Orangtua Abad Digital
Kristi Poerwandari ;
Penulis Kolom PSIKOLOGI Kompas
Sabtu
|
KOMPAS, 08 Mei 2016
Menjadi orangtua di
masa kini sungguh tidak mudah. Manusia sudah demikian banyak. Untuk dapat
bertahan hidup, kita harus sangat siap berkompetisi dan bekerja keras karena
biaya hidup membubung tinggi.
Hidup makin tegang
dengan jarak rumah yang sangat jauh dari tempat kerja, jam kerja yang lebih
panjang daripada sebelumnya, dan kemacetan di jalan raya. Mal dan kungkungan
beton menggantikan alam terbuka sebagai tempat rekreasi dan teknologi
informasi mengubah cara berinteraksi. Belum lagi setiap hari kita membaca
berita menakutkan, seperti penjualan narkoba yang dikemas menarik untuk anak,
kekerasan seksual, dan banyak lainnya.
Dengan kesempatan
untuk mendampingi dan mengawasi anak yang makin terbatas, jadilah orangtua
merasa bingung, serba salah, tak berdaya, dan panik. Belum lagi ketika tidak
ada dukungan atau banyak dipersalahkan lingkungan.
Lima peran orangtua
Organisasi Kesehatan Dunia
(WHO) mengeluarkan buku Helping Parents in Developing Countries Improve
Adolescents' Health (2007), menjelaskan temuan program dan penelitian di 34
negara yang da pat kita ambil pembelajarannya.
Marilah mengatur napas
untuk menghilangkan rasa panik dan dengan tenang mempelajari bahwa peran
orangtua, atau orang dewasa yang mendampingi anak, memiliki lima dimensi.
Orangtua perlu (a) memastikan keterhubungan dengan anak (koneksi, kasih
sayang), (b) mengajarkan batasan berperilaku, (c) menjadi teladan berperilaku
yang tepat, (d) menghormati individualitas anak, serta (e) menyediakan
kebutuhan sekaligus melindungi anak.
Anak dan remaja yang
merasa ditolak, tidak dipedulikan, atau diperlakukan menyakitkan akan tumbuh
dengan perasaan marah, rasa diri kurang berharga, dan emosi yang tidak
stabil. Mereka lebih mudah masuk dalam perilaku berisiko, seperti merokok,
melampiaskan kemarahan lewat kekerasan, atau lebih cepat melakukan hubungan
seksual. Sebaliknya, yang merasa diterima oleh orangtua akan kurang tertarik
untuk melakukan berbagai perilaku berisiko, mampu berkata tidak terhadap
ajakan seksual, dan lebih mampu mengembangkan jati diri.
Kasih sayang dan
keterhubungan perlu dibarengi dengan peran orangtua mengajarkan batasan
perilaku. Menyayangi bukan berarti memanjakan atau selalu mengiyakan
keinginan anak. Mengajarkan batasan bukan pula berarti memarah-marahi,
melarang-larang, atau tidak memercayai anak. Menyayangi berarti orangtua tahu
teman dari anak, dengan siapa anak pergi (apalagi di malam hari), apa yang
dilakukan anak di waktu senggang. Orangtua memantau, menyupervisi,
memberlakukan aturan yang sehat, dan memberikan sanksi untuk perilaku yang
salah.
Pengetahuan dan
pantauan dari orangtua akan meminimalkan terjadinya berbagai perilaku
berisiko, seperti penggunaan obat dan alkohol, aktivitas seksual, pelanggaran
hukum, ataupun persoalan-persoalan di sekolah.
Orangtua cukup sering
lupa bahwa meski anaknya berusia kanak-kanak atau remaja, orangtua tetap
harus menghormati anak sebagai pribadi. Orangtua perlu menahan diri untuk
tidak terlalu mengatur atau mengendalikan anak. Orangtua perlu memberi
kepercayaan kepada anak (misal: memilih hobi, aktivitas), membiarkan anak
memiliki waktu pribadi, serta tidak membanding-bandingkan anak secara tidak
adil dengan anak lain.
Dengan cara di atas,
orangtua dapat membantu anak mengenal diri, mengembangkan jati diri,
cita-cita dan tujuan hidup, serta tanggung jawab atas diri sendiri. Anak yang
merasa sangat diatur-atur dan tidak dipercaya mungkin dapat kehilangan kepercayaan
diri atau mengembangkan masalah-masalah, seperti depresi atau kembali lari
dalam berbagai perilaku berisiko.
Hal penting yang juga
sering dilupakan adalah menjadi teladan perilaku positif. Memiliki orangtua
yang berperilaku positif membuat anak memiliki contoh yang juga positif
mengenai bagaimana berhubungan dan memperlakukan orang lain, bagaimana
bersikap bertanggung jawab, bagaimana menangani persoalan dan menyelesaikan
konflik. Jika kita sendiri berperilaku kacau dan tidak dapat diteladani, bagaimana
dapat mengharap anak berperilaku terpuji?
Dukungan bagi orangtua
Hal yang sulit bagi
sebagian orangtua adalah memenuhi berbagai kebutuhan anak dan menyediakan
lingkungan yang melindungi karena kondisi dan pendapatan orangtua yang
terbatas. Misalnya, terpaksa tinggal di lingkungan yang kurang aman, anak
bersekolah di sekolah yang kurang baik, atau orangtua tinggal terpisah.
Jika demikian halnya,
orangtua perlu mencarikan sumber daya yang dapat mengompensasi keterbatasan
itu. Misalnya, berhubungan lebih intensif dengan guru, meminta dukungan dari
keluarga besar, atau mengembangkan sikap saling dukung di antara tetangga.
Dalam berbagai keterbatasan, sebaiknya orangtua tetap berupaya maksimal
menjalankan peran-peran yang ada, termasuk mendampingi anak dalam belajar.
Keikutsertaan orangtua dalam pencapaian pendidikan anak terbukti meningkatkan
aspirasi keberhasilan anak.
Agar anak dan remaja
dapat tumbuh kembang optimal, tampaknya pemerintah dan kelompok-kelompok
dalam masyarakat perlu membantu dengan menyediakan program yang dapat
mengoptimalkan peran orangtua dan keluarga dalam mendampingi anak. Orangtua
perlu paham mengenai isu-isu anak dan remaja, terampil berkomunikasi dengan
anak, serta paham pula bagaimana mengelola tekanan hidup dan stresnya sendiri
sebagai orang dewasa dan orangtua. Orangtua perlu saling terhubung dengan
para orangtua lain dan berbagai layanan yang tersedia, dengan ayah dan ibu
bekerja sama dalam mendidik anak.
Dunia memang sedang
berubah sangat pesat dengan karakteristik tantangan yang berbeda dan lebih
kompleks daripada masa sebelumnya. Kita sulit menyelesaikan masalah dengan
kembali ke cara lama. Menyalah-nyalahkan orangtua juga dapat membuat orangtua
makin panik dan tidak efektif menjalankan perannya.
Dibutuhkan konsep baru
untuk menguatkan keluarga dan memastikan anak serta remaja dapat tumbuh
optimal menjadi generasi masa depan yang mampu menjaga dan memajukan
masyarakatnya. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar