HAM Boleh Dilanggar
Moh Mahfud MD ;
Guru
Besar Hukum Konstitusi
|
KORAN SINDO, 30 Januari
2016
Bolehkah hak asasi
manusia (HAM) itu dilanggar atau dikurangi? Jawabannya, ”Boleh”. HAM boleh
dilanggar asal berdasar hukum. Ini penting dikemukakan karena terkadang kita
bertemu dan berdebat dengan orang yang agak genit, sok memperjuangkan HAM
secara membabi buta.
Setiap ada yang
melakukan tindakan atau penilaian minor terhadap perilaku orang langsung
dituding anti-HAM. Bahkan ada aktivis yang mempunyai kecenderungan, kalau ada
tindakan hukum terhadap orang oleh aparat, langsung dituding melanggar HAM. Padahal,
HAM memang boleh dilanggar. Lho, kok? Mari kita runut dulu masalahnya.
Semua orang yang
pernah belajar di sekolah tahu bahwa HAM adalah hak yang melekat pada manusia
yang diberikan oleh Tuhan, bukan diberikan oleh negara atau siapa pun. Sebab
itu, setiap orang harus menghormati HAM orang lain. Negara harus melindungi
dan menjamin agar HAM dinikmati oleh setiap orang.
Ide adanya konstitusi
sebagai instrumen paling penting dalam hidup bernegara didasarkan pada paham
bahwa HAM harus dihormati oleh semua orang dan harus dilindungi oleh negara.
Konstitusi selalu memuat, minimal, dua hal. Pertama, pengakuan dan
perlindungan terhadap HAM. Kedua, ada pemerintahan yang tugas dan
kewenangannya dibatasi demi tegaknya perlindungan terhadap HAM.
Berdasar itu,
konstitusionalisme diartikan sebagai paham bahwa negara harus mempunyai
konstitusi yang memberi jaminan perlindungan terhadap HAM disertai dengan
pembentukan lembaga-lembaga negara yang kekuasaan masing-masing dibatasi agar
perlindungan atas HAM tersebut tak terlanggar. Tetapi, dengan begitu, bukan
berarti, HAM itu tidak boleh dikurangi.
HAM boleh dilanggar
berdasar UU kalau itu untuk melindungi HAM orang lain. Demi perlindungan HAM
misalnya, jika ada orang bernama Fulan merampok, HAM si Fulan boleh dilanggar
dan dirampas. Fulan itu boleh dikurung dan dirampas kebebasannya berdasar UU
misalnya ditahan, diborgol, dipenjarakan, dirampas hartanya, bahkan bisa
dijatuhi hukuman mati.
Itu semua adalah
perampasan HAM yang diperbolehkan. Penembak yang mengeksekusi terpidana mati
tidak bisa dikatakan melanggar HAM karena menembak itu ditugaskan oleh
undang-undang. Adanya hukum pidana yang dituangkan dalam ratusan atau ribuan
pasal undang-undang justru merupakan dasar pembolehan untuk mengurangi atau
merampas HAM terhadap orang yang melanggar undang-undang.
Jadi, HAM bisa
dibatasi, bahkan dirampas, demi perlindungan HAM bagi semua orang. Ketentuan
bahwa HAM bisa dibatasi atau dilanggar itu sesuai ketentuan yang berlaku
universal, berlaku kapan saja dan di mana pun. Di negara mana pun di dunia
ini ada UU yang berisi pemberian izin kepada negara untuk melakukan tindakan
melanggar HAM atas orang yang melanggar UU atau HAM orang lain.
Kalau ada konsep HAM
yang harus diterima secara universal, yang berlaku universal adalah hukum HAM
bahwa HAM boleh dibatasi, bahkan dirampas, berdasar UU. Selain itu, yang
universal dari HAM itu sebenarnya adalah partikularnya yakni ada pembatasan
atau pengurangan HAM berdasar situasi dan kondisi sosial masing-masing
negara.
Ada perbuatan-perbuatan
tertentu yang mungkin dianggap HAM yang mutlak harus dilindungi di
negara-negara tertentu, tetapi dibatasi atau dilarang di negara-negara lain.
Itulah yang disebut partikularisme dalam pemahaman dan pemberlakuan HAM.
Faktanya, berbagai negara di dunia tidak selalu sama dalam memberlakukan
masalah HAM tertentu ke dalam hukumnya.
Masalah perkawinan
sejenis misalnya, ada negara-negara yang memperbolehkan dan mewadahinya di
dalam hukum, tetapi jauh lebih banyak negara yang tidak membolehkan. Dari
lebih 200 negara di dunia ini, hanya 22 negara yang memperbolehkan perkawinan
sejenis. Partikularisme yang seperti itu bukan tidak berdasar.
Di dunia internasional
ada dokumen yang bisa disebut sebagai dokumen deklarasi tentang tanggung
jawab manusia. Deklarasi ini dikeluarkan oleh International Conference on
Human Rights Policy (ICHRP) yang melibatkan tokoh-tokoh Barat dan Timur,
termasuk 24 mantan kepala negara dan pemerintahan seperti Jimmy Carter (AS),
Helmut Schmidt (Jerman), Lee Kuan Yew (Singapura), dan Malcolm Frazer
(Austria).
Deklarasi yang
dikeluarkan ICHRP ini menegaskan bahwa perlindungan HAM di dunia Barat dan
dunia Timur itu berbeda. Di Barat menekankan pada kebebasan individu, di
Timur lebih menekankan pada tanggung jawab dan komunitas. Di dunia Timur, HAM
bisa dibatasi demi tanggung jawab dalam hidup bersama sebagai penyeimbang
atas kebebasan individu.
Tegasnya, sebagai
konsep dan fakta materi HAM yang harus dilindungi tidaklah universal,
melainkan partikular, bergantung situasi dan kondisi masyarakat di negara
masing-masing.
Undang-undang dasar
yang berlaku di Indonesia, UUD NRI 1945, dalam Pasal 28J ayat (2) menegaskan
bahwa HAM itu bisa dibatasi (dikurangi) berdasar UU demi ”... pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain
dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral,
nilai-nilai agama, keamanan, dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat
demokratis”.
Tegasnya, konstitusi
kita menganut paham, ”hak dan kebebasan
manusia dihormati dan dilindungi, tetapi bisa dibatasi, bahkan dirampas,
dengan pertimbangan moral, nilai-nilai agama, keamanan, dan ketertiban umum”.
Tidak ada HAM yang mutlak dan universal kecuali keuniversalan itu harus
diartikan bahwa secara universal HAM itu tidaklah universal, melainkan
partikular dan bisa dikurangi atau dilarang. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar