Mudik dan Mobilisasi
Rhenald
Kasali ; Pendiri Rumah Perubahan @Rhenald_Kasali
|
KORAN SINDO, 02 Juli 2015
Pekan-pekan ini topik
hangat yang menjadi pembicaraan utama di kantor-kantor adalah seputar
tunjangan hari raya (THR) dan rencana mudik Lebaran 2015.
Selain memang waktunya
kian mendekat, beroperasinya jalan tol Cikopo-Palimanan (Cipali) menjadi
kabar gembira bagi para pemudik dengan kendaraan roda empat.
Mereka berharap
perjalanan mudik menjadi semakin lancar, tidak menyiksa seperti tahun-tahun
sebelumnya.
Pemudik dengan
kendaraan roda dua juga tak kalah gembiranya dengan dibukanya tol Cipali.
Mereka memang tak bisa melewati tol tersebut. Tapi dengan beralihnya sebagian
besar mobil ke jalan tol, diharapkan jalur pantura akan menjadi lebih lapang
dan nyaman untuk mereka lalui. Setidak-tidaknya begitulah bayangan yang ada
di benak kita saat ini.
Di negara kita, mudik
telah menjadi fenomena yang luar biasa. Mungkin inilah salah satu fenomena
perpindahan penduduk terbesar di dunia selama kurun waktu satu-dua mingguan.
Maka sudah sepatutnya kalau pemerintah tidak mengurusnya dengan cara yang
biasa. Business as usual. Harus ada
cara luar biasa. Mengapa? Berikut adalah catatan saya.
Dua Hari
Pertama, jumlah
pemudik yang terus meningkat. Ini artinya urbanisasi di Tanah Air luar biasa.
Pada tahun 2013, jumlahnya mencapai 22 juta jiwa. Di dunia saja, setiap tahun
ada 65 juta penduduk yang melakukan urbanisasi. Artinya 30% ada di negeri
ini. Lalu, tahun lalu meningkat menjadi 27 juta jiwa atau naik lebih dari
20%. Untuk tahun 2015, menurut
perkiraan Kementerian Perhubungan, jumlah pemudik bakal naik 2% atau menjadi
27,5 juta. Ini jelas bukan jumlah yang sedikit untuk diurus dengan cara-cara
biasa.
Kedua, harap diingat
perpindahan penduduk dalam jumlah yang sebesar itu mungkin hanya akan
berlangsung dalam waktu dua hari. Pihak kepolisian memperkirakan itu hanya
akan terjadi 15-16 Juli 2015. Hal serupa juga akan terjadi pada saat pulang
mudik. Puncaknya juga mungkin jatuh dalam waktu dua hari menjelang H+7.
Dengan pemudik yang
begitu besar dan terus bertambah jumlahnya, serta puncak waktu kepulangan
atau keberangkatan yang rata-rata hanya dua hari, maka sarana transportasi
publik yang tersedia pasti tak akan memadai. Begitu pula dengan kemampuan
jalan-jalan raya untuk menampung kendaraan- kendaraan pribadi.
Maka tak heran kalau
kemacetan luar biasa selalu terjadi pada saat mudik. Ini tentu akan berimbas
pada lamanya waktu perjalanan.
Pada tahun 2013,
misalnya, rata-rata lama tempuh pemudik dengan kendaraan bermotor atau mobil
untuk tujuan Solo atau Yogyakarta bisa mencapai 20-an jam.
Anda mungkin masih
ingat, selama tahun 2014 lama perjalanan yang ditempuh pemudik amat
mengerikan. Akibat rusaknya Jembatan Comal di Pemalang, Jawa Tengah,
perjalanan pulang mudik molor bisa mencapai lebih dari 30 jam. Di beberapa
perusahaan, saya dengar keluhan banyak karyawannya yang terpaksa telat
ngantor karena harus menghabiskan waktu lebih dari satu hari, bahkan ada yang
lebih dari dua hari perjalanan.
Ketiga, terus
meningkatnya jumlah pemudik yang menggunakan kendaraan pribadi. Kementerian
Perhubungan memprediksi pemudik dengan mobil bakal naik hampir 6% dan yang
memakai sepeda motor tumbuh hampir 8%.
Keempat, ini yang
membuat kita miris. Selama perjalanan berangkat dan pulang mudik selalu saja
terjadi kecelakaan yang mengakibatkan korban luka ringan, berat, sampai
meninggal dunia. Celakanya angkanya terus bertambah. Pada tahun 2014, jumlah
korban jiwa memang turun menjadi 538 jiwa, sementara tahun sebelumnya
mencapai 686 jiwa. Namun, apakah angka statistiknya sudah tepat?
Mestinya ini tidak
boleh terjadi. Pulang mudik dan merayakan Lebaran adalah pesta penuh
kegembiraan. Jangan sampai diwarnai oleh tangisan dari keluarga korban.
Kelima, tidak bisa
tidak, kita mesti menyinggung masalah bisnis. Selama waktu Lebaran, jumlah
uang yang berpindah dari kota ke desa-desa bakal meningkat. Untuk tahun 2014,
menurut data Bank Indonesia, jumlahnya mencapai minimal Rp118 triliun. Ini
naik 14,9% dibandingkan mudik tahun 2013 yang Rp103,2 triliun.
Anda tahu berapa
jumlah uang yang beredar selama tahun 2014? Menurut data BI, nilainya
mencapai Rp4.170,7 triliun. Itu artinya selama Lebaran 2014 yang berlangsung
kira-kira selama dua minggu, sebanyak 2,5% dari uang yang beredar secara
nasional berpindah dari kota ke desa-desa. Ini tentu baik bagi kawasan
perdesaan.
Jangan BAU
Melihat lima alasan
tadi, saya kira Anda bisa menambahkan dengan beberapa alasan lainnya, saya
kira sudah sepantasnya kalau pemerintah lebih serius mengurus para pemudik
tadi.
Ingat, mereka adalah
pemegang saham Republik ini. Jadi jangan ditangani dengan sikap business as usual atau BAU. Harus ada
upaya ekstra. Sangat pantas jika negara berbuat untuk melayani para pemudik.
Apa yang bisa
dilakukan pemerintah? Mobilisasi mudik. Bagaimana caranya?
Mudah saja. Pemerintah
menetapkan hari dan jam keberangkatan pemudik. Dengan asumsi banyak pemudik
akan berangkat pada Rabu, 15 Juli 2015, pemerintah mengatur bahwa untuk pukul
07.00 adalah pemberangkatan pemudik yang menggunakan sepeda motor. Lalu,
mulai pukul 12.00 untuk rombongan pemudik dengan kendaraan roda empat.
Lalu untuk angkutan
udara dan laut, tetapkan mekanisme tarif yang berbeda untuk mengatur arus.
Jangan sampai semua orang ingin berangkat pada jam yang sama. Ya, tarifnya
harus dibedakan.
Rombongan tidak
dilepas begitu saja, tetapi harus dikawal sepanjang perjalanan. Proses
pengawalan bisa dilakukan secara estafet oleh Polda Metro Jaya, yang
dilanjutkan oleh Polda Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur.
Dengan cara seperti
ini, kecepatan kendaraan rombongan pemudik bisa dikendalikan dan tak ada lagi
pengemudi yang mau ngebut seenaknya sendiri.
Lalu, jalan raya yang
akan dilalui para pemudik mesti dikosongkan terlebih dahulu. Semua jalur
selama pemudik melintas dibuat satu arah. Begitu pula pasar-pasar tumpah
mesti dibereskan. Jangan ada pasar tumpah.
Informasi soal ini
juga harus diumumkan jauh-jauh hari agar pengguna jalan yang lain bisa
menyesuaikan diri. Jangan sampai mereka bertemu dengan rombongan para
pemudik.
Untuk mengakomodasi
kepentingan bisnis, dan memberikan waktu beristirahat bagi para pemudik,
silakan pemerintah daerah menyiapkan kantong-kantong guna dijadikan rest
area.
Setiap lima jam,
sebaiknya para pemudik beristirahat. Kantong-kantong itu juga dijaga
kebersihannya.
Saya yakin mudik kali
ini bisa dikelola dengan cara seperti itu, dimobilisasi, waktu tempuh akan
jauh lebih singkat, dan korban jiwa akibat kecelakaan bisa ditekan seminimal
mungkin.
Sebagai penutup,
supaya ini menjadi proyek nasional, alangkah baiknya kalau Presiden Jokowi
memimpin langsung rombongan pemudik. Silakan Presiden Jokowi mengendarai
Esemka-nya untuk pulang mudik dari Jakarta ke Solo. Bukankah sekali waktu
kita pantas memberikan kesempatan kepada presiden kita untuk beristirahat,
berkumpul bersama keluarga besarnya pada hari yang penuh berkah. Selamat mudik! ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar