"Tan
Keno Kinoyo Ngopo"
Abdul Munir Mulkhan ; Guru
Besar UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta;
Komisioner Komnas HAM RI
2007-2012; Wakil Sekjen PP Muhammadiyah 2000-2005
|
KOMPAS, 01 Desember
2016
Bulan Desember 2016 adalah bulan istimewa. Dalam bulan Desember
ini, ada dua peristiwa penting:
kelahiran Nabi Muhammad Saw (12/12) dan Nabi Isa As (25/12). Kaum Muslimin
dan Nasrani memandang hari-hari tersebut sebagai hari istimewa, dihormati
sebagai bagian dari keimanan mereka.
Praktik keagamaan kedua kelompok pemeluk beda agama tersebut
telihat penuh pengertian dan saling menghormati keyakinan masing-masing dalam
memperingati hari suci kelahiran nabinya. Namun, konflik besar bisa terjadi,
dipicu tindakan jika dinilai merendahkan apa yang diyakini sebagai sesuatu
yang sakral atau suci tersebut.
Persoalannya, bagaimana memelihara sikap saling menghormati
ketika pemeluk suatu agama meyakini bahwa Tuhan yang firman-Nya mutlak benar
dan sempurna itu-amatlah jelas dan pasti-bukan yang lain. Tuhan sebagai tan keno kinoyo ngopo (tidak
bisa digambarkan seperti apa) sebagaimana gambaran dalam hikmah Jawa,
tampaknya bisa dijadikan rujukan bersama ketika setiap pihak menempatkan
rumusan keyakinannya sebagai mutlak benar dan sempurna.
Dalam surat As-Syuura Ayat 11, Allah berfirman, artinya:
"(Dia) Pencipta langit dan bumi. Dia menjadikan bagi kamu dari jenis
kamu sendiri pasangan-pasangan dan dari jenis binatang ternak
pasangan-pasangan (pula), dijadikan-Nya kamu berkembang biak dengan jalan
itu. Tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan Dia (laista kamistlihi
syai'un), dan Dia-lah yang Mahamendengar dan Melihat."
Potongan ayat dalam surat As-Syuura tersebut yang berbunyi
"laista kamistlihi syai'un" sering dirujuk guna menjelaskan sifat
gaib Tuhan. Kegaiban Tuhan itulah yang antara lain diberi makna tan keno
kinoyo ngopo dalam tradisi Jawa.
Masalahnya, menjadi lain ketika Yang Mutlak Sempurna yang
Mahagaib itu diterjemahkan dalam susunan kalimat atau rangkaian kata yang
dimaknai secara materiil dan positivis. Pemaknaan secara demikian bisa
berarti bahwa setiap rumusan yang berbeda sangat boleh jadi ditempatkan
sesuatu yang bertentangan karena hanya ada satu rumusan yang tepat.
Akibatnya, rumusan lain bukan hanya ditempatkan sebagai batal, bahkan bisa
dipandang sebagai ancaman atas kemutlakan dan kesempurnaan yang diyakini
sebagai Tuhan dengan firman-Nya tersebut.
Rasa direndahkan, dilecehkan, tidak dihormati bisa memicu emosi
ketuhanan yang sulit dipahami orang yang berbeda keyakinan keagamaannya.
Kecenderungan demikian bisa dibaca dari sensitifnya persoalan yang berkaitan
dengan demonstrasi besar 4 November lalu.
Kisah
kemanusiaan
Dalam tingkat sensitivitas emosi ketuhanan yang tinggi demikian,
sebuah kisah kemanusiaan yang berlangsung di Madinah pasca hijrah Nabi
Muhammad Saw berikut ini mungkin patut disimak.
Seorang kepala kabilah terbesar di sekitar kawasan
Mekkah-Madinah yang selama ini secara sengit dan keji terus memusuhi dan
memerangi Islam, Ibn Ustal, tertangkap. Rasul pun memperlakukan tahanan kakap
itu secara istimewa. Setiap pagi Rasul mengantarkan sarapan pagi berupa susu
unta milik Nabi sendiri. Setiap pagi itu pula, Ibn Ustal terus menghina Nabi.
Namun, setiap kali pula Nabi menyambut hinaan demikian dengan sikap santun.
Tindakan Ibn Ustal yang menjengkelkan itu adalah tuduhan bahwa
dakwah Rasul tidak lebih daripada hasrat Nabi Muhammad terhadap kekuasaan dan
kekayaan. Bagi Ibnu Ustal, jika Nabi memang ingin memperoleh kekayaan dan
kekuasaan, tidak perlu bersusah payah berdakwah, tinggal terus terang meminta
kepada Ibn Ustal, pasti akan dikabulkan.
Di tengah cemooh dan hinaan yang dilakukan Ibnu Ustal demikian
itu, Nabi tiba-tiba membebaskannya tanpa syarat. Terkejut melihat perlakuan
Rasul yang aneh, di luar nalar manusia biasa umumnya, tanpa kata-kata Ibnu
Ustal lalu meninggalkan kawasan Masjid Nabawi dengan seribu pertanyaan tanpa
jawab.
Tiba di suatu oase, tidak jauh dari kawasan Masjid Nabawi, Ibnu
Ustal bersuci, kemudian berbalik menuju Masjid Nabawi. Ia menghadap Rasul
lalu bersumpah: "Hai Muhammad! Tidak ada orang di dunia ini yang paling
aku benci sebelum ini kecuali engkau. Kini aku bersumpah; wallahi, tidak ada
di dunia ini orang yang paling kucintai kecuali dirimu!" sembari
mengucap syahadat. Wallahu a'lam. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar