Peran Masyarakat untuk Sekolah
Ahmad Baedowi ;
Direktur Pendidikan Yayasan
Sukma, Jakarta
|
MEDIA INDONESIA,
18 April 2016
ADA banyak cara dan
jalan untuk membawa masyarakat dan orangtua siswa menjadi peduli dan membantu
sekolah untuk berkembang dan berkualitas. Beberapa ide dasar yang bisa
mendekatkan masyarakat dan orangtua terhadap sekolah, misalnya pertama,
bagaimana meminimalisasi keterputusan hubungan antara sekolah dan masyarakat.
Kedua, meminimalisasi konflik antara guru dan siswa, siswa dan siswa, guru
dan guru, atau bahkan guru dan kepala sekolah. Ketiga, membangun mekanisme
yang lebih familier dalam konteks kenyamanan anak dalam belajar selama di
rumah dan di sekolah.
Jelas sekali ada
begitu banyak cara agar masyarakat dan sekolah bisa memberikan kontribusi
positif terhadap kualitas belajar anak, dan dalam waktu yang bersamaan juga
dapat meningkatkan kualitas sekolah. Tak mudah membuat dan mempertahankan
posisi sebuah sekolah untuk tetap dicintai dan dapat dibanggakan pengelola
dan pengguna sekaligus.
Pengelola adalah
orang-orang yang terlibat dalam keseharian aktivitas beroperasinya sebuah
sekolah, seperti kepala sekolah, guru, pengawas, dan sejenisnya, sedangkan
pengguna adalah para siswa, orangtua, dan masyarakat pada umumnya. Antara
pengelola dan pengguna terjadi proses berbagi keuntungan (mutual-benefit) jika berhasil, tetapi
sebaliknya terjadi keterputusan manfaat jika sekolah tersebut tidak memiliki
kapasitas untuk berkembang secara baik.
Lima langkah
Penting bagi setiap
komunitas sekolah untuk membentuk dan mengelola rasa memiliki (ownership) dan kecintaan terhadap
sekolah melalui serangkaian proses yang disepakati bersama. Langkah pertama
adalah dengan mencoba berbagi tanggung jawab (shared responsibility) dan berbagi dalam membuat keputusan (shared decision making) terhadap
setiap program dan kebijakan yang direncanakan sesuai kesepakatan bersama. Tak
mudah bagi setiap sekolah untuk melakukan hal ini karena biasanya sekolah
selalu mengambil alih secara penuh tanggung jawab pelaksanaan sekolah tanpa
melibatkan para pemangku kepentingan yang terlibat di dalamnya.
Langkah kedua adalah
memanfaatkan data yang tersedia mengenai siswa dan kondisi masyarakat di
sekitarnya sebagai pijakan pengembangan kualitas sekolah. Tak banyak sekolah
yang cermat dalam hal pendataan ini. Terlebih lagi, data yang diambil
kebanyakan hanya tentang catatan akademik siswa tanpa mengaitkannya dengan
situasi lingkungan tempat tinggal anak-anak. Akibatnya, data tersebut tidak
terbuka dan tidak dimanfaatkan secara maksimal dalam membuat program dan
kebijakan pengembangan kualitas sekolah.
Ketiga, cara sekolah
berkomunikasi dengan masyarakat juga perlu dikritik.
Selama ini, sekolah
biasanya hanya berbagi informasi, lagi-lagi hanya tentang hasil belajar siswa
melalui capaian-capaian akademiknya. Perkembangan mental dan moral anak
jarang dielaborasi secara terbuka dan saksama, antara para orangtua, siswa,
guru, dan kepala sekolah.
Ketiadaan proses ini
membuat sekolah tak memiliki kemampuan dalam mengelola dan menangani beragam
isu yang berkembang. Akibatnya, sekolah menjadi lembaga yang semata-mata
secara fisik hanya membantu anak untuk memperoleh ijazah, tetapi miskin
dengan praktik kepedulian yang terjadi di tengah masyarakat.
Langkah keempat dan
kelima yang semakin jarang kita temui di sekolah-sekolah adalah melakukan
evaluasi kemajuan sekolah secara terbuka dengan melibatkan masyarakat, LSM,
pengawas, kepala sekolah, dan guru, serta tak ada dokumen tertulis yang bisa
dipegang sebagai dasar evaluasi dan monitoring
pelaksanaan program sekolah. Hal ini terjadi karena sekolah seakan-akan hanya
bertanggung jawab terhadap pemerintah dan birokrasi semata, tetapi lalai
dalam memberikan laporan yang komprehensif kepada masyarakat. Fenomena ini
terjadi dalam era reformasi, terutama sesudah ditetapkannya undang-undang
otonomi daerah yang memberikan kewenangan kepada pemerintah daerah dalam
mengelola persoalan pendidikan.
Seperti kita ketahui,
sejak diperkenalkannya reformasi pemerintahan melalui desentralisasi pada
awal 2000-an, pemerintah daerah telah menjadi penanggung jawab atas
penyediaan pelayanan dasar bidang pendidikan. Ini artinya peran pemerintah
daerah menjadi sentral dalam upaya peningkatan kualitas dan mutu pendidikan
dasar dan menengah.
Namun, pertanyaannya
ialah seberapa efektif sebenarnya peran pemerintah daerah dalam upaya ini?
Laporan 'Local Governance and Education
Performance: A Survey of the Quality of Local Education Governance in 50
Indonesian Districts' yang dilakukan Bank Dunia (2013) menunjukkan
beragamnya kualitas tata kelola pemerintahan daerah dalam memengaruhi
pelayanan pendidikan secara efektif.
Salah satu yang
menarik dari laporan itu adalah buruknya pelayanan manajemen pendidikan,
termasuk di antaranya upaya-upaya peningkatan kualitas akademik dan
manajerial kepala sekolah dan guru. Beberapa ilustrasi menarik dari tata
kelola bidang pendidikan yang buruk adalah kontraksi politik lokal yang
menjadikan jabatan kepala bidang pendidikan bukan pada merit system, melainkan tim sukses bupati/wali kota terpilih.
Karena itu, tidak
jarang ada kepala dinas pendidikan yang dijabat oleh orang dari PU,
lingkungan hidup, dan sebagainya yang sebelumnya tak memiliki rekam jejak
yang baik di bidang pendidikan.
Kelemahan kedua yang
juga berpengaruh terhadap peningkatan kualitas pendidikan adalah lemahnya
kemampuan daerah dalam membuat perencanaan anggaran pendidikan berbasis data
dan skala prioritas.
Pola anggaran berjenis
DAU dan DAK yang terkadang baru diterima sekolah pada akhir tahun jelas
menimbulkan banyak masalah, baik bagi pemerintah daerah maupun sekolah
penerima. Belum lagi, implementasi dana BOS yang syarat dengan manipulasi
antara pemda, sekolah, serta wartawan abal-abal dan LSM lokal yang mencuri
anggaran BOS secara berjamaah. Karena itu, intervensi pusat terhadap sistem
perencanaan anggaran masih tetap diperlukan.
Terakhir, mari kita
berharap bahwa sekolah tidak dianggap sebagai lembaga otoriter yang ditakuti
orangtua dan masyarakat. Sebaliknya juga, kita berharap pihak sekolah
memahami pentingnya bertanggung jawab langsung ke masyarakat dan orangtua
sebagai bagian dari transparansi pengelolaan sekolah. Terakhir, tugas
sekolah, masyarakat, dan orangtua adalah memastikan keberlanjutan sekolah
sebagai bagian dari proses peningkatan kualitas pendidikan di Tanah Air. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar