Alicia dan Hidup Bermartabat
Kristi Poerwandari ; Penulis Kolom “Konsultasi Psikologi”
Kompas Minggu
|
KOMPAS,
11 Oktober 2015
Alicia mungkin
mengalami banyak sekali kebingungan, luka, kekecewaan, dan tekanan hidup
mendampingi suaminya. Namun, ia mampu mengatasi dan dalam berbagai foto ia
terlihat santai dan anggun dengan wajah terus tersenyum.
Kita membahas
yang terlahir dengan nama Alicia Esther Lopez-Harrison de Lardé, istri dari
John Nash. Sulit dibayangkan bahwa Nash yang mengalami kekacauan pola pikir
dan perilaku dapat memenangi sejumlah penghargaan ilmiah bergengsi dan hadiah
Nobel untuk bidang ekonomi (1994). Teorinya digunakan dalam bidang ekonomi,
ilmu komputer, biologi artifisial, inteligensi artifisial, akunting, serta
kajian politik dan militer.
Hidup yang sangat sulit
Sylvia Nazar
(1998, 2011) menulis biografi Nash, menggambarkan bahwa pada usia 31 tahun,
ia mulai menunjukkan tanda-tanda yang jelas mengalami gangguan jiwa, dikenai
diagnosis skizofrenia paranoid. Ia harus rawat inap beberapa kali untuk
beberapa bulan di rumah sakit. Dalam waktu yang sangat panjang, ia terus
hidup dengan delusi, dan dengan didampingi Alicia dapat meminimalkan rawat
inap. Delusinya justru, menurut dia, mengarahkannya dalam kerja ilmiahnya, "Saya
tidak akan punya ide-ide ilmiah yang baik kalau berpikir secara normal."
Untuk
menjelaskan kompleksitas hidupnya, dapat kita singgung bahwa pada usia
sekitar 24 tahun Nash menjalin hubungan dengan seorang perawat, yang kemudian
hamil dan memberinya anak, lalu ditinggalkannya. Ia juga pernah ditangkap
karena kedapatan melakukan tindakan homoseksual "tidak patut".
Tidak lama kemudian ia menjalin hubungan dengan Alicia, menikah pada usia 29,
dan mulai jelas menunjukkan tanda gangguan jiwa saat istrinya hamil.
Tampaknya
mereka mengalami tekanan yang sangat tinggi akibat gangguan yang dialami Nash
sehingga pada tahun 1963 (usia perkawinan ke-6), mereka bercerai. Namun,
Alicia tidak pernah tega membiarkan Nash sendiri, selalu mencoba mendampingi
mantan suaminya itu dalam perjuangan hidupnya. Tahun 1970, setelah Nash
keluar dari rumah sakit, Alicia menerima Nash untuk tinggal di rumahnya.
Katanya, "Banyak orang dengan gangguan jiwa dibiarkan begitu saja tanpa
dukungan dan hidupnya berhenti sampai di situ. Stop. Bagaimana mungkin aku
membiarkan John hidup menggelandang di jalanan?"
Pendampingan
dari Alicia memberikan struktur, stabilitas, perlindungan, dan rasa aman,
dapat membantu Nash untuk mulai secara sadar menghadapi delusi-delusinya. Ia
dapat berhenti dari obat, mulai bekerja lagi dalam penelitian matematika dan
mengajar lagi. Ia terus tinggal di rumah Alicia, dan pada tahun 2001 mereka
menikah kembali.
Kontribusi
Alicia
sesungguhnya adalah juga perempuan yang memiliki cita-cita atau impian tinggi
bagi dirinya sendiri. Ia lahir dari keluarga sangat berpendidikan,
terpandang, dan menguasai banyak bahasa. Ayahnya seorang dokter dari El
Salvador yang kemudian bermigrasi membawa keluarganya ke Amerika Serikat.
Mereka adalah
pasangan sangat cerdas. Alicia menjadi satu dari 16 perempuan yang lulus dari
Massachusetts Institute of Technology
(MIT) untuk bidang Fisika, di antara lebih kurang 800 lulusan laki-laki pada
tahun 1955. Ia sempat bekerja sebagai pekerja laboratorium fisika, dan
sebagai pekerja teknik aerospace. Teman-temannya menjelaskan bahwa ia sangat
mengagumi Marie Curie dan bermimpi menjadi Marie Curie berikutnya, tetapi
situasi yang dihadapinya menyuruhnya untuk berhenti bermimpi.
Pada masa-masa
selanjutnya ia bekerja sebagai pemrogram komputer dan analis data di New
Jersey Transit, untuk menghidupi John Nash dan anak mereka. Ketika film A Beautiful Mind yang menceritakan
kisah hidup John dan Alicia dilansir, Alicia tengah menjadi Presiden Pengurus
Asosiasi Alumni MIT.
Alicia sangat
aktif menjadi pejuang gerakan kesehatan mental. Ia memperjuangkan aturan
hukum dan sistem pelayanan kesehatan mental yang lebih baik di tingkat
negara. Pada tahun 2005 ia memperoleh penghargaan bergengsi the Luminary Award dari the Brain & Behavior Research
Foundation untuk jasa-jasanya dalam gerakan kesehatan mental.
Pasangan ini
memiliki satu anak laki-laki (sekarang berusia 56 tahun), yang juga bernama
John, doktor matematika lulusan Rutgers University. John juga didiagnosis
skizofrenia. Ia hanya sebentar mengajar dan terpaksa harus tinggal di rumah
karena gangguan yang diderita. Jadi, Alicia harus mengurus dua orang dengan
gangguan skizofrenia hampir sepanjang hidupnya. Anaknya adalah hal yang masih
mengganjal dalam pikiran Alicia. Ia sering bertanya kepada teman-temannya,
"Aku khawatir, apa yang akan terjadi pada John apabila aku mati
ya?"
Pada Mei 2015,
Alicia (82) dan suaminya, John Nash (87), meninggal dalam kecelakaan saat
naik taksi dalam perjalanan dari bandar udara sepulang dari Norwegia untuk
menerima hadiah Nobel bagi John Nash.
Alicia tidak
menjadi Marie Curie berikutnya, tetapi ia juara dalam tindakan-tindakan yang
diambilnya. Ia memperjuangkan martabat manusia-manusia sehat dan manusia
dengan masalah kejiwaan. Alicia memungkinkan digoreskannya catatan dalam
sejarah bahwa dunia pernah memiliki John Nash yang dalam skizofrenia
paranoid-nya mampu berkontribusi luar biasa dalam pengembangan ilmu
pengetahuan.
Cerita Alicia dan John adalah contoh nyata perjuangan hidup,
kegigihan, kesetiaan, kreativitas, niat baik, kepedulian, dan optimisme.
Cerita mengenai aktualisasi potensi-yang dalam kekacauan hidup mereka,
menghasilkan sumbangan yang tak ternilai harganya. (Sementara kata para
psikolog humanistik, sebagian besar kita cuma mengaktualisasikan 10 persen
saja dari potensi yang dititipkan kepada kita). Alicia dan John Nash
membukakan banyak sekali kemungkinan dan harapan untuk kita semua yang
bertugas melanjutkan hidup mereka. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar