Aksi Kepolisian dan Mahkamah Kehormatan Dewan
Edi Saputra Hasibuan ; Anggota Kompolnas RI
|
MEDIA
INDONESIA, 28 November 2015
KASUS pencatutan nama Presiden Joko Widodo dan
Wakil Presiden Jusuf Kalla yang diduga dilakukan Ketua DPR RI Setya Novanto
terus menjadi berita utama di media massa. Pencatutan nama tersebut
dilaporkan Menteri Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said ke
Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR yang berkaitan dengan dugaan permintaan
saham untuk memuluskan renegosiasi perpanjangan kontrak PT Freeport
Indonesia.
Sudirman Said menuduh Setya Novanto telah
beberapa kali memanggil dan melakukan pertemuan dengan pimpinan perusahaan
tambang tersebut. Novanto diduga menjanjikan suatu cara penyelesaian tentang
kelanjutan kontrak PT Freeport Indonesia. Politikus itu kemudian meminta agar
perusahaan tambang tersebut memberikan saham yang rencananya juga akan
diberikan kepada Presiden dan Wapres.
Setya Novanto sesungguhnya sudah membantah
dirinya mencatut nama Presiden dan Wapres terkait jatah saham PT Freeport.
Bantahan itu disampaikan kepada wartawan seusai menemui Wapres Jusuf Kalla di
Kantor Wapres pada 16 November 2015.
Desakan masyarakat
Selain dilaporkan ke MKD, berbagai elemen
masyarakat juga mendesak Kapolri agar menangani kasus pencatutan nama
tersebut karena menurut sebagian pengamat hukum, kasus tersebut memenuhi unsure
pidana, khususnya pencemaran nama baik. Bahkan, pengamat hukum Universitas Indonesia
Hasril Hertanto menilai kepolisian seharusnya bisa langsung mengusut adanya dugaan
pencemaran nama baik tanpa menunggu aduan.
Menurut Hasril, langkah proaktif dapat
dilakukan Polri mengingat dugaan pencemaran nama baik terjadi atas Jokowi
sebagai Presiden yang merupakan simbol dan lambang negara. Jadi, meskipun
kasus itu memang masuk delik aduan, karena jabatan Jokowi sebagai Presiden,
polisi bisa proaktif.
Saat menanggapi desakan berbagai elemen
masyarakat, Kepala Polri Jenderal Badrodin Haiti mengatakan, pihaknya baru
dapat mengusut kasus dugaan pencatutan nama Presiden Joko Widodo terkait lobi
PT Freeport Indonesia jika sudah menerima laporan resmi. Menurutnya, tindakan
pencatutan nama seperti yang diduga terjadi termasuk dalam delik aduan karena
tergolong pada tindak pidana pencemaran nama baik.
Selain pencemaran nama baik, pencatutan nama
seseorang demi mendapatkan keuntungan dapat dikategorikan sebagai tindak
pidana penipuan. Mencatut nama orang lain dengan meminta share keuntungan
dapat dikatakan tindakan penipuan. Apalagi, Presiden dan Wakil Presiden sudah
membantahnya sehingga dalam pencaturan nama itu ada suatu kebohongan. Menurut
Kapolri kebohongan inilah yang masuk ke unsur penipuan.
Meski demikian, penegak hukum lagi-lagi tidak
dapat serta-merta melakukan penindakan. Pengusutan perkara itu harus
didahului laporan dari pihak yang merasa menjadi korban, dalam hal ini
Presiden dan Wakil Presiden. Hingga saat ini Presiden dan Wapres tidak
mempersoalkannya, apalagi melaporkannya ke penegak hukum.
Kepolisian saat ini justru memilih menunggu
hasil keputusan Mahkamah Kehormatan Dewan terlebih dahulu sebelum mengambil
kebijakan atas kasus yang melibatkan Setya Novanto. Jadi, pihak kepolisian
tidak ingin mencampuri urusan internal DPR RI terkait pemeriksaan Setya
Novanto oleh MKD.
Kesungguhan MKD
Selain itu, menurut Kapolri, proses
pemeriksaan di MKD akan berjalan lebih sulit jika pihaknya turun tangan. Terutama
dalam hal menghadirkan saksi dan barang bukti. Kalau MKD dan Polri sama-sama
menangani kasus tersebut, nanti bisa rebutan barang bukti.
Sikap Kapolri yang tidak ingin mencampuri MKD
dan DPR RI tentu layak mendapat apresiasi. Kasus yang sudah ditangani suatu
lembaga sebaiknya lembaga lain memang tidak perlu ikut melibatkan diri. Dalam
kasus ini, Kapolri selain tidak ingin menonjolkan diri, juga sangat menjaga
etika sehingga kepolisian tidak tergoda mengambil alih kasus pencatutan itu
meskipun desakan dari berbagai elemen masyarakat begitu kuat.
Kalau kepolisian sudah menahan diri untuk
tidak terlibat, Mahkamah Kehormatan Dewan seyogianya bersungguh-sungguh
menangani kasus Setya Novanto. Di permukaan, kesungguhan itu memang sudah
terlihat dengan adanya perubahan yang signifikan anggota MKD. Tiap-tiap
fraksi telah mengirimkan anggota terbaiknya agar penanganan kasus Ketua DPR
berlangsung objektif. Tentu itu harapan masyarakat terhadap DPR RI, khususnya
MKD.
Hanya ada satu catatan, karena DPR sebagai
lembaga politik, banyak yang meragukan MKD dapat menangani kasus Setya
Novanto secara objektif. Keraguan sebagian elemen masyarakat tentu beralasan
mengingat selama ini keputusan DPR lebih banyak bermuatan politis daripada
menegakkan objektivitas.
Karena itu, momentum penanganan kasus Setya
Novanto seyogianya dimanfaatkan MKD untuk membalikkan keraguan masyarakat
terhadap DPR RI. MKD semoga dapat menegakkan etika bagi semua anggota DPR,
termasuk terhadap sang ketua. Semoga. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar