Bukan Orang Penting
M Subhan SD ;
Wartawan Senior KOMPAS
|
KOMPAS, 14 April
2016
Politik kita tidak
pernah sepi, selalu bergolak, gaduh tanpa henti. Dan, satu-satunya pula aktor
yang ribut terus-menerus barangkali cuma kalangan elite. Mereka "orang
penting", meskipun cuma di tingkat lokal. Anehnya, mereka kerap berulah
dan senang cari masalah. Ketika rakyat hanyut untuk bisa bertahan hidup,
orang-orang penting itu bikin ulah, membuat guncangan negeri ini tak pernah
berhenti.
Kalau ingin berlibur
ke luar negeri, kebetulan punya kenalan pejabat atau menteri, tinggal minta
katebelece saja. Makanya, katebelece dari Kementerian Pendayagunaan Aparatur
Negara dan Reformasi Birokrasi bikin heboh. Surat bertanggal 22 Maret 2016
itu meminta Kementerian Luar Negeri (Konsulat Jenderal RI di Australia)
memberi fasilitas akomodasi dan transportasi untuk Wahyu Dewanto Suripman,
kolega Menteri Yuddy Chrisnandi, selama berlibur bersama keluarga di
Australia. Wahyu memang kolega Yuddy di Partai Hanura yang juga anggota DPRD
DKI Jakarta. Yuddy boleh saja berdalih, tetapi publik sudah pahamlah kasus
kayak begini. Hari gini masih minta surat sakti.
Muncul pula surat
sejenis dari Rachel Maryam, anggota Komisi I DPR. Melalui surat bertanggal 18
Maret 2016, ia minta bantuan Kedubes RI di Paris untuk dimudahkan mencari
transportasi lokal selama berada di Paris bersama keluarganya. Belakangan
politisi Partai Gerindra itu bilang semua biaya ditanggung sendiri. Publik
sebetulnya sangat percaya para anggota Dewan itu mampu berlibur ke luar
negeri tanpa harus berkirim "surat sakti".
Sementara dari luar
negeri, menyebar Panama Papers. Ada banyak "orang penting" di
negeri ini yang tercantum dalam dokumen itu. Kabarnya, ada 2.961 nama yang
mungkin penghindar pajak. Bisa jadi dokumen itu menghebohkan suatu hari.
Akhir Maret, Ketua
Fraksi Gerindra DPRD DKI Jakarta Mohamad Sanusi ditangkap KPK. Sanusi diduga
menerima suap, terkait rancangan peraturan daerah tentang reklamasi pulau.
Selasa (12/4) lalu, Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok)
diperiksa KPK terkait kasus pembelian lahan RS Sumber Waras. Memang masih
dini, tetapi kita tunggu saja hasilnya.
Terdengar pula KPK
memeriksa Kepala Kejati DKI Jakarta Sudung Situmorang dan Asisten Pidana
Khusus Kejati DKI Tomo Sitepu terkait kasus dugaan suap PT Brantas Abipraya
ke oknum di Kejati DKI demi mengamankan kasus agar di-SP3, akhir Maret.
Mungkin uang belum diserahkan, tetapi apakah sudah ada janji yang masuk delik
korupsi?
Tiba-tiba KPK
menangkap dua jaksa di Kejati Jabar yang menangani perkara dugaan korupsi
dana BPJS di Kabupaten Subang tahun 2014. Mereka diduga tersangkut suap. Ini
korupsi bertingkat. Sudah korupsi dana BPJS, penegak hukum pun disuap lagi.
Akhirnya, pemberi suap, yakni Bupati Subang Ojang Sohandi, pun mengenakan
rompi oranye bertuliskan "Tahanan KPK".
Begitulah "orang
penting". Jadi teringat sepotong puisi Gus Mus (Kiai Mustofa Bisri)
"Orang Penting" (1987):
Orang penting lain dengan orang lain
Dia beda karena pentingnya
Bicaranya penting diamnya penting
Kebijaksanaannya penting
Ngawurnya pun penting
Semua yang ada padanya penting
Sampai pun yang paling tidak penting
Kemarin MetroTV
menayangkan anak-anak SD di Jeneponto, Sulawesi Selatan, berbasah-basah
menyeberangi sungai berarus deras menuju sekolah karena tidak ada jembatan.
Mereka tak diperhatikan. Mereka memang bukan orang penting. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar