Rudy
Yuswohady ; Managing Partner; Inventure
www.yuswohady.com
|
KORAN
SINDO, 04 Oktober 2015
Sudah sekitar tujuh bulan ini saya
intens melakukan riset mengenai sosok business
leader kebanggaan Indonesia. Salah satunya adalah Rudy Soetikno, pendiri
Dexa Medica.
Riset itu mencoba mengungkap sosok
Rudy sebagai seorang apoteker, tokoh prajurit TNI, dan tentu sosok seorang
legendary business leader. Namun sayang, belum sepenuhnya tuntas riset dan
penulisan buku tersebut, beliau sudah dipanggil Yang Mahakuasa pada Kamis, 30
Juli 2015 lalu. Judul buku tersebut adalah Old Soldier Never Dies. Rudy lahir dengan nama kecil Ko Khing Tik
di Jalan Djuritan Kidul, Magelang, 2 Februari 1933.
Dia berasal dari keluarga yang
menjunjung kesederhanaan, persaudaraan, dan pendidikan. Ibunya memiliki visi
besar untuk membentuk anaknya menjadi orang besar dengan memberinya bekal
pendidikan yang baik. Itu yang membawa Rudy masuk ke sekolah elite Hogere Burger
School (HBS) dan kemudian Technische Hoogeschool, THS (sekarang ITB), hingga
lulus sebagai apoteker pada 1959.
Tak lama setelah lulus, melalui
radio, negara memanggil Rudy muda untuk wajib militer darurat (wamilda)
sehingga harus masuk pendidikan tentara selama enam bulan di Cililitan,
Jakarta, kemudian menerima penugasan di Sumatera Selatan. Begitu menginjakkan
kaki di bumi Sriwijaya, ia menghadapi kenyataan pahit karena Sumatera Selatan
mengalami kelangkaan obat parah.
Komandannya di Kesdam IV Sriwijaya
pun kemudian memerintahkan Rudy untuk mengatasi masalah itu. Maka kemudian
terpikir oleh Rudy untuk memanfaatkan sebuah gudang kecil di Kesdam untuk
fasilitas produksi obat. Fasilitas produksi sederhana itu rupanya sangat
berjasa bagi rakyat Sumatera Selatan, karena mampu mengatasi masalah
kelangkaan obat yang terjadi. Prestasi Rudy ini bisa dibilang fenomenal
hingga pangab waktu itu, M Panggabean, secara khusus berkunjung ke Palembang
dan secara khusus memberikan penghargaan kepadanya.
Manusia
Langka
Rintisan fasilitas produksi obat
di gudang kecil itu rupanya menjadi cikal-bakal berdirinya Dexa Medica pada
1969. Sejak awal tak pernah terpikirkan oleh Rudy untuk membangun sebuah
kerajaan bisnis yang menjadi mesin uang baginya. Dexa Medica didirikan
sebagai wujud kepedulian Rudy terhadap persoalan kesehatan di masyarakat.
Kepedulian inilah yang mendorong Rudy memberanikan diri membangun pabrik obat
yang lebih besar untuk mengatasi masalah kesehatan di tanah air.
Bahkan sampai dengan meninggalnya,
Rudy tak menganggap dirinya sebagai seorang businessman. ”Sejak awal, saya
menganggap diri saya adalah seorang profesional yang harus mengabdikan
ekspertis yang saya miliki sebagai apoteker untuk kepentingan masyarakat
banyak. Jadi begitu lulus, yang terpikir di benak saya hanyalah bekerja
menerapkan ilmu yang sudah saya pelajari di ITB untuk kepentingan
masyarakat,” ujarnya.
Terus terang saya trenyuh
mendengar ucapannya ini. Yang menarik, walaupun spirit mendirikan Dexa Medica
adalah kepedulian terhadap persoalan- persoalan kesehatan masyarakat, bukan
berarti bahwa perusahaan tidak berorientasi laba.
Menurutnya, laba sangat diperlukan
karena dengan laba tersebut perusahaan akan tumbuh dan berkembang melalui
investasi kembali laba yang dihasilkan, sehingga kemampuan perusahaan dalam
menghimpun sumber daya akan menjadi lebih besar, dan kontribusi pada
peningkatan kesehatan masyarakat juga akan semakin besar dan luas. Makanya
saya katakan, Rudy adalah manusia langka di negeri ini. Businessman dengan
spirit amat mulia seperti ini kian sulit kita temukan sekarang.
Prajurit
Sejati
Rudy adalah sedikit warga Tionghoa
yang sepenuh hati dan begitu bangga menjadi prajurit TNI. Pengalaman menjadi
tentara selama sekitar 15 tahun begitu membekas di hatinya. Rudy harus
memilih meninggalkan dinas ketentaraan pada tahun 1975 (pangkat terakhirnya
letnan kolonel) untuk sebuah misi mulia membesarkan Dexa Media. Walaupun
telah meninggalkan dunia ketentaraan untuk masuk dunia bisnis, naluri sebagai
prajurit sejati tak meluntur sedikit pun.
”Old soldier never dies,” ujarnya.
Seorang prajurit sejati tak pernah patah arang dan tak peduli di manapun
ditugaskan. Pengabdian di mana pun adalah sama, untuk Merah Putih. Secara
administratif memang ia pensiun, tetapi jiwanya tetap prajurit. Prajurit sejati
selalu berkarya di medan apapun. Sejak itulah ia berjuang di medan kesehatan
masyarakat. Dunia ketentaraan telah mengajarinya rasa cinta tanah air dan
pengabdian kepada negara.
Spirit prajurit sejati inilah yang
menjadi kompas bagi Rudy dalam mengoperasikan Dexa Medica selama 45 tahun
terakhir. Salah satu terjemahan nasionalisme menurut Rudy adalah kemandirian
industri farmasi nasional. Salah satu keresahannya adalah bahwa industri
farmasi kita tak boleh bergantung pada impor dari negara lain. Jadi 40 tahun
lebih sebelum Jokowi mengobarkan Nawacita, Rudy sudah menggagas dan
memperjuangkannya.
Seperti diketahui, industri
farmasi kita selama ini rapuh karena tergantung pada produk-produk obat
off-patent dari raksasa obat asing. Praktis tak ada perusahaan obat nasional
yang mandiri mengembangkan obat originator sendiri. Alasan itulah yang
mendorong Rudy mendirikan DLBS (Dexa
Laboratories of Biomolecular Sciences). Tujuannya untuk melakukan riset
dan pengembangan obat originator dengan memanfaatkan kekayaan keanekaragaman
hayati (tumbuhan, hewan, tanah) Indonesia yang begitu kaya. Contohnya adalah
Stimuno, fitofarmaka yang dikembangkan dari ekstrak meniran yang tersedia
melimpah di bumi pertiwi.
17
Agustus
Kalau Anda datang ke pabrik Dexa
Medica di Palembang, sejak lima tahun lalu halaman pabrik sudah direnovasi
dan disulap menjadi tempat untuk upacara bendera 17 Agustus. ”Bagi saya itu
adalah kebanggaan kami bisa melaksanakan upacara kemerdekaan setiap tanggal
17 Agustus. Setiap kali memperingati Hari Kemerdekaan, saya selalu bertanya,
apa yang bisa saya kontribusikan kepada negara sampai dengan sekarang,”
ujarnya.
Rudy ingin agar tradisi upacara
bendera 17 Agustus terus dilestarikan di Dexa Medica agar spirit dan
nilai-nilai cinta tanah air tetap menggelora. Saya merenung, mana ada
perusahaan swasta memikirkan ini, apalagi di tengah karut-marut globalisasi
yang meluluhlantakkan semangat nasionalisme dan kebangsaan kita. Rudy adalah
prajurit sejati. Rudy adalah teladan kita semua.
Semangat pengabdiannya kepada
Merah Putih tak pernah redup, bahkan ketika tubuhnya telah ringkih ditelan
usia. Old soldier never dies. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar