Membumikan Pesan Haji Wada Rasulullah
Masdar Hilmy ;
Wakil Direktur Pascasarjana UIN Sunan Ampel Surabaya
|
JAWA
POS, 23 September 2015
HARI ini seluruh jamaah haji berkumpul di
Arafah untuk wukuf. Pelaksanaan ibadah haji tahun ini diwarnai insiden
jatuhnya crane di Masjidilharam (11/9) yang mengakibatkan 111 korban jiwa dan
ratusan lainnya korban luka. Di tengah duka mendalam gara-gara kecelakaan
tersebut, ada baiknya pesan Rasulullah tentang sakralitas jiwa (the sanctity of life) yang disampaikan
ketika wukuf di Arafah pada haji wada (perpisahan) 10 Hijriah kita
refleksikan lagi.
Sebagaimana terdapat dalam hadis dan Sirah
Nabawiyah (Riwayat Perjalanan Nabi) karya Ibnu Hisyam, potongan redaksi
lengkap dari pesan Rasulullah sebagai berikut. ”Wahai manusia, sesungguhnya darah dan harta kalian adalah haram
(suci) bagi kalian hingga kalian berjumpa dengan Allah sebagaimana haram
(suci)-nya hari dan bulan kalian ini.” Itu adalah rangkaian kalimat
pertama yang disampaikan Rasulullah setelah kalimat pembuka.
Pertumpahan Darah
Pesan itu sangat relevan bagi seluruh umat
manusia di muka bumi. Itu bukan semata terkait dengan kecelakaan jatuhnya
crane tempo hari, melainkan karena nyawa dan jiwa manusia sering direduksi
menjadi sekadar angka-angka tak bermakna. Yang menyedihkan, pertumpahan darah
sering dijustifikasi oleh alasan agama. Radikalisme, terorisme, dan konflik
bernuansa agama menjadi ladang pembantaian paling mematikan yang telah
merenggut ratusan ribu, bahkan jutaan, nyawa tak berdosa.
Belum lagi jika kita melihat kasuskasus
genosida atas nama agama selama beberapa dekade terakhir. Lebih dari 8.000
jiwa di kalangan muslim melayang gara-gara genosida di wilayah Serbia-Bosnia
sepanjang perang sipil 1992– 1995. Jumlah itu belum termasuk korban jiwa di
sejumlah negara lain seperti Sudan, Myanmar (muslim Rohingya), Jerman (
holocaust), dan sebagainya. Jika ditotal, seluruh korban jiwa gara-gara
genosida di muka bumi ini bisa mencapai angka yang mencengangkan.
Pembunuhan, pembantaian, atau penghilangan
nyawa terjadi karena absennya penghormatan terhadap kesucian jiwa manusia
sebagaimana yang diajarkan oleh Rasulullah. Apa pun motif dan modusnya,
pembunuhan terhadap manusia merupakan tragedi kemanusiaan yang dalam
terminologi hukum Islam digolongkan ke dosa-dosa besar ( al kaba’ir). Para
pelaku dosa besar itu sulit diampuni oleh Allah, kecuali melakukan pertobatan
yang sungguh-sungguh dan berjanji tidak mengulangi perbuatan yang sama di
kemudian hari.
Menurut jenisnya, penghilangan nyawa seseorang
atau pembunuhan dapat diklasifikasikan menjadi dua, yakni pembunuhan langsung
dan tak langsung atau struktural. Pembunuhan langsung adalah penghilangan
nyawa yang dilakukan oleh seorang pembunuh yang berakibat kematian. Sementara
itu, pembunuhan tak langsung atau struktural adalah terjadinya kematian
gara-gara penerapan sebuah kebijakan politik.
Sekalipun pembunuhan tidak kasatmata, tidak
bisa dikatakan bahwa pembunuhan langsung lebih keji ketimbang pembunuhan tak
langsung. Dalam banyak kasus, pembunuhan tak langsung bahkan menimbulkan efek
yang jauh lebih dahsyat dan sistemis daripada pembunuhan langsung. Selain
itu, pembunuhan tak langsung dapat menimbulkan jatuhnya korban jiwa secara
perlahan.
Pembunuhan Struktural
Pembunuhan struktural akibat korupsi menyebabkan
efek domino bagi masyarakat. Menurut laporan Unicef, angka kematian anak
balita di Indonesia gara-gara gizi buruk mencapai 152.000 orang pada 2012.
Mayoritas di antara mereka adalah anak dari keluarga miskin dan
terpinggirkan. Yang lebih tragis, mereka meninggal karena menderita penyakit
yang mudah dicegah dan diobati seperti pneumonia serta diare.
Angka kematian ibu (AKI) melahirkan juga
menjadi contoh pembunuhan struktural. Sesuai dengan data yang dirilis Survei
Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI), terjadi peningkatan AKI secara
signifikan. Pada 2007, AKI mencapai 228 orang per 100.000 kelahiran hidup.
Angka tersebut meningkat menjadi 359 orang per 100.000 kelahiran hidup pada
2012. Hal itu terjadi karena kebijakan kesehatan belum menjadi prioritas utama
di luar kebijakan politik dan ekonomi nasional.
Belum lagi jika melihat fakta mencengangkan di
balik angka kematian akibat buruknya fasilitas atau infrastruktur publik
seperti jalan raya, jembatan, dan semacamnya. Menurut rilis Global Status
Report on Road Safety 2013 dari WHO, Indonesia menempati peringkat kelima
dalam hal fatalitas kecelakaan lalu lintas. Di negeri ini, tiap jam 3–4 nyawa
melayang siasia gara-gara kecelakaan. Selain itu, menurut laporan Polri pada
2011, 31.324 nyawa melayang sia-sia di jalan raya karena kecelakaan.
Kematian sia-sia di kalangan masyarakat miskin
dan terpinggirkan tidak mungkin terjadi jika programprogram yang berorientasi
kesejahteraan rakyat sampai ke tangan mereka. Persoalannya, hak-hak ekonomi
dan kesejahteraan rakyat sering dicegat di tengah jalan oleh para koruptor
yang senantiasa mengintip di setiap kebijakan negara. Akibatnya, rakyat
mengalami kesulitan ekonomi dan tak jarang berujung kematian anak-anak
mereka.
Di dalam Alquran (QS 5:32), Allah
memperingatkan seluruh manusia bahwa membunuh satu orang seperti membunuh
seluruh umat manusia di bumi. Hal itu sangat relevan dengan pesan Nabi SAW
saat haji wada bahwa darah (jiwa/nyawa) dan harta manusia haram (suci).
Menumpahkan darah atau menghilangkan nyawa orang lain, apa pun motif dan
alasannya, tidak sejalan dengan pesan eternal Islam yang begitu menghormati
serta mengagungkan kehidupan. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar