Senin, 14 September 2015

SKB, Perangkat, dan Dana Desa

SKB, Perangkat, dan Dana Desa

Ivanovich Agusta  ;  Sosiolog Pedesaan IPB
                                                     KOMPAS, 12 September 2015

                                                                                                                                                           
                                                                                                                                                           

Pencairan dana desa seharusnya menderas setelah dua sumbat persoalan dibuka. Pertama, koordinasi antarkementerian serta pemerintah daerah mulai terwujud. Indikasinya penerbitan surat keputusan bersama (SKB) kementerian yang berperan dalam penyaluran dana desa, yakni Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi, dan Kementerian Keuangan.

Kedua, lebih fundamental dan berkelanjutan, mulai bergeraknya penguatan kapasitas perangkat desa. Bukan untuk memonopoli pembangunan dan mengekang warga desa, sebaliknya perangkat hendak dilatih piawai mengelola demokrasi deliberatif dalam memutuskan alokasi dana bagi kesejahteraan warga.

Revolusi koordinasi

Guna merengkuh Nawacita, Presiden Joko Widodo mempraktikkan strategi manajemen matriks. Pembangunan dari pinggiran dan desa tidak dikelola kementerian secara tunggal, tetapi sebagai simpul kerja bersama Kemendagri, Kementerian Desa, PDT, dan Transmigrasi, Kemenkeu, dan Bappenas.

Manajemen matriks unggul dalam meluaskan lingkup kebijakan sehingga layanan kepada desa diberikan hingga empat kementerian. Konsekuensinya, koordinasi jadi prasyarat.

Sayangnya, ego sektoral selama ini memuskilkan kerja bersama karena khawatir identitas kementerian memudar. Apalagi, kementerian yang berkompeten pada desa berlindung di kaki kementerian koordinator yang berbeda. Namun, di sinilah revolusi mental diuji. Setelah tarik ulur pengelolaan desa di awal tahun, arah politik pun berbalik menuju koordinasi lintas pihak, yaitu lewat SKB tentang dana desa.

Peluruhan ego sektoral ditunjukkan oleh substansi SKB, berupa pelonggaran peraturan menteri yang semula menyempitkan arus pencairan dana desa. Strategi pelonggaran aturan—bukannya penanggalan—memutar keran pencairan lebih deras, sekaligus tanpa melepaskan kontrol legal atas dana desa.

Dibandingkan dengan peraturan masing-masing menteri, SKB berisikan kemudahan pengajuan prasyarat dokumen Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa oleh Mendagri. Adapun Menteri Desa, PDT, dan Transmigrasi meluaskan menu penggunaan dana. Tanda tangan Menkeu memberi jaminan pertanggungjawaban dana oleh kepala daerah dan perangkat desa.

Langkah besar koordinasi ini perlu dinilai sebagai bibit perluasan kolaborasi pembangunan di masa datang. Sebab, pasal-pasal dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa banyak mensyaratkan koordinasi antarsektor dan tingkatan pemerintahan. Manajemen matriks pasti dibutuhkan untuk mengelola 17 kementerian dan 6 lembaga yang punya program ke desa selama 2015-2019.

Sayangnya, SKB pada dirinya hanya mengandung desakan legal yang lemah karena tak termasuk dalam UU No 12/2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Selama ini, SKB bisa bergigi ketika didukung gerakan masyarakat dan kegiatan operasional di lapangan.

Gerakan kapasitas

Operasionalisasi SKB bisa disusun dengan meluaskan strategi matriks koordinasi horizontal di tingkat pusat kepada koordinasi vertikal dengan pemerintah daerah dan perangkat desa. Kemendagri mengusung koordinasi birokrasi sekaligus sebagai instrumen peningkatan kapasitas aparat pemda dan perangkat desa.

Pelatihan tentang desa tersusun dari pusat hingga kabupaten dan kota. Di ujung kegiatan, aparat dari sekitar 8.000 kecamatan yang bertugas membina desa dilatih ulang agar beralih menggunakan strategi pemberdayaan. Perannya dikuatkan sebagai pendamping yang berpusat pada penggalian potensi-potensi kreatif perangkat desa.

Perangkat dari 74.093 desa yang dilatih ialah kepala desa, sekretaris desa, dan bendahara desa. Materi pelatihan yang sudah tersusun berupa strategi dan teknis manajemen pemerintahan desa, modul perencanaan pembangunan desa, musyawarah, dan pengelolaan keuangan desa.

Pendidikan orang dewasa seharusnya dipraktikkan untuk memadukan materi pelatihan dengan pengalaman hidup dan posisi sosial perangkat desa. Mengambil data Potensi Desa 2014, umur kepala desa rata-rata 45 tahun, sebaya dengan sekretaris desa, 43 tahun.

Aspek kognitif dalam pelatihan juga harus disesuaikan dengan pendidikan perangkat desa. Jenis penulisan dalam modul selama ini mudah ditangkap mayoritas perangkat yang berpendidikan sekolah menengah umum (59 persen kepala desa dan 57 persen sekretaris desa). Walau demikian, praktik pembelajaran perlu toleran dengan kenyataan keragaman tingkat pendidikan mulai dari tanpa bersekolah (1,13 persen), sarjana (12,72 persen), hingga doktoral (0,01 persen).

Pelatihan dapat menambah modal ilmu pengetahuan perangkat desa untuk memahami wilayah dan warganya secara lebih sistematis. Mereka perlu terampil mendiagnosis masalah dan potensi desa secara obyektif.

Namun, keputusan penanganan hasil analisis lokal haruslah selalu dilakukan secara deliberatif. Wadahnya berupa musyawarah desa.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar