Saat Harga Minyak Lewati Batas Kritis
Komaidi Notonegoro ; Direktur Eksekutif ReforMiner Institute
|
JAWA POS, 31 Mei
2016
SEJAK
terjadi penurunan harga minyak mulai pertengahan 2014, prospek investasi di
sektor minyak dan gas (migas) merosot signifikan. Sejumlah lembaga rating
memberikan peringkat terakhir terhadap iklim investasi di sektor migas.
Harga
saham dan surat utang yang diterbitkan sejumlah perusahaan migas juga menurun
cukup tajam. Dampak dari penurunan harga minyak masih berlangsung sampai saat
ini, termasuk bagi kegiatan usaha hulu migas di Indonesia.
Hal
tersebut, salah satunya, tecermin dari lelang wilayah kerja (WK) migas yang
masih sepi peminat. Sampai dengan batas akhir pemasukan lelang penawaran
langsung, tidak ada peserta lelang pada dua wilayah kerja yang ditawarkan
pemerintah, yaitu WK West Berau (offshore Papua Barat) dan WK Southwest
Bengara (daratan Kalimantan Timur).
Sementara
itu, lelang reguler terhadap wilayah kerja Rupat Labuhan (offshore Riau dan
Sumatera Utara), Nibung (onshore Riau dan Jambi), West Asri (offshore
Lampung), Oti (offshore Kalimantan Timur), North Adang (offshore Kalimantan
Timur), dan Kasuri II (onshore Papua) juga sepi peminat. Sampai dengan batas
akhir pemasukan dokumen partisipasi, hanya ada dua perusahaan yang memasukkan
dokumen yaitu, Azipac Limited untuk Blok Oti dan PT Agra Energi Indonesia
untuk Blok Kasuri II.
Tetapi,
dua peserta lelang tersebut menyampaikan penawaran di bawah minimum yang
dipersyaratkan sehingga untuk dua blok tersebut juga tidak ada pemenang. Kami
menilai tren harga minyak rendah pada dasarnya telah melewati batas
kritisnya.
Proyeksi
IMF yang menyebutkan bahwa harga minyak pada 2016 akan berada pada 5–15 USD
per barel sangat mungkin tidak akan terjadi. Berdasar sejumlah faktor
penentunya, peluang harga minyak menyentuh level dan bertahan di kisaran 50
USD per barel di paro kedua 2016 ini cukup terbuka.
Perekonomian global yang merupakan salah
satu faktor fundamental penentu pergerakan harga minyak telah menunjukkan
perbaikan. Pada 2016 ekonomi global diproyeksikan akan tumbuh sekitar 3,1
persen, lebih tinggi jika dibandingkan dengan 2015 yang 2,9 persen.
Sejumlah
negara OECD seperti Amerika Serikat, Jepang, dan beberapa negara di Eropa
telah menunjukkan perbaikan kinerja ekonomi selama semester pertama 2016.
Kawasan Eropa tercatat mengalami peningkatan pertumbuhan dari 1,5 persen pada
2015 menjadi 1,6 persen pada 2016 ini.
Tiongkok
dan India yang merupakan salah satu tumpuan pertumbuhan ekonomi global juga
diproyeksikan akan tetap berada pada tren positif. Pada 2016 pertumbuhan
ekonomi Tiongkok diproyeksikan sebesar 6,5 persen.
Sedangkan
India diproyeksikan tumbuh 7,5 persen, lebih tinggi dari 2016 yang 7,3
persen. Brasil dan Rusia diproyeksikan masih tetap mengalami resesi, tapi
telah berada pada tahap yang menuju pemulihan.
Sisi
permintaan juga berpeluang mendorong harga minyak pada 2016 akan lebih baik
daripada tahun sebelumnya. Permintaan minyak diprediksi meningkat 1,2 juta
barel per hari.
Konsumsi
minyak dunia diproyeksikan meningkat dari 92,98 juta barel per hari pada 2015
menjadi 94,18 juta barel pada 2016. Tiongkok dan India diproyeksikan menjadi
dua negara dengan peningkatan konsumsi minyak terbesar pada 2016.
Konsumsi
Tiongkok diproyeksikan meningkat 280 ribu barel per hari. Sedangkan konsumsi
India diproyeksikan bertambah 230 ribu barel per hari.
Selain
faktor permintaan, kondisi penawaran minyak dunia berpotensi mendorong harga
minyak bergerak pada level yang lebih tinggi. Kesediaan para produsen minyak
utama, baik dari OPEC maupun non-OPEC, untuk mengurangi kuota produksi mereka
secara bertahap akan mendorong harga minyak pada level yang lebih baik.
Pengurangan
aktivitas rig di sejumlah kawasan, baik untuk kegiatan eksplorasi maupun
eksploitasi migas, mengindikasikan sejumlah produsen telah bersedia untuk
mengurangi kuota produksi mereka. Selama kurun April 2016, tercatat terdapat
pengurangan aktivitas pengoperasian rig sebanyak 127 unit bila dibandingkan
dengan Maret 2016.
Pada
Maret 2016, jumlah rig yang beroperasi di seluruh dunia tercatat 1.607 unit.
Sedangkan pada April 2016 turun menjadi 1.480 unit. Dari jumlah pengurangan
unit rig yang beroperasi tersebut, 114 rig milik non-OPEC dan 13 rig
dioperasikan atau dimiliki OPEC.
Untuk
non-OPEC, pengurangan aktivitas rig terbesar berasal dari kawasan Amerika,
yaitu 92 rig. Amerika Serikat dan Kanada tercatat sebagai kontributor
pengurangan terbesar, yaitu masing-masing 41 unit dan 47 unit.
Secara
keseluruhan, penawaran minyak dunia pada 2016 diproyeksikan akan lebih rendah
bila dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Penawaran minyak dari non-OPEC
yang pada tahun 2015 tercatat sebesar 57,1 juta barel per hari diproyeksikan
turun menjadi 56,4 juta barel per hari pada 2016.
Penawaran
akan semakin turun jika OPEC juga bersedia menurunkan kuota mereka yang dalam
beberapa tahun terakhir berada pada kisaran 31–32 juta barel per hari.
Berdasar kondisi dan perkembangan yang ada, ReforMiner memproyeksikan pada
2016 ini mungkin menjadi titik balik bagi perbaikan harga minyak dunia.
Tetapi, dalam hal ini, pemulihan harga minyak –jika tidak terjadi sesuatu hal
yang istimewa– akan berlangsung secara bertahap sejalan dengan pemulihan
ekonomi dunia.
Pergerakan
harga minyak mungkin tidak akan secepat tahun-tahun sebelumnya. Penyebabnya,
antara lain, ada produk substitusi minyak, yaitu LNG, yang dalam kurun 2–3
tahun ke depan mungkin membanjiri pasar.
Pergerakan
harga minyak yang masih berada pada level rendah pada dasarnya hanya masalah
siklus. Dalam hal ini, prospek bisnis energi fosil, terutama migas, dalam
beberapa tahun ke depan mungkin kembali meningkat dan menjadi pilihan utama
para investor. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar