perawat yang pernah bekerja di Jepang. Perawat
yang dikirim ke Jepang hanya dikontrak maksimal tiga tahun. Untuk bisa
tinggal lebih lama, mereka harus lulus ujian bahasa Jepang dan berbagai
materi keperawatan lain yang untuk orang Jepang sendiri sulit. Jadi, sebagian
besar tenaga perawat itu pulang ke Filipina dan dimanfaatkan untuk mengundang
orang-orang lansia Jepang ke Filipina. Kampung Jepang di Indonesia
Indonesia
mestinya juga bisa tidak kalah oleh Malaysia, Thailand, dan Filipina. Juga,
harus dibuat agar Indonesia tidak hanya dikenal karena Bali. Masih banyak
lokasi potensial untuk dijadikan salah satu tujuan emigrasi lansia Jepang.
Misalnya Solo-Jogja, Lombok, Jawa Timur bagian selatan, dataran tinggi di
Jawa Barat dan Sumatera, Manado yang memiliki banyak spa alam, serta Makassar
yang punya pemandangan laut indah. Juga Pulau Morotai yang jelas diminati
Jepang.
Tentu
tidak mudah membuat mereka mau tinggal dan betah di luar Jepang. Orang Jepang
terkenal sangat mencintai negerinya. Mereka sudah terbiasa hidup dengan
berbagai kepraktisan dan sistem yang nyaman di Jepang dan tidak mudah
beradaptasi di negara lain. Lansia yang beremigrasi ke luar negeri juga
memiliki banyak kendala.
Tetapi,
orang-orang Jepang juga terkenal memiliki toleransi tinggi dan budaya
menghargai orang lain yang luar biasa. Kalau kita bisa menyediakan fasilitas
dan sistem yang baik dengan mempertimbangkan keinginan mereka, bukan tidak
mungkin mereka mau tinggal di Indonesia sebagai penyumbang devisa negara yang
potensial.
Salah
satu cara untuk membuat lansia Jepang tertarik adalah membuat lokasi
eksklusif. Misalnya kampung Jepang. Selain untuk tempat tinggal, di dalamnya
dikembangkan area untuk beraktivitas sehari-hari. Misalnya tempat berolahraga
ringan, bermain gateball, bersosialisasi, bahkan berkebun atau melakukan
aktivitas produktif lain.
Indonesia
juga bisa menggunakan mantan perawat ke Jepang yang sudah pulang. Kabarnya,
tenaga perawat kita lebih disukai jika dibandingkan dengan perawat dari
Filipina dan Vietnam. Konon lebih ramah dan lebih tulus dalam melayani para
lansia. Minat terhadap Indonesia masih tetap tinggi. Sebab, bagaimanapun,
kita adalah negara terluas dengan penduduk terbesar di kawasan ASEAN. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar