Tito
M Subhan SD ;
Wartawan Senior KOMPAS
|
KOMPAS, 16 Juni
2016
We have spilt an ocean of blood for the brotherhood and unity of
our people and we shall not allow anyone to touch or destroy it from within.
(Josip Broz Tito)
Begitulah Marsekal
Tito (1892-1980), arsitek bangsa Yugoslavia modern. Berani menumpahkan lautan
darah untuk persaudaraan dan kesatuan bangsa, dan takkan membiarkan siapa pun
menghancurkannya dari dalam. Di zamannya, Tito berhasil merekatkan semua
etnik dan menjadikan Yugoslavia sebagai bangsa yang disegani pasca Perang
Dunia II (1939-1945).
Entah mengapa
tiba-tiba saja terlintas ingatan pada Tito ketika Rabu (15/6), Presiden Joko
Widodo mengajukan Komisaris Jenderal Tito Karnavian sebagai calon Kapolri.
Mungkin gara-gara ada kemiripan sepotong nama, secara homograf maupun
homonim. Tito Karnavian memang dikenal sebagai polisi yang bersinar. Lama
malang melintang dalam penindakan terorisme, kini Tito memegang komando di
Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) sejak Maret lalu.
Tito dikenal perwira
polisi cemerlang. Namun, tidak banyak yang menduga karier puncaknya di
jajaran Korps Bhayangkara secepat ini. Sampai beberapa hari lalu, nama Tito
belum benar-benar masuk bursa calon Kapolri pengganti Jenderal Badrodin Haiti
yang memasuki pensiun pada Juli nanti. Tito masih masuk dalam daftar next
Kapolri. Tak heran, keputusan Presiden Jokowi kemarin membuyarkan pikiran
banyak orang.
Keputusan Presiden itu
tak diragukan. Tito memang memiliki kapasitas dan kualitas sebagai Kapolri.
DPR pun mengamini. Kalaupun ada pertanyaan, bukanlah hal mendasar, melainkan
menyangkut "senioritas". Maklum, stok perwira tinggi senior cukup
banyak. Tito adalah lulusan Akpol 1987. Artinya Tito melangkahi enam angkatan
di atasnya, yaitu Akpol 1981, 1982, 1983, 1984, 1985, dan 1986.
Perwira bintang tiga
yang punya kans masuk bursa calon Kapolri adalah Wakapolri Komjen Budi
Gunawan (1983), Kepala BNN Komjen Budi Waseso (1984), Irwasum Polri Komjen
Dwi Priyatna (1982), Kalemdikpol Komjen Jenderal Syafrudin (1985), Kabaharkam
Komjen Putut Eko Bayuseno (1984), Sekretaris Utama Lemhannas Komjen Suhardi
Alius (1985), Kabaintelkam Komjen Nur Ali (1981).
Dari nama-nama
tersebut, belakangan santer lagi nama Budi Gunawan (BG), setelah pencalonan
pertama pada awal 2015 menimbulkan kegaduhan politik. DPR pun tampaknya
memberi sinyal positif. Menjadi rahasia publik bahwa jabatan Kapolri sering
kali erat dengan kepentingan politik. Misalnya BG dinilai dekat dengan PDI-P.
Maklumlah BG pernah menjadi ajudan Presiden Megawati (2001-2004). Ada
beberapa nama lain juga diduga punya kedekatan dengan pihak tertentu.
Presiden Jokowi
tampaknya sadar betul. Karena itu, catatan pencalonan Tito ini, pertama,
Presiden Jokowi sepertinya hendak memutus rantai politik. Tito dikenal tak
punya kedekatan dengan pihak tertentu. Kedua, Presiden Jokowi tidak ingin di
bawah tekanan pihak tertentu, termasuk parpol pengusungnya. Ketiga, Presiden
Jokowi ingin menyegarkan institusi Polri dengan komandan yang lebih muda dan
segar. Keempat, dengan Tito, posisi Presiden Jokowi juga dapat lebih nyaman.
Meski begitu, karena
melangkahi para seniornya, mungkin saja Tito menghadapi riak-riak internal.
Namun, seperti analogi Josip Tito, dalam konteks lebih spesifik, tantangan
bagi Tito Karnavian adalah menyatukan dan menjaga soliditas Polri. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar