Harga BBM Turun Lagi
Fahmy Radhi ;
Dosen UGM ; Mantan Anggota Tim
Reformasi Tata Kelola Migas
|
KORAN SINDO, 02 April
2016
Untuk kedua kalinya
selama 2016 pemerintahan Jokowi kembali menurunkan harga bahan bakar migas
(BBM) jenis premium dan solar. Seiring penurunan harga minyak dunia,
pemerintah sebelumnya menurunkan harga premium dan solar pada 5 Januari 2016.
Saat itu harga premium
diturunkan sebesar Rp350/liter, dari Rp7.400/liter turun menjadi
Rp7.050/liter untuk wilayah Jawa, Madura dan Bali dan Rp6.950 untuk daerah
lain. Sedangkan harga solar turun sebesar Rp1.050/ liter, dari Rp6.700/liter
menjadi Rp5.650/liter.
Kali ini pemerintah
menurunkan harga premium dan solar sebesar Rp500/ liter sehingga harga
premium turun menjadi Rp6.450/liter, sedangkan harga solar menjadi
Rp5.150/liter yang berlaku sejak 1 April 2016. Sebelum penetapan harga BBM
secara resmi, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said
mengisyaratkan bahwa penurunan harga BBM pada kisaran Rp1.000/liter.
Namun, dalam
pengumuman resminya pemerintah ternyata menurunkan harga premium dan solar
hanya separonya, sebesar Rp500/ liter. Sudirman Said mengakui penurunan
sebesar Rp500/liter tersebut, harga premium dan solar dipatok di atas harga
keekonomian.
Artinya, dengan harga
sebesar itu, pemerintah meraup keuntungan dari penjualan BBM kepada rakyatnya
sendiri. Alasannya, keuntungan yang diperoleh akan digunakan sebagai cadangan
dana BBM untuk ”menomboki” saat terjadi kenaikan harga BBM sebagai akibat
kenaikan harga minyak dunia.
Transparansi Pemerintah
Pembentukan dana
cadangan BBM yang dipungut dari keuntungan penjualan BBM itu sesungguhnya
tidaklah bijak. Rakyat, yang sudah tidak lagi memperoleh subsidi dalam
pembelian premium sejak Januari 2015 lalu, masih harus menanggung pungutan
keuntungan penjualan BBM. Agar tidak menimbulkan syak-wasangka dari publik,
pemerintah dituntut untuk mengelola dana tersebut secara transparan.
Salah satu bentuk
transparansi yang harus dilakukan pemerintah adalah membuka di publik tentang
formula yang digunakan untuk menetapkan harga keekonomian BBM. Tim Reformasi
Tata Kelola Migas pernah mengusulkan kepada Menteri ESDM tentang penggunaan
beberapa variabel dalam suatu formula untuk menentukan harga keekonomian BBM.
Variabel itu antara
lain harga patokan minyak mean of plats
Singapore (MOPS), biaya pengangkutan dan distribusi, bagian keuntungan
Pertamina dan SPBU, serta pajak penjualan (PPn) BBM. Dengan dipublikasikan
formula penetapan harga keekonomian BBM, publik dapat menghitung besaran
keuntungan yang diperoleh dari penjualan BBM. Keuntungan itu selisih antara
harga BBM yang ditetapkan pemerintah dan harga keekonomian berlaku, yang
ditetapkanberdasarkanformulatersebut.
Selain besaran
keuntungan penjualan BBM, pemerintah juga harus transparan dalam penggunaan
dana cadangan BBM yang diperoleh dari keuntungan penjualan BBM. Jangan sampai
keuntungan yang dipungut dari rakyat itu digunakan bukan untuk tujuan
”menomboki” kenaikan harga BBM. Jangan pernah pula, dana keuntungan itu
dipergunakan untuk menutup kerugian Pertamina yang disebabkan kesalahan
manajemen persediaan.
Kendati Pertamina
menjalankan penugasan pemerintah untuk pengadaan dan penjualan BBM di dalam
negeri, sangat tidak fair jika kerugian Pertamina harus ditutup dengan
keuntungan penjualan BBM kepada rakyat. Transparansi tersebut akan mendorong
rakyat untuk menerima berapa pun harga BBM yang ditetapkan pemerintah tanpa
ada prasangka buruk terhadap penetapan harga BBM tersebut.
Intervensi Pemerintah
Memang penurunan harga
BBM sebesar Rp500/liter akan menaikkan daya beli masyarakat. Namun, penurunan
harga BBM sebesar itu tidak akan memberikan kontribusi secara signifikan
terhadap perekonomian Indonesia sehingga tidak mampu meningkatkan
kesejahteraan rakyat.
Berbeda dengan dampak
kenaikan, penurunan harga BBM tidak secara langsung berpengaruh terhadap
penurunan tarif angkutan dan harga-harga kebutuhan pokok. Ada time lag yang dibutuhkan untuk terjadi
proses penyesuaian penurunan tarif angkutan dan harga-harga kebutuhan pokok
pascapenurunan harga BBM yang ditetapkan.
Untuk memperpendek time lag itu, pemerintah perlu hadir
untuk melakukan intervensi dalam mempercepat penurunan tarif angkutan dan
harga-harga kebutuhan pokok pascapenurunan harga BBM. Karena itu, tidak cukup
hanya menurunkan harga BBM, pemerintah juga harus melakukan intervensi
melalui penerapan instrumen kebijakan hingga dapat menurunkan tarif angkutan
dan hargaharga kebutuhan pokok.
Melalui regulasi,
pemerintah pusat dan daerah mempunyai kewenangan untuk menetapkan penurunan
tarif angkutan. Tentu penerapan regulasi itu harus didahului dengan
pembahasan yang melibatkan serikat organisasi semua moda transportasi yang
ada sehingga penetapan penurunan tarif angkutan merupakan keputusan bersama
antara pemerintah dan pelaku usaha transportasi.
Untuk menurunkan
harga-harga kebutuhan pokok, pemerintah harus melakukan intervensi dengan
melakukan operasi pasar sehingga dapat segera menurunkan hargaharga kebutuhan
pokok secara proporsional sesuai proporsi penurunan harga BBM.
Tanpa kehadiran
pemerintah untuk melakukan intervensi dalam menurunkan tarif angkutan dan
mengendalikan harga-harga kebutuhan pokok, kebijakan penurunan harga premium
dan solar sebesar Rp500/ liter tidak akan mempunyai kontribusi sama sekali
terhadap perekonomian Indonesia dan peningkatan kesejahteraan rakyat. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar