Salah Prosedur
Adi Andojo Soetjipto ;
Mantan Ketua Muda MA
|
KOMPAS, 04 Mei 2016
Dulu, pada 1996, ada
istilah "salah prosedur" yang sangat ampuh untuk menangkal
perbuatan dari orang-orang yang berotak koruptif sehingga mereka lolos dari jeratan
hukum.
Kini ada kejadian
lebih dahsyat-di luar akal sehat-terjadi di Mahkamah Agung (MA), di mana
seorang sekretaris MA kedapatan menyimpan uang Rp 1,7 miliar. Apakah ini juga
perbuatan salah prosedur? Tentu tidak! Istilah "salah prosedur"
tidak ampuh lagi jadi alasan membebaskan orang dari jeratan hukum.
Tahun 1996, penggunaan
istilah "salah prosedur" menyangkut perkara yang diadili di MA,
yakni sengketa antara ketua sebuah yayasan yang sah dan orang yang mengaku
kepala sekolah yang sah. Waktu itu pengacara dari orang yang mengaku kepala
sekolah yang sah minta kepada Kepala Direktorat Pidana MA agar perkaranya
diputus oleh majelis tertentu, sedangkan menurut prosedur perkara itu
harusnya diadili majelis lain.
Hebohlah kemudian
karena putusan majelis menguntungkan orang yang mengaku sebagai kepala
sekolah yang sah. Pihak yang sebenarnya sah mendatangi MA dan mengajukan
keberatan atas putusan tersebut. Waktu itu di MA masih ada Koordinator
Pengawas Khusus (Korwasus), yang merupakan pembantu ketua MA dan kroninya
untuk (pura-pura) mengawasi hakim-hakim dan jajarannya di MA.
Berhubung ada keberatan dari pihak ketua
yayasan yang sah itu, masalah terkuak sehingga ramai dibicarakan masyarakat.
Peristiwa itu dikenal sebagai "Geger Kolusi di Mahkamah Agung".
Oleh Ketua MA yang saat itu dijabat Suryono,
peristiwa diserahkan kepada Ketua Korwasus untuk diselidiki. Hasil dari
penyelidikan Korwasus adalah peristiwa itu "salah prosedur"
sehingga berhenti di situ. Artinya, ketiga orang hakim agung yang memutus
perkara tersebut, yang jelas-jelas berkolusi, tetap bebas.
Apa akibatnya bagi eksistensi MA sebagai
benteng terakhir keadilan? Terbongkarlah kejadian tak terduga: ada sekretaris
MA menyimpan uang Rp 1,7 miliar di ruang kerjanya.
Apakah ini juga akan ditangani dengan alasan
"salah prosedur"? Tentu tidak. Sebab, pertama, rakyat Indonesia
sudah semakin pintar sehingga tidak mudah dibohongi. Kedua, kalau memakai
alasan "salah prosedur" akan menjadi bahan tertawaan orang yang
mengecap MA bertindak bodoh. Ketiga, lembaga Korwasus yang pada 1996 itu
menggunakan alasan "salah prosedur", kini sudah tidak ada lagi.
Perannya digantikan oleh "Kamar Pengawasan" yang membawahi suatu
badan pengawasan.
Jadi, alasan
"salah prosedur" tidak digunakan lagi, kini peristiwa
"Sekretaris MA dan Uang Siluman" ditangani oleh Komisi
Pemberantasan Korupsi (untuk) diusut sampai tuntas. Suatu lembaga anti suap
yang independen dan tidak mau diajak kolusi dengan siapa pun, termasuk dengan
ketua MA. Kita doakan semoga Komisi Pemberantasan Korupsi berhasil membongkar
peristiwa ini sampai ke akar dan menumpas habis tikus-tikus yang selama ini
menjadi hama sehingga MA menjadi bersih.
Menurut pendapat saya, tidak perlu lagi
dibentuk forum baru untuk mencari solusi agar tidak terjadi lagi korupsi di
MA. Forum semacam itu sudah sering diadakan, bahkan menjatuhkan hukuman berat
yang digagas oleh salah seorang hakim agung pun, ternyata gagal total dan
tidak bisa menghapus korupsi di MA. Buktinya, di depan hidung ada karyawan MA
yang berani korupsi.
Menurut saya, korupsi di MA baru bisa
diberantas apabila ketua MA dapat dijadikan contoh oleh bawahannya sehingga
mereka akan segan berbuat menyimpang dari contoh ketuanya. Maka, yang
diharapkan menjadi ketua MA haruslah orang hebat yang pada saat ini masih ada
di antara hakim-hakim agung.
Dari pihak pemerintah
juga harus menempatkan kedudukan ketua MA sebagaimana yang seharusnya, yakni
sebagai pimpinan lembaga tinggi negara (pimpinan lembaga yudikatif), sehingga
yang menjabat ketua MA merasa dirinya dihargai sebagai pejabat tinggi negara.
Misalnya mendapat
hak-hak yang sama dengan pejabat tinggi negara lainnya. Sebutlah, misalnya,
dibangunkan "Istana Yustisi" dan kendaraan dinas dengan nomor
polisi khusus, seperti "MA 1". Dengan demikian, siapa pun yang
menjabat sebagai ketua MA akan malu apabila melakukan perbuatan tercela. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar