Pentingnya
Arsip Soekarno
Asvi Warman Adam ; Sejarawan
LIPI
|
KOMPAS, 06 Desember
2016
Arsip mengenai Presiden Soekarno periode 1945-1967 terdapat pada
beberapa daftar dan inventaris di Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI).
Kini seluruh arsip tersebut disatukan dalam satu panduan arsip Soekarno.
Panduan ini akan memudahkan peneliti yang melakukan riset
tentang pemerintahan Soekarno. Juga dapat memberikan gambaran yang menyeluruh
tentang pasang naik dan pasang surut karier kepresidenan Soekarno. Di sini
terdapat Teks Proklamasi 17 Agustus 1945 (stensilan 1 lembar) sampai
"Pengumuman Presiden RI/Mandataris MPRS/ Panglima Tertinggi ABRI
(Soekarno) tentang penyerahan kekuasaan pemerintahan kepada Jenderal TNI
Soeharto..." tahun 1967.
Arsip tersebut sebanyak 573 nomor arsip kertas, 627 nomor arsip
foto, dan 151 nomor arsip film digolongkan pada tiga periode, yaitu awal
kemerdekaan (1945-1950), demokrasi liberal (1950-1959), dan demokrasi
terpimpin (1959-1967).
Tentu saja penamaan dan pembabakan tersebut dapat ditinjau ulang
karena buku Indonesia dalam Arus Sejarah tidak menggunakan istilah demokrasi
liberal dan demokrasi terpimpin. Istilah liberal dan terpimpin itu mengundang
debat. Sebagai tambahan, David Bourchier dari Australia menyebut masa
pemerintahan Soeharto bukan "liberal" atau "terpimpin",
melainkan sebagai "illiberal democracy" (demokrasi yang tidak
liberal).
Pengelompokan
arsip
Arsip itu dikelompokkan dalam lima bidang: politik,
pertahanan-keamanan, ekonomi, pendidikan, agama dan sosial budaya, serta
olahraga. Produk hukum berupa penetapan presiden, keputusan presiden, dan
instruksi presiden dimasukkan dalam bidang politik.
Oleh karena itu, bidang politik sebaiknya berlabel politik dan
hukum agar dapat menampung berbagai arsip tentang perkara hukum yang terjadi
semasa pemerintahan Soekarno. Misalnya saat Jaksa Agung Soeprapto (1950-1959)
menyeret ke pengadilan beberapa menteri. Bahkan dalam sebuah kasus, walaupun
sempat berkonsultasi dengan Presiden Soekarno dan disarankan jangan, Jaksa
Agung Soeprapto tetap menuntut penghukuman salah satu menteri.
Setelah proklamasi kemerdekaan ternyata Ibu Kota tidak aman.
Oleh sebab itu, pusat pemerintahan dipindahkan ke Yogyakarta tahun 1946-1949.
Dalam kondisi demikian, Presiden Soekarno mengeluarkan testamen
agar kepemimpinan nasional dilanjutkan oleh Tan Malaka apabila ia tidak dapat
menjalankan tugasnya. Atas usul Hatta, nama penerima testamen itu ditambah
dengan Iwa Kusumasumantri, Sjahrir, dan Wongsonegoro. Menurut SK Trimurti,
dokumen kemudian dimusnahkan di depan Bung Karno agar tidak dapat
disalahgunakan. Ternyata turunan arsipnya ada di ANRI dan disertai terjemahan
dalam bahasa Belanda.
Arsip era Soekarno diwarnai upaya mempertahankan kemerdekaan
secara diplomasi dan militer. Perang gerilya berlangsung seiring perundingan,
seperti Linggarjati, Renville, Rum-Royen, dan Konferensi Meja Bundar. Perjanjian terakhir bermuara pada
penyerahan kedaulatan kepada Indonesia, tetapi dengan catatan bahwa Indonesia
harus membayar utang kepada Belanda. Masalah ini perlu dikaji ulang karena
perjanjian sudah dibatalkan Indonesia, tetapi mengapa pembayaran utang masih
berjalan terus sampai Orde Baru?
Kunjungan
kenegaraan
Setelah tahun 1950, Presiden Soekarno sering melakukan kunjungan
kenegaraan ke luar negeri. Juni 1960, ia
melawat selama dua bulan empat hari ke India, Hongaria, Austria,
Mesir, Guinea, Tunisia, Maroko, Portugal, Kuba, Puerto Riko, San Francisco,
Hawaii, dan Jepang.
Untuk apa demikian jauh dan lama? "Aku ingin Indonesia
dikenal orang."
Kata Soekarno selanjutnya, "Menurut Menteri Luar Negeri
kami, satu kali lawatan Soekarno ke sebuah negara sama artinya dengan 10
tahun pekerjaan duta besar. Itulah alasan, mengapa aku melakukan perjalanan
dan mengapa aku selalu menunjukkan fakta-fakta tentang Tanah Air-ku dalam
setiap pidato yang kuucapkan di seluruh penjuru dunia. Aku ingin mengajari
orang-orang asing dan memberikan selintas pandang pertama tentang negeriku
yang tercinta yang hijau, laksana untaian zamrud di khatulistiwa."
Ada dua aspek yang penting digarisbawahi, yaitu masa awal dan
masa akhir pemerintahan Soekarno. Meski baru menjadi Presiden 18 Agustus
1945, seyogianya arsip sidang-sidang BPUPKI dan PPKI masuk panduan ini. Arsip
tersebut sangat penting karena bisa menjelaskan dasar negara Pancasila dan
juga Piagam Jakarta. Adanya kasus penghinaan terhadap Presiden Soekarno
terkait Pancasila belakangan ini memperlihatkan keterbatasan pemahaman
masyarakat, termasuk elite, tentang
sejarah lahirnya Pancasila.
Arsip 1965
Masa kejatuhan Soekarno diawali dengan G30S (Gerakan 30
September) 1965. Seharusnya arsip mengenai peristiwa kudeta 1965 ini
disajikan secara lengkap sehingga dapat menghasilkan temuan baru bagi
peneliti.
Apabila dilihat daftar pidato Presiden Soekarno 30 September
1965 sampai Februari 1967, ada satu arsip yang tidak ditemukan, yaitu pidato
Presiden di depan sidang kabinet 6 Oktober 1965 di Istana Bogor. Dalam
pertemuan itu hadir tokoh PKI Njoto dan Lukman yang dimintai keterangan oleh
Soekarno tentang seberapa jauh keterlibatan PKI dalam peristiwa G30S. Pers
memberitakan peristiwa ini walau arsipnya tidak ditemukan.
Arsip akhir hayat Bung Karno meskipun menyedihkan mesti
tersedia. Guruh Soekarnoputra mengharapkan agar surat kematian Soekarno di
RSPAD Gatot Subroto Juni 1970 tersimpan di ANRI. Arsip laporan perawatan
Soekarno semasa ditahan di Wisma Yaso tahun 1968-1970 sebanyak sembilan
bundel seyogianya juga dapat diakses peneliti. Kini arsip itu ada pada
Rachmawati Soekarnoputri dan fotokopinya dimiliki dr Kartono Mohammad.
Arsip Soekarno secara lengkap akan memberikan gambaran
perjuangan seorang tokoh bangsa yang perlu diteladani dan jadi pembelajaran
generasi berikutnya. Terutama tentang peralihan kekuasaan yang seyogianya
berlangsung damai. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar