Pemerintah Daerah dan Desa
Ivanovich Agusta ; Sosiolog Pedesaan IPB Bogor
|
KOMPAS,
12 Oktober 2015
Pemerintah daerah sedang merenda kisah merana kala berhubungan
dengan desa. Berposisi di ujung wilayah otonom, peraturan perundangan menimpakan
puluhan tugas pengelolaan desa. Ditambah lagi sebagai penanggung jawab atas
puluhan ribu laporan penggunaan dana desa dan alokasi dana desa.
Menempati simpul strategis, selayaknya pemerintah daerah
mendapatkan tambahan porsi wewenang, seraya pengembangan identitasnya sendiri
saat meningkatkan kapasitas perangkat dan pembangunan desa. Ini dapat
dilakukan melalui penciptaan peluang kolaborasi baru antara pemerintah pusat
dan daerah, bersama perangkat desa.
Urusan daerah
Seandainya UU No 23/2014 tentang Pemerintahan Daerah ditetapkan
mendahului UU No 6/2014 tentang Desa, mungkin lebih banyak urusan terhadap
desa dibebankan kepada pemerintah provinsi. Hal ini sejalan dengan penguatan
peran pemerintah provinsi dalam UU tersebut.
Namun, berada dalam ranah perundangan yang lebih lama, UU No
32/2004 tentang Pemerintahan Daerah yang kini sudah dicabut, akhirnya desa
lebih banyak berurusan dengan pemerintah kabupaten/kota. Tugas terberat
bupati/wali kota tampaknya pembuatan aturan dana desa dan alokasi dana desa.
Rinciannya mencakup penyusunan ukuran pembagian dana, prasyarat pencairan,
hingga pemeriksaan dokumen perencanaan tiap desa. Bupati dan wali kota
sekaligus bertanggung jawab atas pelaporan penggunaan dana desa dan alokasi
dana desa.
Karena diposisikan sekadar menyalurkan dana, kementerian di
pusat dengan ringan menyatakan tak mungkin ada korupsi. Namun, perlu diingat,
operasionalisasi penyaluran, penggunaan, dan pelaporan dana ditangani
pemerintah kabupaten/kota. Artinya, peluang munculnya lembar-lembar kesalahan
administrasi hingga korupsi hampir sepenuhnya berada di sini.
Bupati dan wali kota juga wajib mengatur pembentukan,
penghapusan, penggabungan, dan perubahan status desa. Selanjutnya mengatur
pemilihan kepala desa serentak, manajemen perangkat desa dan badan
permusyawaratan desa. Berikutnya, pengaturan pembangunan desa dan kawasan
pedesaan. Tugas teknis yang juga berat adalah berupa penetapan peta batas
wilayah desa dan desa adat.
Tabel lampiran UU No 23/2014 memang menuliskan juga urusan wajib
pemerintah daerah terhadap pemberdayaan masyarakat dan desa. Namun, jelas
tidak sebanyak rincian dalam UU No 6/2014 beserta peraturan perundangan
turunannya selama dua tahun terakhir.
Sementara itu, tugas pemerintah provinsi terbatas mengurus desa adat.
Tugasnya menyusun aturan kelembagaan, pengisian jabatan, dan masa jabatan
kepala desa adat. Sebenarnya dukungan pemerintah kabupaten/kota terhadap desa
terbaca kuat pada keuangan desa. Kontribusinya mencapai 54 persen dari
pendapatan desa. Sementara pemerintah provinsi berkontribusi 13 persen.
Artinya, keseluruhan kontribusi pemerintah daerah memuncak hingga 67 persen
dari pendapatan desa.
Persoalannya, dukungan sebanyak itu jarang dimaknai sebagai
uluran tangan pemerintah daerah. Dinilai sebagai tugas, identitas pendukung
desa tetap ditabalkan kepada pemerintah pusat. Ketidakseimbangan tingginya
dukungan dan hilangnya identitas menyumbang pada surutnya prioritas
pemerintah daerah untuk pembangunan desa.
Kolaborasi pemda
Setelah negara menyatakan kesediaannya mengurus langsung seluruh
74.093 desa, ada baiknya ditegaskan bahwa urusan desa menjadi tugas
kolaboratif kementerian dan lembaga di pusat, pemerintah daerah, serta
perangkat desa. Operasionalisasinya berupa pemberian ruang untuk berkarya
seraya mengenalkan identitas masing-masing.
Upaya koordinasi antara 17 kementerian dan enam lembaga di pusat
dengan pemerintah daerah dapat dikelola secara efektif oleh Menteri Dalam
Negeri. Sebab, setiap tahun dikeluarkan peraturan menteri berisikan panduan isian
anggaran pendapatan dan belanja daerah. Panduan tersebut memastikan
penyediaan program dan anggaran oleh pemerintah daerah yang sesuai dengan
kebutuhan nasional.
Dalam kaitan desa, misalnya, dipastikan pemerintah daerah
menyiapkan dana dan kegiatan untuk pemilihan kepala desa serentak 2016.
Lingkup koordinasi dalam peraturan menteri sebaiknya diperluas hingga
mencakup kepentingan kementerian dan lembaga lain yang turut mendukung
pembangunan desa.
PP No 22/2015 tentang Dana Desa yang Bersumber dari APBN memang
memberikan wewenang kepada Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan
Transmigrasi (PDTT) untuk menentukan penggunaan dana desa. Peraturan Menteri
Desa PDTT No 5/2015 telah mengunci jenis penggunaannya. Namun, ada baiknya
diciptakan ruang bagi pemerintah daerah. Misalnya, untuk tahun depan
dituliskan 5-10 persen penggunaannya disesuaikan dengan rencana pembangunan
pemerintah daerah bagi kawasan pedesaan. Hal serupa bisa dilakukan Menteri
Dalam Negeri, yang memiliki wewenang dalam menentukan skema alokasi dana
desa.
Menteri Dalam Negeri telah menambah fungsi aparat kecamatan agar
mendampingi pemerintah desa. Peningkatan kapasitas aparat telah diarahkan
untuk membantu pemerintah desa dalam menjalankan pemerintahan, mengelola
musyawarah dan pembangunan, serta meningkatkan pelayanan kepada warga.
Sebenarnya aparat kecamatan perlu juga diajak agar piawai menciptakan peluang
kerja sama pembangunan antardesa serta menguatkan koordinasi pembangunan desa
dan daerah.
Menteri Desa PDTT juga dapat membuka kiprah pemerintah daerah
dalam memutuskan pilihan pendamping tingkat desa hingga provinsi. Peran
deliberatif menambah motivasi pemerintah daerah dalam koordinasi pendampingan
desa. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar