Kamis, 17 Desember 2015

Membangun Lebih Cepat

Membangun Lebih Cepat

N Arya Dwiangga M  ;  Wartawan Kompas
                                                      KOMPAS, 16 Desember 2015

                                                                                                                                                           
                                                                                                                                                           

Sejak awal tahun pemerintahan, Joko Widodo-Jusuf Kalla mengumumkan bahwa pembangunan infrastruktur akan digenjot. Infrastruktur di bidang energi, transportasi, dan konektivitas serta infrastruktur yang mendukung ketahanan pangan menjadi sektor-sektor prioritas.

Melalui proses APBN Perubahan 2015 dan meski terhambat penggantian nomenklatur kementerian dan lembaga, keinginan pemerintah diwujudkan melalui pemberian anggaran yang besar pada pembangunan infrastruktur. Anggaran Kementerian Pekerjaan Umum yang bergabung dengan Perumahan Rakyat naik dua kali lipat menjadi Rp 118,5 triliun.

Anggaran yang besar bukan berarti pembangunan akan lebih mudah. Sebaliknya, diperlukan sumber daya, baik manusia maupun kapasitas penyedia jasa, untuk memenuhi target yang dipancang hingga 2019. Tahun ini, pemerintah akan mulai membangun 13 bendungan baru untuk mengairi lahan irigasi teknis dari rencana 49 bendungan baru hingga akhir 2019. Kemudian, Tol Trans-Jawa sudah harus tersambung pada 2018.

Selain membangun jalan di perbatasan dengan negara lain guna mendukung konektivitas dan menekan biaya logistik, untuk pertama kali Presiden Jokowi menugaskan badan usaha milik negara (BUMN) PT Hutama Karya (Persero) mengerjakan delapan ruas Jalan Tol Trans-Sumatera. Angka itu untuk menyebut beberapa program pembangunan infrastruktur yang menggunakan anggaran belanja negara selain pembangkit listrik, bandara, dan pelabuhan.

Swasta

Namun, untuk membangun infrastruktur dibutuhkan dana yang sangat besar. Hingga 2019, setidaknya diperlukan Rp 5.452 triliun. Jumlah yang tidak mungkin dipenuhi pemerintah sendiri. Maka, swasta dan pemerintah daerah mesti dilibatkan.

Proyek infrastruktur yang layak dan menguntungkan ditawarkan kepada BUMN atau swasta untuk dikerjakan. Sementara proyek yang belum layak perlu dicarikan terobosan pengerjaannya, seperti melalui skema penugasan kepada BUMN dengan memberi penyertaan modal negara.

Dengan demikian, modal tersebut akan menambah ekuitas BUMN untuk mencari tambahan pembiayaan dari pasar modal. Sementara peluang untuk mendapat pinjaman lunak dari lembaga pembiayaan juga menjadi salah satu sumber pendanaan.

Di sisi lain, pembangunan infrastruktur memerlukan kesiapan penyedia jasa, baik untuk konstruksi maupun konsultasi.

Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat mencatat, per Agustus 2015 terdapat 127.191 badan usaha yang terdiri dari 119.350 penyedia jasa konstruksi atau kontraktor dan 7.841 konsultan. Dari jumlah itu, hanya 14.430 badan usaha (11 persen) yang spesialis, sedangkan sisanya generalis atau umum.

Di sini, kapabilitas penyedia jasa, baik kontraktor maupun konsultan, perlu dikembangkan agar dapat mengerjakan proyek-proyek besar sekaligus semakin efisien dan berdaya saing. Selain itu, kapasitas tenaga konstruksi juga perlu terus dikembangkan dengan pelatihan berbasis keterampilan melalui program sertifikasi.

Jumlah tenaga konstruksi di Indonesia pada 2015 sekitar 7,2 juta orang. Dari jumlah itu, yang memiliki sertifikat tenaga ahli sebanyak 109.007 orang dan sertifikat tenaga terampil sebanyak 387.420 orang.

Kemudian, pemerintah harus mendorong penggunaan material dari dalam negeri. Asosiasi Besi dan Baja Indonesia menyebutkan, kebutuhan baja per tahun sebesar 13,8 juta ton. Dari kebutuhan tersebut, sekitar 55 persen masih mengandalkan baja impor.

Diproyeksikan lima tahun ke depan kebutuhan baja akan meningkat menjadi 26,2 juta ton. Sementara dari kebutuhan aspal sebesar 1,2 juta ton per tahun, sekitar 50 persen masih impor. Padahal, Indonesia memiliki deposit aspal Buton yang baru sedikit dimanfaatkan, yakni sekitar 40.000 ton per tahun. Bagi pelaku usaha, program infrastruktur menjadi peluang untuk ikut menyediakan material sekaligus akan mendorong perekonomian yang ditopang industri di dalam negeri.

Pengelolaan yang tepat

Pada akhirnya, perencanaan yang besar memerlukan pengelolaan yang tepat. Selama ini, realisasi penyerapan anggaran menumpuk di semester kedua. Itu berarti, pengerjaan proyek dikebut di paruh waktu kedua menjelang akhir tahun. Buruknya kualitas infrastruktur menjadi catatan serius. Maka, perlu diupayakan pencegahan sekaligus pengerjaan proyek yang berorientasi pada kualitas secara sistematis.

Lelang dini yang sudah dimulai sejak September lalu menjadi kunci. Dengan lelang dini, proses tender hingga tanda tangan kontrak paket proyek dapat dilakukan lebih awal sehingga pada Januari 2016 pembangunan infrastruktur sudah dapat dimulai.

Memang pembangunan infrastruktur di Indonesia membutuhkan kerja yang cepat sekaligus cerdas.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar