Asap
James Luhulima ; Wartawan Senior Kompas
|
KOMPAS,
12 September 2015
Terus terang kita
gembira ketika Presiden Joko Widodo memerintahkan Kepala Kepolisian Negara RI
serta Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan untuk menindak tegas perusahaan
yang melakukan pembakaran lahan dan hutan. Presiden Jokowi juga meminta
pencabutan izin perusahaan yang lalai, atau dengan sengaja, membakar lahan.
Kita gembira bukan
karena Jokowi mengeluarkan perintah itu-presiden-presiden sebelumnya juga mengeluarkan
perintah yang lebih kurang sama-yang membuat kita gembira adalah perintah itu
diambil oleh Presiden Jokowi di lokasi kebakaran lahan di Desa Pulau
Geronggang, Kecamatan Pedamaran Timur, Kabupaten Ogan Komering Ilir, Sumatera
Selatan, 6 September lalu.
Bahkan, untuk sampai
di lokasi itu, Presiden Jokowi menempuh perjalanan darat sekitar 3 jam
melalui jalan berbatu dan penuh debu. Turun dari mobil, Presiden Jokowi
berjalan ke lahan yang terbakar sejauh 1.500 meter dari pinggir jalan.
Gubernur Sumatera Selatan Alex Noerdin yang mendampingi Presiden Jokowi ke
lokasi tersebut mengisahkan serunya perjalanan menembus lahan yang habis
terbakar itu. Panas dari lahan gambut yang sudah padam pun menembus sol
sepatu yang ia kenakan.
Keputusan itu diambil
bukan hanya karena berempati dari jarak jauh, dari Ibu Kota di Jakarta,
melainkan dengan melihat dan merasakan sendiri apa yang dirasakan warga yang
tinggal di wilayah terdampak asap. "Saya perintahkan untuk ditindak
setegas-tegasnya, sekeras-kerasnya, perusahaan yang tidak mematuhi. Ini tidak
sekali dua kali kami sampaikan karena mereka sebetulnya juga harus
bertanggung jawab terhadap kanan-kirinya, terhadap hak yang sudah kami
berikan kepada mereka," ujar Presiden Jokowi.
Selama ini, keputusan
diambil di Jakarta yang sama sekali tidak terdampak oleh kebakaran hutan di
Sumatera dan Kalimantan. Itu sebabnya, implementasi dari keputusan yang
diambil lemah sehingga tahun berikutnya kejadian yang sama berulang kembali.
Pada tahun 2012, Singapura dan Malaysia sempat protes akibat asap dari
kebakaran hutan di Sumatera dan Kalimantan, dan Presiden Susilo Bambang
Yudhoyono pun sempat meminta maaf atas gangguan asap itu. Namun, pada tahun
berikutnya hal yang sama berulang kembali.
Kita harus mengakui
bahwa kepedulian orang Indonesia terhadap sesama warga negara sangat rendah.
Ada banyak contoh kasus yang memperlihatkan hal itu, misalnya soal
membebaskan lahan dengan membakar hutan. Mereka sungguh tidak peduli bahwa
pembakaran hutan yang dilakukannya itu mengganggu bukan saja orang lain,
melainkan juga mengganggu masyarakat lebih dari satu provinsi, dan bahkan
masyarakat negara lain. Jadwal penerbangan pun terganggu akibat pekatnya
asap.
Contoh lain adalah
soal membuang sampah. Yang penting sampah itu tidak ada di pekarangan
rumahnya atau di depan pekarangannya. Untuk itu, seseorang tidak segan-segan
membuang sampah ke selokan, ke kali, atau juga ke kompleks tetangga. Saat
berkendara di dalam mobil, hal yang sama pun terjadi. Tanpa ragu-ragu, orang
membuang sampahnya ke luar mobil, yang penting mobilnya bersih. Mereka
sungguh tidak peduli bahwa sampah yang dibuangnya ke selokan atau ke kali itu
dapat menjadi salah satu penyebab terjadi banjir, yang mengakibatkan banyak
orang menderita.
Bagi warga yang
berdiam di daerah yang tidak terdampak asap, mereka hanya melihat daerah yang
terdampak asap lewat foto-foto yang menghiasi surat kabar atau lewat tayangan
televisi. Mereka hanya menyaksikan seakan-akan daerah yang terdampak itu
seperti diselimuti kabut. Suasananya dianggap sama seperti saat melewati
kawasan berkabut di pegunungan, seperti di kawasan Puncak, Bogor, Jawa Barat.
Namun, bagi kawasan
yang terdampak, suasananya sangat berbeda karena kabutnya adalah asap yang
dihasilkan oleh kebakaran hutan sehingga setiap kali orang bernapas, udara
yang dihirup oleh paru-paru adalah asap yang menyesakkan. Sangat sulit untuk
membayangkannya jika tidak mengalaminya sendiri.
Terus mengingat
Dengan melihat dan
merasakan sendiri dampak kebakaran hutan, diharapkan Jokowi terus mengingat
keadaan itu, tindak pencegahan terus dilakukan sehingga tahun depan peristiwa
yang sama tidak berulang. Kita gembira karena di antara pejabat yang
mendampingi Presiden Jokowi di lokasi, terdapat pejabat yang memiliki
kemampuan untuk mencegah dan sekaligus menindak pelanggar, yaitu Panglima TNI
Jenderal Gatot Nurmantyo, Kepala Polri Jenderal (Pol) Badrodin Haiti, Kepala
Badan Nasional Penanggulangan Bencana Syamsul Maarif, Gubernur Sumatera
Selatan Alex Noerdin, dan Bupati Ogan Komering Ilir Iskandar.
Apalagi Presiden pun
menegaskan, semua pihak sudah mengetahui akar persoalan kebakaran hutan dan
kabut asap. Solusi atas persoalan itu juga sudah dipahami semua. Kini,
tinggal pelaksanaannya di lapangan. Kita tunggu.
Pelaksanaannya di
lapangan itulah yang merupakan tantangan terbesar. Pengalaman pada masa lalu,
instruksi presiden tidak terdistribusikan dengan baik hingga ke pejabat yang
terbawah, yang bertugas di garis depan, di lapangan. Kita berharap pada masa
pemerintahan Presiden Jokowi hal itu tidak terjadi, dan instruksi Jokowi
terdistribusi dengan baik hingga ke petugas di lapangan.
Tanpa keikutsertaan
masyarakat, rasanya tidak mungkin aparat yang jumlahnya terbatas itu dapat
melakukan pencegahan secara optimal dan menyeluruh. Dengan popularitas yang
dimilikinya, rasanya tidak sulit bagi Presiden Jokowi mengimbau masyarakat
untuk turut serta membantu aparat dengan melaporkan orang yang melakukan
pelanggaran. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar