Kedaulatan Kita, Martabat Kita
Moh Mahfud MD ; Guru Besar Hukum
Tata Negara UII Jogjakarta
|
JAWA
POS, 10 Oktober 2015
PADA Minggu sore, 27 September
lalu, saya ditelepon oleh sahabat saya, Jaya Suprana, terkait dengan
tersiarnya berita bahwa Singapura akan membuat UU tentang Antiasap. Singapura
marah atas kebakaran dan atau pembakaran hutan di Indonesia yang asapnya
menyerang negerinya.
Singapura, entah benar atau
tidak, berencana membuat UU yang bisa menghukum orang atau perusahaan-perusahaan
di Indonesia yang menyebabkan terjadinya kebakaran hutan itu. ”Apakah bisa
Singapura membuat UU yang bisa memidanakan orang Indonesia karena
perbuatannya yang dilakukan di Indonesia?” tanya Jaya Suprana.
Sebenarnya jawaban atas
pertanyaan Jaya Suprana itu secara normatif atau yuridis formal gampang.
Tetapi, di luar soal yuridis-konstitusional, ada pertanyaan lain yang lebih
substansial yang tersirat dari pertanyaan itu, yakni: Mengapa ada negara lain
yang berani-beraninya mengancam menghukum warga negara kita yang diduga
melakukan kesalahan di negara kita? Bukankah itu menjadi yurisdiksi kita
sendiri? Di mana kedaulatan kita?
Kalau secara hukum, jawaban
atas pertanyaan Jaya Suprana itu mudah. Kita tinggal menjawab, Singapura
tidak bisa membuat UU yang berlaku di Indonesia atau terhadap warga negara
yang diduga melakukan kejahatan di Indonesia.
Hukum pidana suatu negara hanya
berlaku di wilayah teritorialnya sendiri, tidak bisa menjangkau ke teritori
negara lain. Seumpama pun ada orang Singapura yang melakukan kejahatan di
Indonesia meskipun, misalnya, yang dirugikan adalah Singapura, yang berlaku
adalah hukum Indonesia dan ditegakkan di Indonesia. Asas teritorialitas itu
bisa diperluas mencakup kejahatan-kejahatan yang dilakukan di kantor kedutaan
atau kapal-kapal berbendera resmi suatu negara. Di luar itu tidak bisa.
Memang ada sedikit pengecualian
atas ketentuan tersebut. Yakni, jika ada perjanjian ekstradisi antara kedua
negara, penjahat Singapura yang lari ke Indonesia bisa diserahkan kepada
pemerintah Singapura dan penjahat Indonesia yang lari ke Singapura bisa
diserahkan kepada Indonesia.
Masalahnya, Indonesia dan
Singapura sampai sekarang belum menandatangani perjanjian ekstradisi dan
pembakaran hutan di Indonesia bukan dilakukan oleh penjahat Singapura yang
kemudian lari ke Indonesia.
Jadi, secara yuridis, Singapura
tak bisa membuat hukum pidana yang dapat mengancam atau diberlakukan terhadap
orang yang melakukan kejahatan di Indonesia. Kalau dengan membuat UU itu
Singapura ingin menangkap asap, ya boleh saja.
Silakan tangkap dan penjarakan
tuh asap-asap yang datang dari hutan Indonesia, kalau mau. Tapi, Singapura
tidak boleh menangkap orang di wilayah Indonesia. Terhadap orang Indonesia
atau kejahatan di Indonesia, Singapura tidak boleh ikut mengatur.
Itu haram hukumnya, meskipun
Singapura memang benar-benar diserang oleh asap karena kebakaran dan atau
pembakaran hutan di Indonesia. Kita boleh juga menjawab kepada Singapura
dengan mengutip jawaban Wakil Presiden Jusuf Kalla bahwa Singapura tak boleh
kebakaran jenggot karena serangan asap dari Indonsia itu. Sebab, selama ini,
sebelas bulan dalam setahun, Singapura menikmati oksigen segar dari
hutan-hutan di Indonesia.
Tetapi, lebih dari sekadar
jawaban yuridis seperti itu, sebenarnya ada yang menggugah kesadaran kita.
Yakni, mengapa ada negara lain yang mau coba-coba mengusik kedaulatan kita
dengan keinginan membuat hukum yang pemberlakuannya akan menerobos wilayah
kedaulatan kita. Apakah kedaulatan kita ini memang pantas diusik karena kita
lemah dalam menjaga kedaulatan kita sendiri?
Pertanyaan-pertanyaan seperti
itu kadang muncul di benak kita karena, di luar kasus Singapura, banyak hal
yang kadang menyinggung harga diri dan martabat kita. Sebab, ada pelecehan
terhadap kedaulatan negara kita.
Kita sering mendengar, ada
kapal negara asing yang seenaknya masuk ke wilayah Indonesia. Mungkin kita
belum lupa, beberapa waktu lalu ada berita empat polisi air kita menangkap
nelayan negara jiran yang menyeberangi batas laut dan mencuri ikan di
perairan kita.
Tetapi, sebelum kapal polisi
air kita berhasil mencapai daratan Indonesia, tiba-tiba kapal polisi kita
dikejar oleh kapal patroli negara jiran yang lebih canggih dan polisi kita
yang menangkap pencuri justru ditangkap di perairan kita sendiri oleh patroli
negara jiran itu.
Polisi-polisi kita itu
digelandang ke ibu kota negara jiran tersebut. Yang mengherankan, kasus itu
hanya diselesaikan secara damai. Polisi kita dipulangkan, tetapi pencuri ikan
yang ditangkap itu juga tidak diapa-apakan.
Dalam pemikiran yang normal,
tentu itu mengherankan dan menimbulkan pertanyaan. Mengapa polisi kita yang
menjaga kedaulatan atas wilayahnya sendiri justru ditangkap oleh patroli
negara jiran yang warganya mencuri ikan di perairan kita? Apakah negara kita
ini berdaulat? ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar