Agenda Pembangunan Berkelanjutan 2030
Beginda Pakpahan ; Analis Politik dan Ekonomi Global
Universitas Indonesia
|
KOMPAS,
17 September 2015
Tujuan Pembangunan
Milenium (MDG) akan berakhir pada 2015, diganti dengan Agenda Pembangunan Berkelanjutan
2030 atau Agenda Pembangunan Pasca 2015 yang berlaku 1 Januari 2016.
Tanggal 25-27
September 2015, Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) akan
menyepakati Agenda Pembangunan Berkelanjutan 2030. Apa tujuan utama Agenda
Pembangunan Berkelanjutan 2030? Di manakah posisi Agenda Pembangunan
Berkelanjutan 2030 dalam percaturan global?
Tujuan dan intisari
Agenda Pembangunan
Berkelanjutan 2030 bertujuan untuk mengisi kesenjangan, melengkapi dan
meneruskan Tujuan Pembangunan Milenium 2015 yang belum selesai mengentaskan
rakyat miskin, menghargai hak asasi manusia, memberdayakan
perempuan/anak-anak, dan pelbagai agenda baru dari ekonomi, sosial, dan
lingkungan.
Intisari Agenda
Pembangunan Berkelanjutan 2030 adalah 17 sustainable development goal (SDG,
tujuan pembangunan berkelanjutan) dan 169 target terkait dari setiap tujuan
pembangunan. Semua menjadi perhatian internasional yang akan dicapai tahun
2030, yaitu menghapus kemiskinan dalam pelbagai bentuk; mengakhiri kelaparan
dengan mencapai keamanan pangan, meningkatkan gizi, dan mempromosikan
pertanian berkelanjutan; serta memastikan kehidupan sehat dan seimbang pada
segala usia.
Hal lain adalah
memastikan pendidikan inklusif dan berkualitas dan mempromosikan belajar yang
berkelanjutan; mencapai kesetaraan jender, memberdayakan perempuan dan
anak-anak; serta memastikan ketersediaan dan keberlanjutan manajemen air dan
kebersihan.
SDG juga memastikan
akses terhadap energi yang terjangkau, tepercaya, dan berkelanjutan;
mempromosikan pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan dengan
penciptaan pekerjaan layak; membangun infrastruktur yang baik, mempromosikan
industrialisasi yang inklusif dan berkelanjutan; serta mendukung inovasi.
Upaya berikutnya
adalah menurunkan kesenjangan dalam negara dan antarnegara, membuat kota dan
permukiman yang inklusif, aman, dan berkelanjutan; memastikan konsumsi
berkelanjutan; dan turut serta melawan perubahan iklim dan pelbagai dampaknya
dengan United Nations Framework
Convention on Climate Change sebagai forum inti dalam menegosiasikan dan
merespons perubahan iklim.
SDG juga mengagendakan
perlindungan dan pemanfaatan sumber daya samudra, laut, dan perairan untuk
pembangunan yang berkelanjutan; melindungi dan mempromosikan ekosistem dan
pengelolaan hutan; mempromosikan masyarakat yang damai, inklusif, untuk
pembangunan berkelanjutan dengan menyediakan akses hukum dan membangun
institusi yang efektif, serta terakhir memperkuat cara implementasi dan
revitalisasi kemitraan global untuk pembangunan berkelanjutan.
Pada tingkat
internasional, kemitraan global antarnegara, organisasi
internasional/regional dan perusahaan multinasional akan memobilisasi sumber
pendanaan, peningkatan kapasitas dan transfer teknologi dari negara maju ke
negara berkembang. Pada tingkat nasional, peran pemerintah dan parlemen
krusial dalam memformulasi dan menghasilkan kebijakan yang terukur dan
konkret. Pemerintah juga perlu menjalin kerja sama dengan masyarakat sipil,
universitas, dan kalangan bisnis untuk mencapai pelbagai tujuan pembangunan.
Kompleksitas realitas
Posisi Agenda
Pembangunan Berkelanjutan 2030 berada di antara ekspektasi yang tinggi dan
kompleksitas realitas global yang jauh dari ideal. Ada kesenjangan antara
harapan negara-negara PBB atas pelbagai tujuan pembangunan dan realitas
global yang tak sederhana. Mengapa?
Pertama, Agenda
Pembangunan Berkelanjutan 2030 merefleksikan pelbagai tujuan yang ideal,
tetapi cukup sulit direalisasikan, terutama bagi negara-negara berkembang dan
tertinggal. Pencapaian pelbagai Tujuan Pembangunan Milenium 2015 belum
optimal.
Contoh, tahun 2011,
jumlah orang yang hidup dengan uang di bawah 2 dollar AS per hari masih 2,2
miliar orang dengan rata-rata di bawah garis batas kemiskinan negara
berkembang dan tertinggal (yang cukup jauh berbeda dari negara-negara maju).
Intinya, semua negara PBB perlu melalui jalan panjang dan berliku untuk
mengakhiri kemiskinan dunia.
Kedua, Agenda
Pembangunan Berkelanjutan 2030 seperti pisau bermata dua. Pada satu sisi,
negara anggota PBB memiliki 17 SDG dengan cakupan cukup komprehensif untuk
menjawab tantangan global ke depan. Di sisi lain, tujuan pembangunan
berkelanjutan cukup kompleks dan tidak sederhana untuk direalisasikan hingga
2030.
Contohnya, pertumbuhan
ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan seperti apa yang dapat menurunkan
ketimpangan ekonomi antara negara maju dan negara berkembang, ketimpangan
pendapatan antara penduduk negara kaya dan miskin?
Data Bank Dunia
2010-2014 menunjukkan, negara-negara berkembang, seperti Afrika Selatan,
Namibia, Kolombia, dan Brasil, memiliki ketimpangan pendapatan tinggi dengan
indeks gini 40-65.
Ketiga, Agenda
Pembangunan Berkelanjutan 2030, khususnya 17 SDG, memerlukan pendanaan besar
dan berkelanjutan sampai 2030. Organisation for Economic Cooperation and Development
yang menaungi mayoritas negara donor mencatat bahwa pemberian bantuan
pembangunannya tidak meningkat signifikan pada 2013-2014, yaitu 135,1 miliar
dollar AS-135,2 miliar dollar AS, tetapi aliran bantuan tersebut cenderung
menurun kepada negara tertinggal.
Krisis ekonomi di
Yunani dan melesunya situasi ekonomi di Uni Eropa dan Amerika Serikat terkini
akan memengaruhi kemampuan negara-negara maju dalam memberikan bantuan
pembangunan kepada negara-negara berkembang/tertinggal karena mereka akan
fokus mengalokasikan dana yang dimiliki untuk pembangunan ekonomi domestik
dan penanganan krisis keuangan di Eropa.
Kita mengapresiasi
negara-negara PBB yang sudah mencapai kesepakatan atas Agenda Pembangunan
Berkelanjutan 2030. Namun, alangkah baiknya jika kita menaruh 17 SDG dalam
tatanan realistis untuk diimplementasikan pada 2016-2030. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar