Pentingnya Ekonomi Daerah bagi Nasional
Firmanzah ; Rektor Universitas Paramadina dan Guru
Besar FEUI
|
KORAN
SINDO, 31 Agustus 2015
Pembangunan ekonomi
daerah saat ini menjadi fokus perhatian banyak kalangan. Terlebih ketika
Indonesia mengalami perlambatan pertumbuhan ekonomi.
Presiden Joko Widodo
(Jokowi) juga telah beberapa kali memanggil para gubernur dan pimpinan daerah
untuk mengakselerasi pembangunan di daerah. Terakhir pertemuan di Istana
Bogor, Senin (24/8), yang salah satu agendanya yakni upaya untuk
memaksimalkan penyerapan anggaran di daerah.
Seperti kita ketahui,
lambatnya penyerapan anggaran tidak hanya menjadi persoalan kementerian/
lembaga di pusat, melainkan juga terjadi di daerah. Persoalan penyerapan
anggaran di daerah semakin membuka mata kita semua betapa penting dan
strategis peran daerah dalam pembangunan ekonomi nasional. Era desentralisasi
pembangunan membutuhkan perubahan mindset dari Jakarta-centric menjadi
daerah-centric.
Pemerintah daerah
membutuhka ndukungan dari semua pemangku kepentingan baik pemerintah pusat,
penegak hukum, perguruan tinggi, lembaga swadaya masyarakat (LSM), dan dunia
usaha agar peran dan fungsinya menjadi lebih optimal. Sejak ada Undang-undang
(UU) Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, yang kemudian
disempurnakan melalui UU Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan UU Nomor 32
Tahun 2004, Indonesia mengalami perubahan mendasar tentang bagaimana
merancang pembangunan nasional.
Keberadaan UU ini juga
dilengkapi dengan UU Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara
Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Kehadiran dua UU ini telah
menempatkan daerah sebagai lokus utama dan strategis bagi perekonomian
nasional. Daerah menjadi motor penting penggerak pembangunan nasional.
Dalam perspektif ini,
pembangunan nasional merupakan fungsi dan agregasi dari hasil pembangunan di
daerah. Bila ekonomi daerah maju dan berkembang, ekonomi nasional juga maju
dan berkembang. Daya saing nasional merupakan agregasi dari daya saing
daerah. Rantai produksi nasional merupakan rantai fungsi produksi
antardaerah. Tingginya biaya produksi di suatu daerah akan berdampak pada
tingginya biaya produksi dalam rantai nilai produksi nasional. Dengan begitu,
statistik ekonomi nasional merupakan total pencapaian pembangunan di daerah.
Dalam perspektif ini,
bukan karena ekonomi nasional melambat membuat daerah melambat. Namun, lebih
karena pertumbuhan ekonomi di daerah secara rata-rata melambat, pertumbuhan
nasional menjadi melemah. Bagaimana kita dapat memberdayakan daerah agar
lebih kompetitif, efisien, dan efektif, ini menjadi tugas bersama. Persoalan
rendahnya penyerapan anggaran merupakan sedikit dari sejumlah tantangan yang
kita hadapi untuk mendorong pembangunan di daerah.
Persoalan kelembagaan,
sistem birokrasi, kualitas sumber daya manusia (SDM), mekanisme penganggaran
dengan DPRD, karakter pemimpin daerah yang kurang profesional, intervensi politik,
dan kriminalisasi kebijakan merupakan beberapa faktor yang perlu kita carikan
solusinya. Disparitas dan kesenjangan kualitas birokrasi pusat-daerah dan
antardaerah juga perlu segera kita selesaikan melalui program percepatan
nasional peningkatan kualitas birokrasi daerah.
Mengapa hal tersebut
mendesak kita perlukan saat ini? Karena, dari sisi penganggaran, alokasi
anggaran transfer daerah terus meningkat. Dalam APBN 2014, alokasi anggaran
transfer daerah mencapai Rp592,6 triliun. Jumlah ini meningkat dalam APBNP
2015 menjadi Rp664,6 triliun. Sementara dalam rancangan APBN 2016 diusulkan
total anggaran transfer daerah dan dana desa mencapai Rp782,2 triliun atau
37% dari total belanja RAPBN 2016.
Dari total usulan
pemerintah, dana transfer daerah mencapai Rp643 triliun dan dana desa Rp47
triliun. Persoalan berikutnya, bagaimana anggaran ini bisa memiliki efek
pengganda (multiplier effect ) yang tinggi bagi kemajuan pembangunan di
daerah? Saat ini pemerintah pusat sedang menyusun payung hukum untuk memberikan
rasa aman bagi pejabat di daerah dari upaya kriminalisasi.
Dengan demikian,
pejabatdidaerahdiharapkan tidak perlu merasa waswas dan khawatir dari
kemungkinan kriminalisasi kebijakan. Namun, kebijakan ini juga perlu disertai
perlindungan pejabat daerah dari intervensi politik untuk memaksakan
programprogram tertentu dengan misalnya ancaman pencopotan jabatan.
Seringkali pejabat di daerah mendapatkan tekanan-tekanan melalui proyek
”titipan” yang ”dipaksakan” masuk sebagai program pemerintah daerah meski
proyek tersebut secara nyata tidak terlalu diperlukan oleh daerah tersebut.
Apabila hal ini tidak
mendapatkan perlindungan, dikhawatirkan meskipun tidak dikriminalisasi dan
penyerapan anggaran tinggi, kemanfaatannya bagi stimulus ekonomi daerah akan
rendah. Ini karena mismatch antara apa yang dibutuhkan daerah dan program
pembangunan yang dilakukan.
Selain sanksi yang
akan diberikan oleh pemerintah pusat kepada daerah-daerah yang penyerapan
anggarannya rendah, penting juga pemerintah pusat membantu peningkatan
kompetensi dan kapabilitas pejabat di daerah. Kemampuan dan kompetensi dari
mulai perencanaan, penganggaran, implementasi, sampai pemantauan perlu terus
ditingkatkan. Kementerian Dalam Negeri, Bappenas, Kementerian Keuangan, serta
Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) dapat ditugaskan untuk membuat
program percepatan peningkatan kualitas SDM di daerah.
Program pelatihan,
workshop , sertifikasi, dan pendidikan perlu segera disusun bagi birokrat di
daerah. Hanya melalui hal ini, besaran anggaran dana transfer daerah dan dana
desa memiliki dampak sangat besar bagi perekonomian daerah. Program nasional
ini bisa bekerja sama dengan perguruan tinggi di masing-masing provinsi untuk
capacity-building .
Menjelang pilkada
serentak, partai politik juga memiliki tanggung jawab untuk mempersiapkan
calon pemimpin daerah agar lebih paham tentang keuangan daerah. Banyaknya
pimpinan daerah yang tersangkut korupsi, dari berbagai macam partai politik,
juga mencerminkan rendahnya pemahaman tentang tata pemerintahan yang
mengedepankan prinsip-prinsip good-governance.
Partai politik sebagai
pengusung calon pimpinan daerah perlu membekali kandidat yang diusung
bagaimana menggunakan dan memanfaatkan anggaran daerah untuk meningkatkan
kesejahteraan masyarakat yang akan mereka pimpin. Sekaligus juga menanamkan
dan menguatkan semangat kerja sama antardaerah agar apabila mereka terpilih
tidak menjadi pemimpin yang egosentris dan siap menjalin kerja sama serta
kemitraan strategis dengan daerah lain.
Orientasi
kewirausahaan para kepala daerah juga perlu dikembangkan. Ini lantaran
potensi di daerah masih banyak yang dapat dikembangkan untuk peningkatan
kesejahteraan, pengentasan kemiskinan, industrialisasi, dan penciptaan
lapangan kerja. Kemitraan strategis dengan BUMN dan pembentukan BUMD dapat
menjadi pilihan kebijakan untuk optimalisasi potensi ekonomi di daerah.
Karena tidak semua
kepala daerah memiliki orientasi kewirausahaan, program pendidikan eksekutif
terkait hal ini perlu menjadi salah satu program prioritas nasional. Dengan
ihwal ini, kita ke depan dapat optimistis bahwa pembangunan ekonomi di daerah
akan semakin maju, kuat, dan berkelanjutan. Ihwal ini secara agregasi akan
membuat ekonomi nasional semakin berdaya saing dan berdaya tahan di tengah
gejolak perekonomian dunia. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar