Ekonomi Berbagi dan Negara
Meuthia Ganie-Rochman ;
Ahli Sosiologi Organisasi;
Mengajar di Universitas Indonesia
|
KOMPAS, 12 April
2016
Silang pendapat yang
hangat dan demonstrasi panas berkisar tentang pengaturan terhadap jasa
transportasi berdasarkan aplikasi. Dari pihak yang ingin jasa ini dilarang
atau diatur diberikan pandangan bahwa pemerintah tak adil jika jasa ini tak
diatur seperti jasa transportasi taksi resmi yang mengharuskan dipenuhinya
berbagai syarat, seperti pangkalan dan pemeriksaan kir; pengguna jasa tak
dilindungi hukum jika terjadi sesuatu; jasa tersebut tak dipajaki sebagai
penyedia jasa transportasi; dan bahwa mereka tak bisa dikategorikan sebagai
perusahaan penyedia transportasi, melainkan perusahaan aplikasi karena itu
membingungkan pengaturannya.
Dari pihak yang pro
adanya taksi berbasis aplikasi adalah bahwa pengadaan jasa semacam ini
membuat efisien bagi semuanya yang
merupakan inti dari keuntungan teknologi; taksi resmi sangat mahal bagi
kebanyakan orang; jasa model ini dapat membagi kue ekonomi lebih luas dan
bahwa bagaimanapun ada bentuk kontrol atas mitra penyedia jasa.
Sebagian pengamat
mengangkat persoalan ini dari perspektif ekonomi politik pemerintah dalam
mengatur berbagai pihak yang terlibat dalam pengadaan jasa transportasi.
Mereka mempertanyakan di manakah pemerintah akan berpihak: apakah pada
perusahaan taksi yang bermodal besar di mana keuntungan lebih banyak diraup
sebagai suatu perusahaan ketimbang para sopir dan memberi pajak yang lebih
besar bagi negara, ataukah memberikan keuntungan ekonomi langsung bagi
penyedia jasa dan masyarakat?
Ketegangan yang muncul
antara penyedia transpor konvensional dan yang berbasis aplikasi lebih dari
persoalan apakah jasa transportasi aplikasi harus diatur pemerintah atau
tidak. Ketegangan ini merupakan cermin beberapa persoalan yang lebih
mendasar, yaitu tujuan pengaturan,
makna keadilan, dan makna perusahaan dalam masyarakat modern.
Untuk apakah tujuan
suatu regulasi? Apakah keberadaan suatu regulasi menguntungkan masyarakat
ataukah dasar alasannya tidak tepat
lagi? Terhadap taksi konvensional, alasan dari beberapa keharusan di atas
adalah untuk keselamatan penumpang. Untuk taksi aplikasi, kondisi dan
perawatan mobil terletak pada tangan pemilik. Pengaturan juga meliputi
tarif. Pemerintah punya kepentingan
mendapatkan pajak dari transaksi ekonomi. Pertanyaan untuk taksi Uber,
mekanisme apakah yang dapat menggantikan pengecekan kendaraan? Sementara itu,
kewajiban kir dapat diletakkan pada taksi aplikasi, apalagi biayanya tidak
mahal.
Kendaraan pribadi
memang sudah membayar pajak yang lebih tinggi dibandingkan dengan pajak
sebagai taksi terdaftar. Namun, karena memang dalam kenyataannya ada kegiatan
transaksi ekonomi, pembayaran pajak kegiatan ini tak bisa dinafikan begitu
saja. Setidaknya penggunaan jalan raya oleh pengguna taksi mana pun
menggunakan biaya publik. Apalagi mengingat bahwa adanya kecenderungan
mengecilnya skala taksi konvensional karena persaingan. Hanya perlu dicari
rumus yang lebih adil mengingat bahwa pengemudi taksi aplikasi juga harus
membayar pajak. Selain itu, penggunaan terhadap sumber daya publik dari taksi
aplikasi dapat dikurangi karena tidak perlu berkeliaran mencari penumpang.
Biaya mengadakan pul
adalah sesuatu yang justru bisa diatasi oleh kemajuan teknologi informasi
(TI). Kemajuan TI bisa mengerem kebutuhan akan lahan dan gedung sebagai wadah
fisik yang mencirikan kegiatan usaha hingga abad ke-20. TI memungkinkan koordinasi mobilisasi
sumber daya yang lebih efisien
Salah satu kelebihan
taksi konvensional adalah adanya suatu
perusahaan yang melakukan kontrol atas
produk akhir, termasuk kelayakan pengemudi. Perusahaan punya pengawasan
bertingkat-tingkat yang lebih memungkinkan memantau perilaku yang anti
sosial. Penumpang taksi, terutama wanita, sangat memperhatikan aspek
keselamatan. Taksi berdasarkan aplikasi mengandalkan pada pendaftaran mitra
dan rekaman on the spot semua tentang siapa sopir yang mengambil pesanan dan
siapa penumpang. Dalam hal ini
perusahaan pengelola aplikasi harus didorong mengantisipasi berbagai
risiko dan menilai kecukupan mekanisme kontrol yang ada.
Aspek keadilan
Bagaimana dengan isu
keadilan? Dalam kerangka konvensional, pemerintah adalah pengatur sumber daya
agar terjadi kesejahteraan umum melalui pajak. Pajak digunakan untuk
pembangunan. Taksi aplikasi adalah salah satu bentuk kegiatan ekonomi yang
disebut "ekonomi berbagi". TI memungkinkan partisipasi ekonomi
lebih luas dan mobilisasi sumber daya yang fleksibel. Keuntungan ekonomi
langsung dirasakan manfaatnya oleh anggota masyarakat tanpa menunggu
redistribusi negara.
Tentu yang dapat
berpartisipasi adalah anggota masyarakat yang memiliki aset tertentu, seperti
rumah, mobil, dan sepeda motor. Namun,
batasan keikutsertaannya jauh lebih inklusif daripada aset yang dikelola
suatu perusahaan. Tentu bisa dibayangkan bahwa sejumlah sopir taksi bisa
kehilangan penghasilannya di taksi konvensional, sedangkan mereka tak punya
aset untuk terdaftar sebagai taksi aplikasi-meskipun saat ini terdengar bahwa
beberapa bank maupun perusahaan mobil memperlonggar syarat pengambilan kredit
mobil dan motor.
Namun, jangan lupa
bahwa sebelum populernya taksi aplikasi, jumlah taksi di jalan juga sudah
terlalu banyak. Para sopir taksi sudah berapa tahun belakangan mengeluh atas
persaingan yang ketat, bahkan di antara pengemudi di satu perusahaan taksi
karena perusahaan terus menerus menambah mobilnya. Para pengemudi tak dapat
berbuat banyak karena sempitnya alternatif lapangan kerja.
Dalam setiap zaman
akan ada pemain ekonomi baru dan ada yang tertinggal dalam proses. Namun,
pemerintah dalam hal ini setidaknya dapat berupaya lebih keras agar para
pengusaha taksi lebih memperhatikan kesejahteraan pengemudi. Perusahaan taksi pun mau tak mau harus
berubah dari pengelolaan sumber dayanya yang sekarang. Dari segi biaya, taksi
terlalu mahal untuk pendapatan orang Indonesia. Ini akan membuat taksi
konvensional kehilangan penumpang. Mengapa tidak dipikirkan kemungkinan taksi dikreditkan kepada pengemudi dan kemudian
dikelola melalui aplikasi?
Kegiatan ekonomi
banyak berubah karena TI. Definisi pelaku ekonomi dan pengelolaan sumber daya
mengalami perubahan. Negara pun harus mampu memahami perubahan ini agar dapat
menjalankan perannya sebagai pengawas dan redistributor ekonomi. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar