Setahun Nawacita Politik
Azyumardi Azra ; Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah Jakarta;
Penerima MIPI Award 2014 dari
Masyarakat Ilmu Pemerintahan Indonesia
|
KOMPAS,
20 Oktober 2015
Setahun Nawacita. Hasil apa saja yang dicapai pemerintahan Presiden
Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla selama satu tahun ini, khususnya
dalam bidang politik? Tolok ukur yang berdasar adalah Nawacita, khususnya
menyangkut politik yang menjadi kerangka dasar pemerintahan Jokowi-Kalla.
Dari Sembilan Gatra Nawacita, setidaknya ada lima yang terkait langsung
dengan politik. Pencapaian tiap-tiap gatra itu terlihat masih jauh dari
harapan.
Gatra pertama Nawacita terkait politik adalah menghadirkan
kembali negara untuk melindungi segenap bangsa dan memberikan rasa aman bagi
semua warga negara melalui politik luar negeri bebas aktif, keamanan nasional
yang tepercaya, dan pembangunan pertahanan negara Tri Matra terpadu yang
dilandasi kepentingan nasional dan memperkuat jati diri sebagai negara
maritim.
Tanpa perlu melakukan penelitian, banyak warga merasakan negara
belum hadir sepenuhnya untuk melindungi dan memberikan rasa aman. Kasus
semacam Tolikara dan Singkil memperlihatkan, negara terlambat mengantisipasi
terjadinya gangguan terhadap rasa aman para warga yang khususnya berbeda
agama dan aliran.
Politik luar negeri Indonesia tampaknya paling adem ayem, dan
karena itu mendapat banyak sorotan di tingkat internasional. Banyak kalangan
menilai pemerintah Jokowi terlalu melihat ke dalam; cenderung mengabaikan
peran Indonesia yang justru diharapkan banyak kalangan internasional.
Indonesia menurut mereka harus memainkan peran lebih besar sesuai
kebesarannya.
Gatra kedua Nawacita terkait politik menyatakan ingin membuat
negara tidak absen dengan membangun tata kelola pemerintahan yang bersih,
efektif, demokratis, dan tepercaya dengan memberikan prioritas pada pemulihan
kepercayaan publik pada institusi demokrasi dengan melanjutkan konsolidasi
demokrasi melalui reformasi sistem kepartaian, pemilu, dan lembaga perwakilan.
Gatra Nawacita itu terkait dengan gatra Nawacita lain yang menyatakan menolak
negara (menjadi) lemah dengan melakukan reformasi sistem dan penegakan hukum
yang bebas dari korupsi bermartabat dan tepercaya.
Dalam konteks kedua gatra Nawacita ini terlihat pencapaian
campur aduk pemerintahan Jokowi-Kalla. Pada satu segi, pemerintahan mulai
berhasil mengonsolidasikan kekuasaannya melalui pergeseran perimbangan
kekuatan koalisi antarpartai dan antarfraksi di DPR. Ini misalnya dengan
mendekatnya Partai Amanat Nasional yang semula bergabung dengan Koalisi Merah
Putih ke Koalisi Indonesia Hebat.
Namun, di pihak lain, ada indikasi masalah di dalam Koalisi
Indonesia Hebat, khususnya PDI-P yang sering tidak sejalan dengan Presiden
Jokowi.
Konsolidasi demokrasi juga belum terlihat di lembaga perwakilan.
Banyak anggota DPR masih menampilkan kinerja mengecewakan; mereka lebih sibuk
dengan usaha peningkatan tunjangan dan insentif daripada legislasi. Karena
itu sulit diharapkan mereka dapat lebih berkontribusi untuk penguatan tata
kelola negara-bangsa Indonesia lebih baik.
Pada segi lain, banyak warga merasa kecewa dan boleh jadi kian
kehilangan harapan pada Presiden ketika sampai pada upaya penciptaan tata
kelola pemerintah bersih dan bebas korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN).
Presiden Jokowi sejauh ini cenderung belum sepenuhnya berpihak pada
pemberantasan KKN sampai ke akar-akarnya.
Sikap Presiden itu terlihat ketika beberapa komisioner dan
pegawai KPK dikriminalisasikan. Selanjutnya, ketika sejumlah anggota DPR
mengusulkan revisi UU KPK, yang ironisnya diprakarsai kalangan PDI-P,
Presiden hanya berhasil ”menegosiasi” penundaan pembahasan dan tidak
menghentikannya sama sekali.
Setelah setahun pemerintahan Jokowi-Kalla, banyak warga
merasakan lembaga penegak hukum, seperti kepolisian, kejaksaan, dan
pengadilan, masih belum bersih dari KKN dan pelanggaran hukum lain.
Gatra politik Nawacita lain menyatakan maksud pemerintah
Jokowi-Kalla memperteguh kebinekaan memperkuat restorasi Indonesia melalui
kebijakan memperkuat pendidikan kebinekaan dan menciptakan ruang-ruang dialog
antarwarga.
Sejauh ini upaya penguatan kebinekaan masih lebih merupakan
jargon daripada kenyataan. Kebinekaan semestinya dipahami sebagai ”bineka
tunggal ika”, dan harus dipandang secara integratif dengan UUD 1945,
Pancasila, dan NKRI. Keempat prinsip dasar itu merupakan faktor pemersatu
dalam kehidupan berbangsa-bernegara. Karena itu, peneguhan kebinekaan harus
simultan dengan penguatan keikaan dan sekaligus dengan ketiga faktor
pemersatu lainnya.
Mempertimbangkan pencapaian pemerintahan Jokowi-Kalla setahun
ini, yang masih jauh dari harapan, masa empat tahun ke depan masih tetap
merupakan periode penuh tantangan. Pada saat yang sama peluang besar untuk
kinerja lebih tetap pula terbuka.
Berhasil diatasi atau tidaknya tantangan itu banyak bergantung
pada Presiden sendiri. Secara internal pemerintahan, Presiden perlu membuat
kabinet lebih kompak dan tertib. Para menteri semestinya berorientasi semata
pada pencapaian kinerja daripada berpolemik sesama anggota kabinet di depan
publik. Jika tidak, agaknya tidak banyak kemajuan yang bisa diharapkan publik
ke depan. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar