Senin, 04 Januari 2016

Tangkap Maling di Kampung Maling

Tangkap Maling di Kampung Maling

  Sidharta Susila  ;  Pendidik, Tinggal di Muntilan-Magelang
                                                       KOMPAS, 04 Januari 2016

                                                                                                                                                           
                                                                                                                                                           

Semasa kecil, di daerah tempat tinggal penulis, ada satu kampung yang dijuluki kampung maling. Generasi ke generasi menuturkan bahwa pekerjaan orang-orang di kampung itu mencopet dan mencuri atau maling.

Setiap generasi seperti punya spontanitas mengajarkan ihwal kampung maling itu. Pertama-tama bukan untuk membangun stigma, melainkan lebih sebagai iktikad baik untuk mengajarkan sikap waspada dan hati-hati jika bersama orang-orang dari kampung maling.

Masih lekat dalam ingatan, beberapa kali ketika penulis naik kendaraan umum, lalu ada sejumlah orang dari kampung maling ikut menaiki angkutan yang sama, kami saling memberi kode untuk mulai waspada. Kode itu bisa dengan isyarat mata. Beberapa orang menyenggol anaknya agar segera waspada. Kami yang masih kanak-kanak sudah paham dan tahu sikap apa yang harus segera dibangun ketika orang dari kampung maling ada di antara kami.

Ketika musim panen padi tiba, orang-orang dari kampung maling juga sering ikut mencari gabah sisa dari batang padi yang sudah dirontokkan padinya. Ini pekerjaan memulung padi. Kami menyebutnya ngasak. Terhadap para pengasak dari kampung maling, orang-orang di kampung kami sering memberikan pengawasan khusus.

Orang-orang dewasa di kampung kami sering mengajarkan bahwa orang dari kampung maling sering mencuri padi saat berjalan menyusuri pematang sawah yang padinya telah menguning. Caranya, mereka berjalan berombongan; lebih kurang sepuluh orang setiap rombongan. Sambil terus berjalan menyusuri pematang sawah, tangan mereka meraih bulir-bulir padi, lalu segera dimasukkan ke dalam bakul yang di gendongnya. Dengan cara seperti itu, aksi mencuri padi tak akan kelihatan. Ini persis aksi mencopet.

Begitulah orang-orang di kampung kami mengajarkan kepada generasi di bawahnya ihwal orang-orang di kampung maling. Karena dituturkan turun-temurun dalam pesan dan dengan cara yang sama, demikian kami yakini bahwa memang kampung maling dihuni para pencopet dan maling.

Tragedi "Petrus"

Keyakinan bahwa kampung maling memang kampungnya para maling dan pencopet semakin kukuh ketika pada episode tragedi "Petrus" (penembak misterius) pada 1980-an ada seorang korban penembakan "Petrus" yang diletakkan melintang di jalan utama orang kampung maling untuk menuju ke desa lain. Belakangan, korban "Petrus" itu diketahui seorang maling dari kampung lain.

Orang-orang pada 1980-an belajar bahwa tempat meletakkan korban penembakan "Petrus" sering kali menjadi pesan simbolis. Pada korban "Petrus" yang diletakkan di jalan utama kampung maling itu kami pahami sebagai pesan untuk mengingatkan kenekatan orang-orang di kampung maling.

Saat itu kami memang frustrasi dengan perilaku para maling. Mereka nekat. Aksi para garong yang brutal juga merebak di mana-mana. Ketika suatu kali orang kampung kami mendapati maling yang sedang beraksi, lalu maling itu dikejar beramai-ramai, maling itu lari menuju hamparan sawah yang bersebelahan dengan kampung maling. Kalau sudah begitu, kami tak akan melanjutkan pengejaran. Kami tahu mereka sudah menuju ke habitatnya: kampung maling.

Mengejar maling sampai ke kampung maling kami yakini hanya kesia-siaan, bahkan bisa menjemput sial. Di kampung maling, para maling saling melindungi. Tak akan pernah bisa menangkap maling di kampung maling. Pun para polisi. Kelihatannya waktu itu aparat juga kehabisan akal untuk menghentikan aksi para maling. Barangkali karena itu pulalah seorang maling atau mantan maling yang mati ditembak "Petrus" diletakkan telentang melintang di jalan keluar utama kampung maling.

Apa yang terjadi hari-hari ini mengingatkan penulis tentang ihwal kampung maling. Aneka kejahatan diungkap. Pelaku kejahatan ditangkap. Bukti-bukti tindak kejahatan pun lengkap didapat. Namun, si pelaku kejahatan licin dijerat.

Sementara itu, sejumlah orang pasang badan membela tersangka pelaku kejahatan. Sejumlah media cetak dan elektronik lihai membangun kisah membolak-balik nalar dan logika dengan menjejali masyarakat kontes muslihat para pakar. Akibatnya, masyarakat yang semula melihat gamblang tindak kejahatan mulai kabur dan ragu akan penglihatan serta pemahamannya semula. Pelaku kejahatan pun berubah menjadi pahlawan. Atau minimal diloloskan. Ini sejenis metode pembelajaran canggih tentang ihwal negeri maling.

Jangan-jangan kita sedang tinggal di negeri maling. Kalau benar, pastilah sulit menangkap maling di negeri maling. Paling sial anak cucu kita. Saat bergaul dengan bangsa lain, mereka akan mendengar perkataan, "Hati-hati, kita sedang ada bersama orang dari negeri maling."

Tidak ada komentar:

Posting Komentar