Penanda Baru Swasembada Pangan
Noer Fauzi Rachman ; Ketua Dewan Pengarah Prakarsa Desa;
Peneliti Sajogyo Institute untuk
Dokumentasi dan Studi Agraria;
Dewan Pakar Konsorsium Pembaruan
Agraria
|
KOMPAS,
16 Juli 2015
Menarik untuk mencermati indikator pencapaian swasembada
padi, jagung, dan kedelai. Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Suryamin
mengumumkan pada 1 Juli angka produksi padi pada 2015 adalah yang tertinggi
10 tahun terakhir. BPS memperkirakan produksi
padi pada 2015 sebanyak 75,55
juta ton gabah kering giling, naik 4,70 juta ton
(6,64 persen) dibandingkan 2014. Kenaikan produksi padi pada 2015
diperkirakan terjadi di Pulau Jawa sebanyak 1,83 juta ton dan di luar Jawa
2,88 juta ton. Kenaikan produksi diperkirakan karena kenaikan luas panen
seluas 0,51 juta hektar (3,71 persen) dan kenaikan produktivitas 1,45
kuintal/ha (2,82 persen).
Produksi kedelai dan jagung juga naik. Produksi jagung
tahun 2015 diperkirakan 20,67
juta ton pipilan kering , naik
1,66 juta ton (8,72 persen) dibandingkan 2014. Peningkatan diperkirakan
akibat kenaikan luas panen seluas 160.480 ha (4,18 persen) dan kenaikan
produktivitas 2,16 kuintal/ha (4,36 persen). Produksi kedelai
2015 diperkirakan 998.870
ton biji kering , meningkat 43,87 ribu ton (4,59
persen) dibandingkan 2014. Peningkatan terjadi karena
kenaikan luas panen
seluas 24,67 ribu
ha (4,01 persen)
dan peningkatan produktivitas sebesar
0,09 kuintal/ha (0,58 persen).
Pilihan kebijakan
Pengumuman peningkatan produksi tiga komoditas pangan
strategis ini menjadi penanda yang baik dari pilihan kebijakan dan kerja
keras pemerintah, khususnya Kementerian Pertanian, dalam memacu produktivitas
dan frekuensi penanaman, memperbaiki infrastruktur produksi, dan menyebarkan alat
dan mesin peralatan pertanian (alsintan).
Ternyata mengisi kekurangan stok nasional untuk padi,
jagung, dan kedelai bisa dilakukan dengan mengerahkan kekuatan produktif
sendiri, khususnya para petani pertanian pangan, dan mencegah impor yang
berakibat pada efek penciptaan ekonomi rente yang dinikmati oleh pemain dalam
rantai perdagangan internasional komoditas pangan.
Para promotor impor pangan selalu menyampaikan bahwa
kekurangan stok pangan perlu diisi dengan impor. Pada kenyataannya, yang
justru terjadi adalah para pemain perdagangan internasional komoditas
panganlah yang ikut membentuk kebijakan impor komoditas pangan. Kalau
pandangan itu terus dianut, kecanduan dan ketergantungan pada impor komoditas
pangan menjadi tidak bisa diobati.
Kemampuan memproduksi dan memenuhi kebutuhan pangan adalah
satu pilar kekuatan negara. Dalam Nawacita, pembangunan pertanian dinaungi
pendekatan kedaulatan pangan. Secara konsepsional, kedaulatan pangan
merupakan cara pandang mendasar pembangunan pangan yang bertumpu pada
kemampuan produktivitas nasional di atas tanah dan oleh produsen pangan
terutama petani. Kedaulatan pangan mengedepankan kepentingan pemenuhan
kebutuhan dalam negeri agar tercipta kemandirian dan ketahanan pangan
nasional. Kedaulatan pangan memampukan kita memproduksi, mendistribusikan,
dan mengonsumsi bahan pangan dari tanah/tangan bangsa sendiri.
Pemerintah berperan memastikan kedaulatan pangan sebagai
agenda prioritas dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional
2015-2019, seperti tertuang dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang
Pangan, yakni: "hak negara dan bangsa yang secara mandiri menentukan
kebijakan pangan yang menjamin hak atas pangan bagi rakyat dan yang
memberikan hak bagi masyarakat untuk menentukan sistem pangan yang sesuai
dengan potensi sumber daya lokal".
Optimisme dan tantangan
Pencapaian swasembada padi, jagung, dan kedelai penting
untuk membangkitkan optimisme pencapaian swasembada pangan secara
keseluruhan. Pada segi produksi, fokusnya adalah memastikan penyaluran bibit, pupuk, modal, dan alat mesin
pertanian yang kian bagus kualitas dan kuantitasnya, serta cocok jadwalnya
dengan siklus penanaman.
Kita juga harus menemukan cara-cara manjur untuk
melindungi lahan pertanian pangan produktif dari derasnya arus konversi lahan
ke nonpertanian. Sarana dan prasarana pertanian pun telah terus diperbaiki,
khususnya bendungan dan saluran irigasi untuk pengairan. Tantangan utama yang
berat adalah pada pengadaan lahan pertanian bagi petani, termasuk untuk
komoditas padi melalui pencetakan sawah baru.
Masih belum bisa ditemukan kecocokan antara agenda program
reforma agraria dari Kementerian Agraria dan Tata Ruang dengan keperluan
pengadaan lahan pertanian yang menjadi sasaran layanan Kementan. Begitu pula
dengan pemanfaatan tanah untuk pertanian yang berada dalam kawasan hutan
negara, termasuk yang berada di dalam pengelolaan Perhutani.
Petani sebagai produsen pangan tak boleh lagi menjerit
karena harga hasil pertanian pangan dihargai kelewat murah. Awal Mei 2015,
BPS mengumumkan indikator kesejahteraan petani yang belum membaik. Nilai
tukar petani (NTP) April 2015 di
sektor tanaman pangan turun dari 102,03 menjadi 100,80 (minus 1,21),
sementara indeks harga yang dibayarkan petani naik sedikit dari 118,15 ke
118,7. Secara keseluruhan inflasi di kawasan pedesaan sebesar 0,48 karena
baiknya indeks semua kelompok konsumsi.
Tantangan berikutnya adalah aspek distribusi bahan makanan
pokok yang menjadi hajat hidup rakyat banyak. Pola distribusi yang rantainya
terlalu panjang dari produsen ke konsumen yang menimbulkan ekonomi biaya
tinggi pada komoditas sembako harus dipangkas. Pencaplokan margin keuntungan
yang terlalu berlebihan oleh nonprodusen dalam perdagangan pangan, termasuk
yang bekerja melalui impor pangan, harus dihentikan. Konsumen tak boleh lagi
berteriak sebab pangan harganya terlampau mahal.
Memasangkan hubungan antara produsen dan konsumen pangan
ini perlu diatur pemerintah sedemikian rupa sehingga tercapai keseimbangan
satu sama lain. Dari sisi produsen, merasakan keadilan dan kesejahteraan.
dari sisi konsumen, terpenuhi kebutuhan pangan berupa ketersediaan dengan
harga yang terjangkau.
Sementara pemain di perdagangan pangan mendapatkan
keuntungan secukupnya tanpa menjadi spekulan dan pengendali yang semaunya saja
mengatur harga di petani maupun harga di konsumen. Pengaturan pemerintah,
termasuk nantinya melalui Badan Pangan Nasional, terutama ditujukan untuk
mencapai hubungan yang lebih seimbang itu. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar