Kamis, 10 September 2015

Negeri yang Selalu Berkabut

Negeri yang Selalu Berkabut

Fadjri Alihar  ;  Peneliti Bidang Ekologi Manusia, Pusat Penelitian Kependudukan LIPI
                                                     KOMPAS, 08 September 2015

                                                                                                                                                           
                                                                                                                                                           

Selama satu bulan terakhir, kabut asap kembali menyelimuti Pulau Sumatera dan Kalimantan. Kedua pulau ini adalah daerah yang tak pernah luput dari kabut asap sepanjang tahun.

Kabut asap tersebut terutama disebabkan adanya kegiatan pembakaran lahan dan hutan, baik yang dilakukan masyarakat maupun korporasi. Salah satu tujuan pembakaran lahan dan hutan tersebut terutama dimaksudkan untuk pembukaan areal perkebunan kelapa sawit.

Kegiatan pembakaran lahan dan hutan tersebut berlangsung dari tahun ke tahun tanpa kontrol yang memadai dari pemerintah. Padahal, penanganan bencana kebakaran (hutan) lebih sulit daripada penanganan bencana alam lainnya. Sementara manajemen penanganan bencana yang diterapkan pemerintah selama ini tidak pernah bersentuhan dengan api.

Bencana nasional

Alhasil, pemerintah pun seakan kehilangan akal mengatasi bencana kabut asap karena areal lahan dan hutan yang terbakar semakin bertambah luas dan tersebar pada beberapa daerah.

Bencana kebakaran lahan dan hutan yang terjadi sekarang merupakan bencana kemanusiaan karena berpotensi mengancam kehidupan manusia, juga makhluk hidup lainnya. Hal ini mengingat bencana kebakaran lahan dan hutan tersebut berlangsung masif dan sistematis dengan cakupan wilayah yang sangat luas, meliputi Sumatera dan Kalimantan. Kabut asap tersebut bahkan telah mencapai negara tetangga, Malaysia dan Singapura.

Mengingat besarnya dampak yang ditimbulkan, sudah sepantasnya pemerintah menetapkan bencana tersebut sebagai ”bencana nasional”. Artinya, pemerintah pusat harus segera mengambil alih penanggulangannya karena pemerintah daerah setingkat provinsi ternyata tidak mampu menghadapinya.

Hal ini terbukti areal lahan dan hutan yang terbakar semakin bertambah luas, bahkan beberapa cagar biosfer juga ikut terbakar. Tidak ada lagi ruang yang tersisa karena kabut asap telah mencemari dan menutupi permukiman masyarakat.

Merajalelanya berbagai kelompok masyarakat melakukan pembakaran lahan dan hutan menunjukkan kurangnya kontrol pemerintah. Padahal, kondisi tersebut merupakan titik awal terjadinya bencana. Pembukaan lahan perkebunan dengan cara membakar lahan dan hutan seolah jadi kebiasaan, yang bisa berdampak terhadap hancurnya sebuah kawasan ekosistem. Kehancuran sebuah kawasan ekosistem berarti petaka bagi umat manusia karena berbagai sumber kehidupan ikut hancur, terutama sumber daya air yang merupakan kebutuhan pokok bagi setiap makhluk hidup.

Penegakan hukum

Kabut asap yang timbul akibat kebakaran lahan dan hutan merupakan ulah manusia yang serakah, baik secara perseorangan maupun kelompok. Untuk menghindari terjadinya bencana yang lebih besar, kiranya pemerintah perlu memasukkan para pihak yang membakar lahan dan hutan sebagai pelaku ”kejahatan luar biasa”.

Selain telah mengakibatkan ratusan ribu warga menderita berbagai penyakit, terutama penyakit ISPA, kabut asap tersebut juga mengancam keselamatan penerbangan. Sudah sepantasnya mereka yang terlibat dijatuhi hukuman berat.

Seharusnya kebakaran lahan dan hutan yang terjadi, baik di Sumatera maupun Kalimantan, dapat dicegah jika pemerintah menerapkan secara konsekuen UU No 32/2009 tentang Lingkungan Hidup. Dalam UU tersebut dijelaskan, pemerintah, dalam hal ini Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, dapat memidanakan dan menuntut ganti rugi para pembakar lahan dan hutan, baik secara perseorangan maupun kelompok.

Tanpa penegakan hukum yang tegas, kiranya kawasan hutan di beberapa wilayah di Indonesia terancam punah berikut cagar biosfernya. Dengan demikian, tak ada artinya uang dalam jumlah ratusan miliar yang dikeluarkan untuk mengatasi bencana kebakaran lahan dan hutan, sementara para pelakunya tidak pernah disentuh hukum. Hingga saat ini pihak kepolisian telah menetapkan sebanyak 60 orang sebagai tersangka pembakaran lahan dan hutan. Namun, hingga sejauh ini tidak diketahui berapa orang yang telah diajukan ke pengadilan dan dijatuhi hukuman.

Kebakaran lahan dan hutan yang terjadi sepanjang tahun di Indonesia, khususnya di Sumatera dan Kalimantan, bagaikan sebuah drama yang tidak pernah berakhir. Babak demi babak kebakaran lahan dan hutan bagaikan sebuah misteri seolah terjadi sendiri tanpa ada penyebabnya. Terlepas dari berbagai polemik yang timbul, kiranya pemerintah dituntut segera mencarikan solusi yang tepat untuk menghentikan kebakaran lahan dan hutan sebelum semuanya berubah menjadi arang dan abu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar