Pariwisata,
Lokomotif Ekonomi Baru
Enny Sri Hartati ; Direktur
Institute for Development of Economics and Finance
|
KOMPAS, 05 Desember
2016
Pariwisata kini sudah menjadi gaya hidup sebagian besar penduduk
dunia. Bahkan, di sebagian kalangan berpenghasilan menengah ke atas,
berwisata sudah menjadi kebutuhan pokok. Tidak salah jika sejumlah negara
mengembangkan industri pariwisata sebagai salah satu industri unggulan.
Kementerian Pariwisata (2016) merinci, pada 2015, sektor
pariwisata menyumbang sekitar 4,23 persen terhadap produk domestik bruto dan
menghasilkan devisa hingga 11,9 miliar dollar AS. Sebanyak 12,16 juta orang
bekerja pada sektor pariwisata. Peringkat daya saing pariwisata Indonesia,
menurut Forum Ekonomi Dunia (WEF), juga membaik, dari peringkat ke-70 menjadi
peringkat ke-20 dari 141 negara.
Indonesia harus bersyukur karena dikaruniai keindahan alam dan
budaya yang begitu beragam. Tidak ada alasan bagi Indonesia untuk melepaskan
peluang dari sektor pariwisata. Setiap daerah memiliki potensi unggulan
berbeda-beda, mulai dari wisata berbasis budaya, alam, bahari, agro, religi,
sejarah, pendidikan, belanja, sampai kuliner. Para pencinta selam dapat
datang ke Raja Ampat, Labuan Bajo, atau lokasi di sejumlah provinsi. Keajaiban
alam Gunung Bromo- Tengger-Semeru menawarkan obyek wisata aktivitas vulkanik
gunung berapi dan lautan pasir yang menawan. Para wisatawan religi dapat
menikmati Candi Borobudur dan Sendratari Ramayana di Candi Prambanan. Pendek
kata, apa pun jenis tujuan wisata yang dicari wisatawan tersedia di
Indonesia.
Sektor pariwisata memiliki dampak berganda yang luas, mampu
menjamah semua sendi perekonomian. Tak hanya menggerakkan sirkulasi ekonomi
usaha bermodal besar, pariwisata juga dapat mengalir pada sektor ekonomi
rakyat paling mikro. Usaha mikro pun dapat menyerap peluang usaha industri
pariwisata. Dalam skala lebih luas, industri pariwisata akan mendorong
industri perhotelan, transportasi, perdagangan, dan biro perjalanan yang
cukup padat modal. Berbagai aktivitas tersebut semakin menegaskan peranan
industri pariwisata bagi perekonomian nasional yang cukup penting, terutama
di regional.
Oleh karena itu, sudah sangat tepat menjadikan sektor pariwisata
sebagai leading sector atau lokomotif perekonomian. Dalam definisi tersebut,
sektor pariwisata memiliki daya dorong yang menggerakkan berbagai potensi
daerah. Sektor wisata dapat mengembangkan potensi unggulan dan memajukan
berbagai sektor jasa lain.
Kota Batu di Jawa Timur adalah salah satu daerah yang berhasil
mengemas potensi wisatanya menjadi beragam seperti Bali. Wisatawan yang
datang disuguhi banyak alternatif destinasi wisata. Keberhasilan Kota Batu
mengembangkan wisata tak lepas dari pencitraan yang disematkan pada Kota Batu
sebagai kota wisata dengan slogan "Shining Batu".
Faktor yang tidak kalah penting, tentu membangun budaya atau
kesadaran masyarakat di sekitar kawasan pariwisata untuk terlibat dalam
pengembangan pariwisata. Budaya disiplin serta menjaga kebersihan dan
ketertiban obyek wisata merupakan dukungan masyarakat terhadap keberhasilan
promosi wisata.
Pariwisata
berkelanjutan
Inisiatif pemerintah daerah menggelar berbagai acara dan
festival budaya merupakan bentuk promosi wisata yang efektif. Festival
Crossborder di Atambua, yang wilayahnya berbatasan langsung dengan
Timor-Leste, mampu menjadi daya tarik wisatawan dari Timor-Leste. Festival
Pesona Bahari Tanjung Lesung di Banten dengan peluncuran "7 Wonderful
Banten" mampu menarik banyak wisatawan. Bahkan, ada juga Sumatera Barat Expo
2016 bertema "West Sumatera" yang diadakan di Bandung pada 24-27
November 2016. Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas juga menginiasi
Banyuwangi Night Carnaval Festival Kuwung yang berhasil menyedot wisatawan.
Namun, upaya yang lebih utama dan penting adalah program promosi
wisata di beberapa daerah itu dapat berkelanjutan. Artinya, dapat menjadi
program yang terstruktur dalam perencanaan pembangunan di setiap daerah,
tidak sekadar bergantung pada inisiatif kepala daerah yang sedang memimpin.
Hal utama lainnya, tentu mengembangkan infrastruktur pendukung
kepariwisataan. Pelabuhan dan bandara internasional dikembangkan agar ada
kemudahan akses menuju obyek wisata. Pelabuhan yang berstandar internasional
juga berpotensi disandari kapal-kapal pesiar dari luar negeri yang memiliki
anggaran wisata sangat besar. Dukungan sektor telekomunikasi, terutama
fasilitas Wi-Fi, diperlukan untuk memenuhi kebutuhan wisatawan.
Pendek kata, untuk menarik wisatawan datang ke Indonesia tak
mungkin hanya berbekal kebijakan bebas visa. Perbaikan tujuan wisata,
infrastruktur yang memadai, dan kreativitas mengemas berbagai potensi
pariwisata merupakan cara yang paling ampuh. Tak lupa, menggarap wisatawan
nusantara juga penting, tidak sekadar terfokus pada wisatawan asing.
Secara perlahan kita harus memperbaiki daya saing pariwisata
nasional. Beberapa hal yang dicatat WEF adalah masalah kesehatan dan
higienitas (peringkat ke-109), keberlanjutan lingkungan (peringkat ke-134),
dan infrastruktur jasa bagi wisatawan (peringkat ke-101). ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar